Happy reading📖
°°°°°°
Husein kembali ke kamar nya, ia menutup pintu dan menguncinya. Ia merebahkan dirinya, sambil menatap langit-langit di kamarnya.
Pikirannya melayang, ia terdiam dengan tatapan kosong. Ia duduk, lalu berjalan menuju laci, mengambil sebuah undangan pernikahan.
Ia membuka jendela kamarnya, menyenderkan tubuhnya, dan membuka undangan itu.
Bibirnya tersenyum tipis, sangat tipis. Namun, wajahnya yang menunjukan raut kecewa tak bisa ia sembunyikan.
Di undangan itu tertulis, SAVENNA DAN DAVENDRA.
Savenna, kekasihnya yang sudah menemaninya selama dua tahun ini, harus ia relakan untuk menikah dengan lelaki yang di jodohkan oleh orang tuanya.
Awalnya, Husein dan Savenna beberapa kali mengusahakan agar hubungan keduanya tak berakhir, namun se usaha apapun mereka restu tak berpihak pada mereka.
Sebenarnya, alasan Husein pindah ke kostan adalah karna rumahnya dan rumah Savenna hanya terhalang dua rumah saja, ya bisa dibilang mereka tetangga. Oleh karna itu, setelah hubungannya berakhir, Husein memutuskan untuk pindah ke kostan, agar ia bisa melupakan masalalu nya itu.
Alasan karna ia malas ditanya kapan nikah, itu juga menjadi alasan keduanya untuk ngekost. Karna selama ini, ia dan Savenna menjalani hubungan yang tak banyak di ketahui oleh orang lain, termasuk keluarga Husein.
Hal yang paling menyakitinya, adalah ketika wanita yang ia cintai datang memberikan undangan pernikahannya dengan lelaki lain. Husein yang kala itu baru pulang bekerja, merasa hatinya hancur. Dengan mudahnya, Savenna meminta dirinya untuk datang ke pernikahan itu, bagaimana bisa? Apa ia sanggup melihat wanita yang selalu ia jaga dan ia cintai duduk diatas pelaminan dengan pria lain?
Husein menghembuskan nafasnya lelah, berusaha berdamai dengan masalalu nya. Walau pun sedikit sulit, karna tadinya beberapa bulan lagi ia akan melamar Savenna, tapi sayangnya sudah ke duluan oleh orang lain.
Matanya melirik ke arah kasur, ketika mendengar handphone nya berdering. Ia mengambil benda pipih itu, lalu menekan tombol hijau, untuk mengangkat telpon dari mama nya
"Hallo mas, apa kabar? Gimana betah di kosan?" Tanya seorang wanita disebrang sana
"Hallo, ma. Mas baik kok. Betah dong hehe" jawab nya tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit
"Syukurlah" Jawab mama Husein.
"Sebenarnya mama cuma mau kasih tau kamu, besok kan Savenna menikah, kamu datang kan? Kebetulan kamu juga di kasih baju untuk seragam menyambut tamu, tapi karna mama tahu kamu sibuk, mama bilang kamu hanya datang pas malam atau sore saja"
Husein terdiam, jantungnya berpacu cepat. Apa-apaan Savenna ini, sudah tau Husein lagi sakit hati karna ditinggal nikah, malah di kasih baju seragam buat menyambut tamu. Padahal yang Husein ingin menjabat tangan tamu sebagai pengantinnya, bukan menjabat tamu sebagai penerima tamu undangan. Ia jadi benar-benar kesal sekarang.
Ia menghembuskan nafas nya kasar, "Mas gatau datang atau ngga, kerjaan nya banyak banget, lagian jarak dari kostan ke rumah lumayan jauh" ucap Husain setelah terdiam beberapa saat
"Loh, gaenak mas kalo ga dateng. Kita kan tetangga. Kamu juga sahabat nya Savenna, masa di hari bahagia dia kamu ga datang?"
Husein mencoba mengatur nafasnya yang memburu, ketika mendengar kata 'Sahabat'. Ingin rasanya ia berteriak, aku bukan sahabatnya, aku mantannya. Tapi, apalah daya, ia masih memiliki rasa sopan kepada orang yang lebih tua.
Lagi-lagi ia menghembuskan Nafasnya kasar, "Yaudah, nanti mas usahain datang. Baju yang dikasih buat nyambut tamu balikin aja, mas ga mau" ucap nya
"Kamu ga apa-apa kan, Mas? Kok mama dengernya kamu tu kaya kesel gitu ngomongnya? Kamu kesel karna Savenna nikah duluan? Yo makanya kamu buru- buru cari pasangan biar–"
"Ma, udah deh. Mas lagi banyak kerjaan" keluhnya
"Ini kan hari minggu, tunda dulu lah kerjaan mu itu. Istirahat"
"Ya, yaudah, Ma"
"Yasudah, telponnya mama matikan ya, jaga dirimu baik-baik disana"
Setelah telpon dimatikan, Husein melempar handphone nya ke kasur. Ia merobek undangan itu.
Pintu kamar nya diketuk, membuat nya menghembuskan nafas pelan. Siapa yang ganggu coba, udah pikirannya lagi kusut, ada saja yang mengetuk pintu. Oh ayo lah, ia hanya ingin sendiri untuk saat ini
Ketika pintu terbuka, Gibran berdiri didepan kamarnya dengan tersenyum lebar. Tangannya memegang sepiring nasi goreng.
"Em, maaf ganggu bang. Gue cuma mau nganterin ini" ucap nya tak enak hati saat melihat wajah masam Husein ketika membuka pintu
Husein yang awalnya kesal, ia urungkan ketika melihat niat baik Gibran.
"Gapapa, bro. Santai aja. Makasih ya"jawab nya lalu tersenyum, sembari menerima nasi goreng itu
"Anak-anak lain lagi makan di depan tv, gue kesana dulu ya." Setelah mengatakan itu, Gibran berjalan meninggalkan Husein.
Husein kembali masuk, untuk saat ini ia tak berniat untuk bergabung bersama yang lain karna suasana hatinya yang sedang buruk
Ia memakan sesuap nasi goreng buatan gibran, "enak juga masakannya" gumamnya
°°°°°°
"Bang Husein nya mana?" tanya Leon saat melihat Gibran kembali sendiri
"Makan di kamar kayanya" sahut Gibran, lalu duduk di sebelah Alex yang sedang menyantap nasi goreng buatannya
"Kayanya dia lagi ada masalah, muka nya serem tadi" bisik Gibran, membuat Shaquille yang sedang sibuk dengan makanannya mendekat
"Serem gimana?" tanya nya
"Ya, serem aja gitu. Kaya orang lagi marah" jawabnya, membuat Shaquille mengangguk
"Udah lah biaran. Mungkin emang lagi malas keluar kamar" ucap Alex, membuat mereka mengangguk
°°°°°°
Hallo, apa kabar?
adakah x-bliss disini?Aku benar-benar gabut buat cerita ini, gatau juga bisa sampe selesai atau ngga, sedikit bingung buat bikin konflik masing-masing hehe
Oh ya, tolong bantu vote dan komen ya♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Nomor9
Teen FictionBercerita tentang sembilan anak rantau, yang mencoba bertahan hidup dikota yang keras. Berada di satu kost yang sama, membuat mereka harus saling menerima perbedan sifat dan kebiasaan. Cerita ini murni pemikiran ku sendiri, yang terinspirasi dari Xo...