CHAPTER 18

6 0 0
                                    

Revan menginjakan kaki di ballroom hotel, ia tidak sendiri bersama Surya yang kini berjalan bersisihan dengannya memasuki hotel yang menjadi tempat tujuannya malam ini. Seorang pria muda bersetelan jas hitam menyambut kedatangannya- ralat, kedatangan Surya Giantara. Ternyata pria yang menyambutnya itu, orang kepercayaan Albian Harrison.

Hanya beberapa orang saja yang mengenal dirinya di sini, karena dirinya sering datang ke kantor Ayahnya dua minggu sekali. Itu juga atas dasar paksaan dari Surya, jika tidak dirinya juga tidak sudi. Jadi, yang benar-benar mengenal dirinya hanya para petinggi perusahaan Ayahnya saja.

Ballroom hotel dengan dekorasi mewah dan luas itu dipenuhi oleh lautan manusia. Mata tajam Revan menyapu setiap sudut ballroom dengan intens, mencari sosok yang menjadi alasan dirinya dengan mudah menyetujui perintah Ayahnya tanpa perdebatan terlebih dahulu.

"Jadi, ini putra tunggal Surya Giantara?" tanya salah satu rekan bisnis Ayahnya, membuat Revan yang sibuk mencari keberadaan Reva terpaksa menoleh pada seorang wanita paruh baya yang kini tersenyum menatapnya.

Dengan teramat terpaksa, Revan menarik sudut bibirnya untuk membalas ssnyuman wanita yang tidak ia kenali itu.

"Putramu sangat tampan, Pak Surya," puji wanita itu membuat Surya tersenyum sambil melirik ke arahnya.

"Terimakasih," ucap Revan sebatas formalitas.

"Putriku, Aylin cantik seumuran dengan Revan. Apakah kita jodohkan saja mereka?"

Dalam sekejap senyum palsu Revan sirna. Terganti dengan wajah dingin tanpa ekspresi khas seorang Revan. Ini yang membuat dirinya tidak suka mendatangi acara-acara perusahaan bersama Ayahnya. Ditambah saat Ayahnya merespon dengan antusias.

"Saya setuju saja jika perjodohan ini berlangsung. Bukankah akan berdampak baik pada perusahaan kita?"

Tangan Revan terkepal. Tanpa mengucapkan kata pamit, ia melenggang pergi meninggalkan Ayahnya dengan wanita itu. Surya menggeram dalam hati, melihat sikap tidak sopan putranya itu. Selepas kepergian Revan, obrolan itu tidak berlanjut. Lantas, ia tersenyum tak enak pada Miranda rekan bisnisnya dan meminta maaf atas sikap kurang ajar putranya dan menyusul Revan yang entah pergi kemana.

Surya mempertahankan wajah ramahnya di depan para rekan bisninya dan beberapa orang penting seperti rekan bisnis dari Albian Harisson. Ia harus menunjukan citra baiknya yang biasa ia tujukan kepada publik. Ia melangkah mencari keberadaan Revan, di tengah lautan manusia yang berkumpul.

Kaki jenjangnya melangkah lebar kala mata tajamnya menangkap keberadaan Revan, ia menarik pemuda itu sehingga berbalik. Ia menahan diri agar tidak berteriak di depan banyak orang untuk melampiaskan emosinya pada Revan. Ia tidak ingin mengacaukan acara besar milik Albian, tujuan dirinya datang ke sini agar bisa berkesempatan bekerja sama dengan Albian.

"Jaga sikap kamu," desis Surya penuh peringatan pada Revan.

Sedangkan, Revan hanya berdecih muak. Pemuda itu mengambil orange juice di atas meja lalu menenggaknya dalam sekali teguk. Pendar matanya terus mencari sosok Reva, tidak mungkin cewek itu tidak datang di acara besar milik Ayahnya ini. Meskipun ia sedikit memiliki keraguan, kemungkinan Reva tidak hadir mengingat hubungan cewek itu dengan Ayahnya yang tidak baik-baik saja.

Revan menghela nafas pelan, saat Surya mengajak dirinya untuk menemui pemilik acara di dekat podium. Revan mengekori Ayahnya dari belakang, sambil matanya terus mencari Reva. Sampai akhirnya, langkahnya sudah berada di dekat sang pemilik acara- Albian Harrison. Ia tertegun selama beberapa detik, saat melihat wajah pria di depannya ini sangat mirip dengan mantan kekasihnya. Ia baru mempercayai pepatah yang mengatakan, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Selamat malam, Pak Albian. Saya merasa terhormat bisa menghadiri acara peresmian cabang Harrison Group," ujar Surya mengawali pembicaraan. Pria itu mengulurkan tangannya, berjabatan dengan Albian.

