29

350 29 0
                                    

Gilang sedikit melihat perubahan dari kakaknya itu. Yang biasanya Hellen selalu mengajaknya sarapan atau makan malam bersama, sekarang tidak seperti itu lagi. Hellen hanya memasak makanan lalu menyuruh Gilang makan sendirian.

"Gilang, gue udah masak makanan buat lo di dapur, jangan lupa di makan ya."

Gilang mengerutkan dahinya.

"Lo gak makan, kak?"

Hellen tersenyum lalu menggeleng.

"Enggak, gue lagi diet." jawab Hellen.

Sebenarnya Gilang tidak terlalu percaya, tapi karena tidak ingin memusingkan kakaknya, ia hanya menuruti perintah Hellen tanpa banyak bertanya.

"Ya udah, makasih kak."

Pria itu mulai duduk di kursi meja makan.

Hellen mengangguk dan langsung berlalu menuju kekamarnya.

Gilang mulai mengambil sepiring nasi dan lauk yang sudah di sediakan.

Ketika mulai makan, Gilang merasakan ada yang hilang. Sosok Hellen yang selalu makan sambil mengajaknya bicara jadi terbayangkan di pikirannya. Kakak cantiknya itu memang model, tapi ketika di rumah, percayalah. Bahwa Hellen hanya gadis biasa yang kelakuannya aneh-aneh.

Mendadak Gilang merasa sendu.

Apa yang harus ia lakukan? Melihat kakaknya seperti ini juga membuatnya sangat sedih. Dan ada apa sebenarnya? Masalah apa yang membuat sang kakak seperti ini?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hellen berbaring di kasur kamarnya.

Matanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Rasanya begitu menjanggal ketika ada permasalahan seperti ini di hidupnya. Hellen tidak pernah mempunyai beban hidup seberat ini sebelumnya, rasanya jadi sangat membebani otaknya.

"Apa yang harus gue lakuin? Gue gak mau ketemu sama Davin lagi.."

"Gue mau ngudahin semuanya, kerjasamanya juga. Gue mau hidup gue normal lagi, gue cape kalau terjebak di kerjasama bareng Davin ini." lirihnya.

Hellen tidak bisa menceritakannya pada siapapun. Lantas ia berbicara sendiri untuk mengeluarkan unek-unek dalam hatinya.

"Harusnya dari awal gue gak usah terima kerjasama ini, semenjak kerjasama ini, hidup gue jadi gak tenang. Gue juga gak enjoy sama pekerjaan gue sebagai model, padahal dulu semuanya baik-baik aja.."

Tiba-tiba mata gadis itu berkaca-kaca.

Dan sekarang, satu tetes lolos dari matanya.

Gadis itu menangis. Hellen kesal, marah dan sedih, tapi apa yang bisa ia lakukan? Tentu Hellen hanya bisa diam dan meratapi nasibnya sendiri.

Rasanya sangat lelah menghadapi semuanya sendirian. Mentalnya terganggu, dan kesehatannya pun sama.

drttt.. drrttt..

Suara dering ponsel membuat Hellen mengerutkan dahinya. Siapa yang menelfonnya malam-malam begini?

Setelah mengubah posisinya menjadi duduk, ia melihat nama penelfon tersebut.

Pak Yong is calling...

Matanyan sukses melotot sempurna.

"P-pak Yong?" gumamnya.

Atasannya tidak pernah menelfon seperti ini sebelumnya. Pasti ada sesuatu, dan Hellen yakin itu ada kaitannya dengan pekerjaan.

Setelah mengelap air matanya, Hellen pun mengangkat panggilan tersebut.

Partner With Benefits ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang