Akhir-akhir ini Nadira merasa sangat lelah. Entah ini kali keberapa dia menerima paket teror dan chat mengancam. Berapa kali Nadira memblok nomor peneror itu tapi selalu ada nomor baru yang memberi pesan ancaman lagi. Ia bingung sebenci apa peneror itu sampai terus meneror ia dengan terus-menerus.
“Nadira! Lo dipanggil Haya, katanya dia butuh bantuan. Temuin dia di depan toilet”
Setelah mengatakan hal itu, perempuan berkacamata itu segera pergi tanpa menghiraukan balasan Nadira. Ia seakan terburu-buru dan dikejar sesuatu.
“Haya? Ngapain dia butuh bantuan gue?” kening Nadira mengernyit bingung.
Nadira menggeleng pelan dan bergegas menuju toilet menghampiri Haya. Selama ini yang masih baik kepadanya di kelas hanya Haya. Jadi kalo Haya butuh bantuan ia akan berusaha membantu.
Sampai di depan toilet yang lumayan sepi, ia langsung masuk dengan mendorong pelan pintunya. Matanya menelisik sekeliling mencari tahu dimana keberadaan Haya.
“Haya! Lo dimana?” panggil Nadira seraya mengetuk setiap bilik toilet.
“Ra..Nadira! Gue di sini!” seru lemah seseorang dari sebuah bilik membuat Nadira bergegas mendatangi bilik itu.
“Haya! Lo katanya butuh bantuan gue? Lo baik-baik aja kan di dalam?”
“Gu-gue gak tau”
“Lo kenapa, Haya? Keluar dulu deh biar gue tau Lo kenapa?”
Nadira mulai cemas mendengar suara lemah Haya yang terbata-bata dan sedikit bergetar seakan gadis itu baru saja menangis. Ia mengetuk bilik tempat Haya dengan tidak sabar. Hingga bilik itu terbuka dan Haya keluar dengan kepala tertunduk.
“Lo baik-baik aja?” tanya Nadira begitu Haya keluar.
Terlihat di mata Nadira, Haya yang memiliki rambut acak-acakan bahkan sebagian seperti bekas terpotong. Bajunya juga kotor dan banyak sobekan hingga roknya. Nadira tidak tahu kenapa Haya sampai terlihat seperti ini. Ia hanya menduga kalau Haya di rundung.
“Siapa yang ngelakuin ini Haya?!” sentak Nadira seraya memegang bahu Haya kuat. Sungguh Nadira tidak suka dengan perundungan. Ia merasa itu tindakan yang sangat pengecut dengan melukai orang lain.
Mulut Haya membisu dengan kepala yang terus tertunduk. Tangannya terangkat sembari terlihat gemetaran. Nadira melihat apa yang dipegang Haya di tangannya. Sebuah gunting, tanpa pikir panjang Nadira langsung merampas gunting itu.
“Jangan takut Haya, gue gak akan biarin orang yang ngelakuin ini ke Lo bebas. Sekarang Lo bilang ke gue siapa orang itu, biar gue bisa ngelaporin ini ke BK”
Brakk!!
“Nah di sini nih katanya ada perundungan!” teriak seorang perempuan paling depan.
Segera saja banyak orang berduyun-duyun masuk ke dalam ruangan toilet hingga sempit. Mereka berkumpul di depan pintu masuk dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.
Belum sempat Nadira bereaksi dengan kehadiran orang-orang itu uang tiba-tiba. Terdengar suara seseorang jatuh ke lantai. Haya yang terlihat menyedihkan tadi semakin menyedihkan dengan air mata yang mengalir dan isakan tertahan membuat orang merasa kasihan.
“Gue udah bilang maaf Nadira tapi kenapa Lo nyakitin gue gini” ucapnya dengan suara bergetar dan meratap dengan menyedihkan membuat mulut Nadira ternganga.
“Maksud Lo apa? Gue gak paham?” Nadira bingung dengan apa yang terjadi.
“Lo pasti marah kan ke gue karena gue bilang gue tunangan Tama? Tapi gue gak ada maksud ngerebut Tama dari Lo kok Nadira. Kenapa Lo malah nyiksa gue gini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ziratama Obsession [TELAH TERBIT]
Подростковая литератураCERITA MASIH LENGKAP! Niat awal Nadira hanya ingin bermain-main, ia tidak seserius itu ingin mengejar Tama. Nadira hanya merasa tertantang karena mengira Tama yang belok atau gay. Terlebih taruhan yang ia adakan dengan salah satu sahabatnya membuat...