"Selamat malam, Pak Surya. Saya sangat berterimakasih atas kedatangan bapak untuk meramaikan acara ini," balas Albian melepaskan jabatan tangannya.

"Saya mengucapkan selamat atas kesuksesan Harrison Group yang setiap tahunnya selalu meningkat," ucap Surya dengan tulus.

"Terimakasih banyak, Pak. Harrison Group bisa berada di titik ini berkat kerja sama dari rekan tim dan perushaan-perusahaan yang selalu memberikan dukungan untuk kamu," balas Albian merasa tersanjung.

Lalu, pandangannya beralih pada Revan yang sedari tadi berdiri di sisi Surya menatapnya tanpa berkedip.

"Ini putramu, Pak Surya? Calon penerus Giantara Group?" tanya Albian yang seketika berhasil membuyarkan lamunan Revan.

"Benar, Pak Albian, ini putraku," jawab Surya dengan anggukan pelan.

"Siapa namamu? Siapa tahu ke depannya bisa bekerja sama dengan putriku," celetuk Albian tiba-tiba.

Jantung Revan berdetak dengan kencang mendengar penuturan Albian. Berbeda dengan Surya yang tampak terkejut mendengar Albian memiliki seorang putri.

"Saya baru mendengar pemilik Harrison Group memiliki seorang putri penerus."

Ucapan Surya membuat Albian terdiam merasa tertampar. Pasalnya, selama ini dirinya tidak pernah memberitahu tentang keluarganya pada publik. Hanya beberapa orang yang benar-benar dekat dengannya yang mengetahui tentang masa lalunya.

"Benar, saya memiliki seorang putri. Malam ini putri saya juga ikut hadir meramaikan acara ini," jelas Albian membuat Surya tampak tertarik.

"Di mana putrimu, Pak Albian? Apakah putrimu seumuran dengan putraku?" tanya Surya membuat atensi Albian kembali pada Revan.

"Sepertinya iya, mereka seumuran." Albian menjawab setelah berpikir cukup lama berpikir. "Ah, tadi siapa namamu?"

"Revan Giantara," jawab Revan yang kini fokusnya sudah benar-benar kacau. Saat mendengar bahwa Reva juga berada di sini. Ia memikirkan apa yang akan ia katakan saat bertemu Reva? Apakah dirinya harus langsung mengajak Reva untuk balikan? Atau dirinya kembali menanyakan alasan Reva memutuskannya? Seolah-olah dirinya tidak tahu apa-apa sebelumnya.

Oh, Tuhan. Revan sangat dilema saat ini.

"Papa," panggil Reva yang datang bersama Kenzie dan Zico di belakangnya.

Revan yang menyadari pertama kali kedatangan Reva membisu di tempat, sampai akhirnya matanya menangkap keberadaan Kenzie di belakangnya. Entah, kenapa perasaannya berubah tidak enak. Ada perasaan tidak terima melihat kehadiran cowok itu di sini, rasa cemburunya semakin menggebu-gebu melihat kedekatan mereka. Terlebih saat ingat status keduanya yang merupakan tunangan.

"Sayang, udah bosan kelilingnya?" tanya Albian dengan lembut.

"Udah, Pa," jawab Reva yang saat ini sudah berada di dekat Albian. Cewek itu belum menyadari keberadaan Revan bersama Ayahnya.

Sedangkan Kenzie saat ini sudah bersitatap tegang dengan Revan yang menatapnya penuh dengan api kecemburuan.

"Kenzie, terimakasih sudah menjaga putri saya," ucap Albian dengan tulus.

Kenzie menoleh. "Sama-sama, Om. Menjaga Reva, sudah menjadi kewajiban Kenzie."

Kepalan tangan Revan semakin kuat melihat kedekatan Ayah Reva dengan Kenzie. Sampai akhirnya, Albian memutuskan untuk memperkenalkan Reva dengannya.

"Sayang, kenalin ini anak dari temen Papa. Namanya Revan, barangkali ke depannya dia bisa bantu kamu mimpin perusahaan Papa," ujar Albian membuat Reva menoleh ke kanan.

Gadis itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat ini. Sosok cowok dengan setelan jas biru Dongker dengan celana bahan yang warnanya senada berdiri dengan gagah. Malam ini, Revan tampak rapi tidak seperti Revan yang biasa ia temui di sekolah. Sialnya, penampilan Revan yang seperti ini membuat ketampanan cowok itu meningkat berkali-kali lipat.

"Sayang, ayo kenalan dulu." Senggol Albian menyadarkan Reva dari keterkejutannya.





REVANO UNTUK REVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang