Rencananya semalam ingin berangkat pagi untuk menemui Reva, gagal. Revan bangun kesiangan membuat dirinya panik bukan main saat melihat jam di atas nakas menunjukan pukul tujuh kurang lima menit. Dengan gerakan terburu-buru ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri, hanya membutuhkan waktu lima menit cowok itu keluar dari kamar mandi sudah siap dengan seragam sekolahnya. Tanpa, perlu repot merapihkan seragamnya, karena itu jelas bukan gayanya yang datang ke sekolah dengan setelan khas seorang badboy.
Ia keluar dari kamar Apartementnya, alangkah terkejutnya saat menemukan seorang pria paruh baya dengan setelan jas kantor duduk di sofa dengan satu gelas kopi yang menemani aktivitasnya yang sedang membaca koran di tangannya.
Raut wajah Revan yang menunjukan kepanikan seketika sirna berganti dengan ekspresi muak yang tergambar jelas di wajah tampannya. Ia menutup pintu kamarnya sedikit membanting, berhasil menarik fokus Surya yang kini menurunkan koran sehingga tatapannya kini bertemu dengan tatapan gelap milik Revan.
Pria itu berdiri dari duduknya, lalu merentangkan kedua tangannya menyambut kehadiran putranya yang baru saja keluar dari kamar.
"Morning, Son!" sapanya dengan ramah.
Revan berdecih muak. Cowok itu membuang wajah ke samping saking muaknya pada Pria yang merupakan Ayah kandungnya.
Surya yang mendapati respon putranya seperti itu menghela nafas pelan.
"Kau tidak merindukan Ayahmu ini, huh?" tanyanya lagi yang berhasil membuat Revan kembali menatap pria paruh baya itu.
"Jangan pernah bermimpi, Tuan Giantara!" tukas Revan tajam.
Surya memasang ekspresi sedih saat mendengar jawaban putranya.
"Saya cukup sedih mendengar jawaban itu keluar dari putra kesayanganku." Pria itu memegangi dadanya berpura-pura sakit hati.
"Berhenti bermain akting. Katakan apa yang membuat anda membuang waktu untuk datang ke apartemen saya?!" cecar Revan yang sudah bisa menebak kedatangan pria itu bukan benar-benar merindukan dirinya seperti apa yang diucapkan pria itu padanya tadi.
Kedatangan pria itu jika bukan memaksa dirinya untuk belajar tentang bisnis, atau tidak memberikan hukuman karena dirinya sudah membuat kekacauan di sekolah. Poin kedua jelas bukan tujuan pria itu menemuinya kali ini, karena sudah tiga minggu ia tidak melakuman pelanggaran di sekolah selain bolos pelajaran.
"Rupanya kau sudah bisa menebak kedatanganku kali ini, Revan. Baiklah saya tidak ingin basa-basi lagi, saya akan mengatakan apa tujuan saya datang ke apartemenmu ini," ujar Surya dengan senyum lebar. Pria itu mulai mengeluarkan sebuah map yang akan ia serahkan pada putranya ini.
Revan menahan diri untuk tidak menonjok wajah pria itu yang kini tersenyum lebar. Jika, diperhatikan dengan dekat. Senyum Surya sudah mirip seperti senyum pshycopath.
"Saya ingin kamu datang ke acara peresmian kantor cabang milik Harrison Group. Acara itu diadakan nanti malam jam tujuh di salah satu hotel bintang lima," jelas Surya pada Revan sambil menyodorkan sebuah map yang berada di tangannya pada putranya.
"Ini adalah nama-nama tamu undangan yang akan hadir dalam acara malam nanti. Untuk undangan biar saya yang pegang, karena saya tidak meminta kamu untuk mewakili saya. Tapi, untuk menemani saya di acara tersebut."
Revan menerima map tersebut, lalu membukanya dan membaca lembaran kertas yang berada di dalam map. Tatapannya terkunci pada sebuah tulisan nama pemilik perusahaan Harrisson Group. Albian Harrisson nama yng tertulis di lembar kertas pertama sebagai pemilik resmi perusahaan Harrisson Group yang sudah berdiri selama enam belas tahun. Ia teringat penjelasaan Kenzie saat mengklarifikasi rumor tentang Reva di penyiaran radio, menyebut nama Albian Harrisson sebagai ayah kandung dari mantan kekasihnya. Revan yang niat awalnya ingin menolak ajakan Ayahnya kini berubah menyetujuinya dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO UNTUK REVA
Teen FictionSemua orang itu punya masa lalu, baik itu tersimpan sebagai kenangan atau justru rasa sakit yang tak terlupakan. Namun, bagi Revano Giantara masa lalu yang ia rasakan merupakan sebuah kehancuran yang membawanya pada kegelapan tanpa cahaya sedikitpun...