(7) Luka Yang Tak Terlihat🩺

1.3K 136 17
                                    

Setelah tidur siangnya yang panjang, Jevian perlahan-lahan mulai mengumpulkan energinya untuk bangkit dari ranjangnya yang empuk. Dengan gerakan yang lamban dan malas, dia menggulingkan tubuhnya ke pinggir ranjang. Wajahnya tampak lesu dan matanya masih mengantuk, menandakan bahwa dia baru saja bangun tidur. Suasana kamar yang nyaman, dengan cahaya lembut sore yang mulai merembes melalui jendela, memberikan rasa tenang dan hangat. Setelah seharian hujan, langit yang tadinya mendung kini mulai menunjukkan tanda-tanda cerah. Awan-awan gelap perlahan-lahan menyingkir, meninggalkan langit sore yang terang dengan nuansa keemasan yang lembut. Meskipun tidak ada sinar matahari yang menyilaukan, cahaya alami sore hari yang redup menciptakan suasana yang menyenangkan dan menenangkan di dalam kamar.

Jevian perlahan-lahan duduk di tepi ranjang dan memandang sekeliling kamar yang tenang, menyesuaikan diri dengan keadaan. Setelah merasa cukup siap, dia berdiri dan berjalan menuju balkon kamarnya. Udara sore yang segar menyapa wajahnya, dan dia menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara luar yang dingin.

Ketika Jevian melirik ke halaman rumah, dia melihat mobil papanya, Davian, dan kakaknya, Jeffran, sudah terparkir di depan rumah. Melihat mobil mereka sudah tiba di rumah, membuatnya merasa senang. Dia tahu bahwa papanya dan kakaknya pasti sudah pulang, dan dia sangat merindukan mereka. Dengan semangat baru, dia kembali masuk ke kamarnya dan berjalan menuju pintu untuk turun ke lantai bawah.

Setelah turun dari kamar, Jevian melangkah menuju ruang keluarga dengan hati-hati. Langkahnya pelan, dan dia mencoba untuk tidak membuat suara agar tidak mengganggu suasana. Begitu sampai di ruang keluarga, Jevian melihat Davian dan Tirany sedang duduk di sofa, terlibat dalam percakapan yang tampak serius. Ekspresi mereka menunjukkan ketegangan, dan suasana di ruangan terasa tegang.

Davian tampak gelisah, dengan tatapan yang tampak kosong dan tangannya yang sesekali bergetar. “Aku terus-menerus merasa cemas,” katanya dengan suara rendah, namun Jevian tidak bisa menangkap semua kata-katanya dengan jelas dari jarak itu. “Semua rasa takut itu kembali datang.”

Tirany merespon dengan lembut, menggenggam tangan Davian dengan penuh pengertian. “Aku paham. Kamu sudah berusaha keras, dan aku tahu betapa beratnya perasaan kamu, Mas. Kita harus terus berusaha, terutama saat-saat seperti ini. Jevian butuh kamu juga, dan kita semua harus tetap kuat.”

Davian mengangguk perlahan, meski wajahnya masih menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. “Kecemasan ini membuatku sulit fokus. Aku hanya merasa takut akan kehilangan Jevian lagi.”

Jevian, yang mendekat, mulai mendengar potongan-potongan percakapan mereka, namun tidak bisa memahami sepenuhnya. Begitu dia tiba di ruangan, dia menatap kedua orang tuanya dengan rasa ingin tahu. “Mama sama papa lagi ngomongin apa sih barusan? Kok kelihatannya serius banget?” tanya Jevian, dengan nada yang penuh perhatian.

Davian dan Tirany langsung terkejut oleh kehadiran Jevian yang tiba-tiba. Mereka berhenti berbicara dan wajah mereka menunjukkan ekspresi terkejut. Davian tampak sedikit tertekan, sementara Tirany segera berusaha untuk menyembunyikan kekhawatirannya dengan senyum lembut. Suasana di ruang keluarga yang sebelumnya tegang menjadi lebih canggung saat Jevian bergabung. Davian menundukkan kepala, sementara Tirany mencoba mengalihkan perhatian Jevian dengan nada yang lebih ceria.

Tirany segera mengubah ekspresinya menjadi senyuman yang hangat dan mencoba mengalihkan perhatian Jevian dari topik yang serius. Namun, senyum itu tampak sedikit dipaksakan, seolah-olah dia mencoba menutupi sesuatu. “Oh, nggak ada apa-apa, sayang. Ini cuma masalah kerjaan papa yang perlu dibahas. Ini urusan orang dewasa. Nggak ada yang perlu adek khawatirkan."

Davian, yang duduk di samping Tirany, hanya menatap ke depan dengan wajah datar tanpa ekspresi. Matanya tampak kosong, seolah ada sesuatu yang dia pendam dalam-dalam. Dia tidak berani menatap Jevian, seolah-olah perasaannya terlalu berat untuk diungkapkan.

JEVNATHAN || JENO × JAEMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang