O5

1.4K 69 0
                                    

"Kenapa kamu begitu memikirkannya?" tanya Davin penasaran.

Hellen tampak berpikir sejenak. "Entahlah, aku hanya pernah merasakan di posisinya sebelum menjadi model, dan itu sangat melelahkan tapi harus tetap aku lakukan demi menaikkan derajat keluargaku."

Davin menghela nafasnya. "Baiklah, aku tidak akan memecatnya, karena kamu, aku jadi membayangkan jika aku berada di posisi Sheyna."

Hellen mengangguk.

"Mau ikut gue?"

Hellen mendelik, kenapa tiba-tiba sekali pria itu menggunakan bahasa normal.

"Kemana?"

"Ke meja kerja doang."

"Dasar! Gue kira lo mau ngajakkin gue kemana gitu!" balas Hellen.

Davin mendadak kaget, penuturan gadis itu sangat berbeda jika sedang menggunakan bahasa seperti ini.

"Sini." Davin menyuruh Hellen untuk menghampirinya.

Hellen menurut saja, ia mendekati meja kerja Davin. Davin membuka laci di bawah meja itu perlahan dan mengambil setumpuk buku-? Jelas Hellen terlihat bingung.

Setumpuk buku itu pun Davin taruh di meja kerjanya yang kosong.

"Coba lo liat." suruhnya.

Hellen menatap nanar Davin. Gadis itu mengambil salah satu buku tersebut dan membalikkannya, begitu terkejut saat melihat itu adalah majalahnya.

"Hah? Lo punya semua ini?" Hellen membalikkan satu persatu majalah tersebut. Terlihat wajahnya dimana-mana.

Davin tersenyum miring lalu mengangguk. "Gue punya hampir dari semua majalah brand yang pernah kerja sama, bareng lo."

"Buat apa lo punya ini semua?" tanya Hellen penasaran. Koleksi majalah itu sangat banyak, dan yang Hellen tau, majalah yang ada wajah dirinya itu sedikit mahal.

"Gue suka liat visual lo, jadi gue beli semua ini."

Hellen merasa kurang puas dengan perkataan Davin. Tidak mungkin hanya itu, pasti ada sesuatu.

"Masa? Lo gak ada niatan lain kan? Lo gak bakal santet gue kan?" curiganya.

Davin terkekeh. "Ahahaha! Mikir apa lo? Buat apa gue santet lo? Gue cuma suka sama semua hasil photoshoot lo, dan gue berniat koleksi semuanya."

"Tapi harganya lumayan mahal, lo bisa beli semua ini pake uang lo?"

Davin mengangguk. "Buat beli saham SYNK pun kayaknya bisa."

Hellen mendelik. "Songong amat." gumamnya tapi masih bisa didengar oleh Davin.

"Gue bukan songong, gue cuma ngasih info."

"Gak ada yang nanya." balasan yang sungguh membuat Davin tidak terpikirkan.

Bisa-bisanya gadis itu membalasnya dengan santai. Davin merasa bahwa model didepannya ini tidak sok alim seperti model wanita lain yang pernah bertemu dengannya. Kebanyakan berpura-pura lembut tapi Hellen bisa-bisanya tidak terlihat malu-malu dihadapannya.

"Oh ya Davin, ada AC gak sih disini? Panas banget, atau minimal ada kipas lah." celetuk Hellen sembari mengipas-ngipaskan tangan lentiknya didekat wajahnya.

"Gak ada, banyak mau lo."

"Tamu itu di ratukan dong, lo gimana sih?" balas Hellen lagi.

Davin kira Hellen akan diam saja ketika dirinya mengatakan hal seperti itu, tapi bisa-bisanya gadis itu membalasnya lagi.

"ACnya mati, gue gak ada waktu buat benerin."

"Terus lo panas-panasan disini?" Davin mengangguk saja, memang kenyataannya begitu.

Partner With Benefits ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang