Di dalam ruang rawat mewah yang luas, suasana terasa sunyi namun dipenuhi dengan kekhawatiran yang tak terucapkan. Lampu-lampu modern menerangi ruangan dengan lembut, memantul di lantai marmer yang mengilap, menciptakan nuansa yang tenang namun penuh dengan kecemasan. Ruangan ini dirancang khusus untuk cucu pemilik rumah sakit, Jevian, dengan peralatan medis canggih yang mengelilingi tempat tidurnya. Setiap alat diletakkan dengan cermat, memastikan setiap detail kesehatannya terpantau secara menyeluruh. Jevian baru saja dipindahkan dari IGD setelah mengalami mimisan hebat yang membuatnya tak sadarkan diri.
Jevian terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, tubuhnya tampak pucat dan keringat dingin membasahi dahinya. Kini, ia sudah mengenakan pakaian pasien rumah sakit berwarna biru muda, yang sudah akrab di tubuhnya setelah beberapa kali bolak-balik dirawat. Masker oksigen menutupi wajahnya, memberikan bantuan pernapasan yang masih terasa berat dan terengah-engah. Kabel-kabel elektroda menempel di dadanya, terhubung ke mesin EKG yang memantau detak jantungnya dengan stabil. Kanula infus tertancap di punggung tangan kirinya, dan cairan serta obat-obatan mengalir perlahan, membantu memulihkan kondisinya. Meskipun Jevian sudah sadar sejak berada di IGD, tubuhnya terasa sangat berat dan lemas, membuatnya sulit untuk bergerak atau berbicara.
Di sekelilingnya, keluarganya berkumpul dalam keheningan yang sarat akan kekhawatiran. Davian berdiri di samping tempat tidur, wajahnya terlihat tegang meskipun dia berusaha menyembunyikannya di balik sikap tenang. Jari-jarinya sedikit gemetar saat ia meletakkan tangannya di sisi ranjang, seakan berharap sentuhan itu bisa menguatkan Jevian dan memberinya kekuatan. Sesekali, Davian menyapu pandangannya ke arah mesin EKG, memastikan bahwa detak jantung Jevian tetap dalam batas aman.
Di sebelahnya, Tirany, yang tadinya terus-menerus menangis saat Jevian belum sadarkan diri, kini tampak sedikit lebih tenang. Meskipun kekhawatirannya belum hilang sepenuhnya, dia sudah bisa mengendalikan emosinya setelah melihat Jevian sadar dan dipindahkan ke ruang rawat. Namun, tangannya masih menggenggam erat tangan Jevian, seolah takut kehilangan, dan wajahnya tetap menunjukkan sisa-sisa kecemasan yang belum sepenuhnya sirna. Walau air matanya sudah berhenti mengalir, matanya masih terlihat bengkak. Ia mengusap lengan Jevian dengan lembut, mencari ketenangan dari sentuhan itu, meskipun perasaan cemas masih menghantui hatinya.
Yuniar duduk tenang di samping Tirany, meskipun dari sorot matanya terlihat jelas bahwa ia berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. Sebagai adik dari Davian, Yuniar memiliki hubungan yang sangat dekat dengan keluarga ini, sehingga dukanya terasa begitu mendalam. Yuniar yang selalu menjadi sosok penuh kasih dan perhatian, kini berusaha keras untuk mendukung kakaknya dalam situasi yang begitu menekan ini. Di belakangnya, Satya, suami Yuniar yang berarti juga adalah om dari Jevian, berdiri dengan lembut memijat pundak istrinya. Satya memberikan dukungan dalam kesunyian, menyadari bahwa kata-kata tidak lagi mampu menghapus kekhawatiran yang melingkupi ruangan ini. Ia menatap Jevian dengan rasa empati yang begitu besar, merasa berat melihat keponakannya dalam keadaan seperti ini.
Tak jauh dari sana, opa dan oma berdiri dengan raut wajah penuh kasih dan kecemasan. Opa, yang biasanya tegar dan penuh wibawa, kini tampak rapuh. Kedua tangannya tergenggam erat di depan dada, seakan berdoa dalam hati untuk kesembuhan cucu kesayangannya. Dengan penuh harapan dan kekhawatiran, opa mengamati Jevian dengan tatapan yang menunjukkan betapa dalamnya rasa cinta dan perhatiannya. Oma, yang berdiri di sampingnya, memegang tangan suaminya erat-erat. Matanya tak pernah lepas dari wajah Jevian yang tampak lemah di balik masker oksigen. Oma sering kali mengelus tangan suaminya, mencari kekuatan dari kehadiran pria yang selalu menjadi sumber kekuatan dan ketegaran dalam hidupnya.
Sementara itu, Nathan berdiri di dekat tempat tidur, menatap Jevian dengan ekspresi cemas yang sulit disembunyikan. Dari kecil, mereka selalu bersama, begitu dekat hingga sering dianggap seperti anak kembar. Setiap kali Jevian sakit, Nathan adalah orang yang paling merasakan kekhawatiran itu. Matanya memancarkan rasa sayang dan kepedulian yang tulus, berharap tanpa henti agar saudaranya segera pulih. Bagi Nathan, Jevian bukan hanya saudara, tapi bagian dari dirinya sendiri, dan kehadirannya di sini adalah caranya menunjukkan bahwa ia akan selalu ada, di setiap langkah, dalam setiap momen sulit yang harus mereka hadapi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVNATHAN || JENO × JAEMIN
Teen FictionDILARANG PLAGIAT !!! ❌ Bagi yang belum baca cerita "MY FAMILY MY DOCTOR", disarankan buat baca cerita itu dulu sampai selesai ya karena cerita ini lanjutan dari cerita itu👌🏻