Ruangan poli jantung menyelimuti mereka dengan keheningan, hanya dipecahkan oleh suara lembut dari mesin medis yang beroperasi di latar belakang. Dindingnya berwarna putih bersih, dihiasi poster-poster anatomi jantung dan informasi kardiovaskular. Di sudut ruangan, sebuah mesin Rontgen besar berdiri kokoh, siap untuk memindai tubuh pasien dengan sinar-X. Mesin EKG dengan kabel-kabel berwarna-warni menggantung di dekatnya, menunggu untuk digunakan. Di meja dokter yang terletak di samping tempat tidur pemeriksaan, terdapat tumpukan berkas medis dan monitor yang menampilkan grafik detak jantung pasien.
Seorang remaja laki-laki berusia awal dua puluhan duduk di tepi tempat tidur pemeriksaan, mengenakan baju rumah sakit yang terasa dingin dan tidak nyaman. Wajahnya menampilkan kecemasan mendalam, meskipun ia berusaha tersenyum kepada orang tuanya yang duduk di sudut ruangan. Orang tuanya, Davian dan Tirany, tampak cemas, saling berpegangan tangan sebagai bentuk dukungan.
Dokter spesialis jantung, Jeffran, yang juga merupakan kakak kandung Jevian, berdiri di dekat mesin Rontgen, mempersiapkan alat untuk pemeriksaan. "Mungkin lebih baik kalau mama sama papa tunggu di luar dulu," katanya lembut namun tegas, meminta orang tuanya, Davian dan Tirany, untuk meninggalkan ruangan. Mereka saling menatap sejenak sebelum mengangguk dan perlahan berjalan keluar, meninggalkan putra bungsu mereka di bawah pengawasan Jeffran.
Setelah Davian dan Tirany meninggalkan ruangan, suasana menjadi lebih hening. Jevian, yang duduk di tepi tempat tidur pemeriksaan, menatap kakaknya dengan perasaan cemas dan pasrah. Jeffran menghampiri adiknya, wajahnya tetap tenang meski di dalam hatinya ada perasaan yang sama.
"Kita mulai sekarang ya, dek?" ujar Jeffran lembut, sembari menyiapkan peralatan di dekat mesin Rontgen. Dia kemudian menunjuk ke tempat tidur pemeriksaan yang dilengkapi bantalan tipis, terbuat dari bahan yang keras dan dingin, biasa digunakan untuk memastikan posisi tubuh pasien tetap stabil selama pemeriksaan. "Adek bisa berbaring di sini, ya," lanjutnya.
Jevian dengan hati-hati merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur pemeriksaan tersebut. Sensasi dingin dari permukaan logam di bawah punggungnya terasa menusuk, menambah ketidaknyamanan yang ia rasakan. Tangannya sedikit gemetar saat merapikan posisi tubuhnya di bawah instruksi Jeffran. Perasaan tidak nyaman menyelimutinya, bukan hanya karena dinginnya ruangan atau kekakuan kasur pemeriksaan, tetapi juga karena kecemasan yang mendalam tentang apa yang akan ditemukan dari hasil Rontgen kali ini.
Jeffran dengan hati-hati memposisikan Jevian di bawah lengan Rontgen yang besar, sebuah alat berstruktur melingkar yang menggantung di atasnya. Alat ini terlihat seperti lengkungan logam tebal, dengan panel datar di ujungnya yang mengarah langsung ke dada Jevian. Lengan Rontgen ini dirancang untuk bergerak dengan presisi, menyesuaikan sudut dan jaraknya untuk mengambil gambar paling jelas dari organ dalam.
Jevian menatap ke atas, melihat panel tersebut menggantung rendah di atas tubuhnya, seolah-olah siap menelusuri setiap detail di dalam dirinya. Jeffran menyesuaikan posisi alat dengan teliti, memastikan setiap sudutnya tepat untuk mendapatkan gambar yang akurat. Lengan Rontgen ini akan memancarkan sinar-X melalui tubuh Jevian, menangkap gambar organ-organ vitalnya di layar monitor di ruang kontrol.
"Tenang aja, Dek," ujar Jeffran lagi, mencoba menenangkan adiknya yang jelas-jelas gugup. Dia lalu mengatakan pada Jevian bahwa Jevian hanya perlu berbaring diam selama beberapa detik saat gambar diambil.
Jevian menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang mulai berdegup kencang. Proses ini bukanlah hal baru baginya, tetapi ketegangan dan kekhawatiran tetap ada setiap kali ia menjalani pemeriksaan medis. Lengan logam itu, dengan segala kompleksitas dan kecanggihannya, terasa seperti sesuatu yang asing dan menakutkan, meskipun ia tahu itu dirancang untuk membantunya.
Mesin Rontgen mulai bersuara pelan saat diaktifkan. Suara dengungan halus terdengar ketika lengan Rontgen mulai beroperasi, memancarkan sinar-X yang menembus tubuh Jevian, mengambil gambar detail jantungnya dari sudut yang telah ditentukan. Jeffran mengambil posisi di samping monitor kontrol, matanya fokus pada layar yang akan menampilkan gambar-gambar jantung Jevian. "Dek, tarik napas dalam-dalam dan tahan sebentar, ya," perintah Jeffran dengan nada penuh perhatian. Jevian mengikuti instruksi, menarik napas panjang dan menahannya, merasa sedikit tertekan oleh sensasi dingin dari alat-alat yang menempel di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEVNATHAN || JENO × JAEMIN
Teen FictionDILARANG PLAGIAT !!! ❌ Bagi yang belum baca cerita "MY FAMILY MY DOCTOR", disarankan buat baca cerita itu dulu sampai selesai ya karena cerita ini lanjutan dari cerita itu👌🏻