Brakk!!
Tama membanting pintu sebuah rumah yang sangat besar. Ia berjalan dengan langkah cepat dan raut datar yang menghiasi wajahnya. Tapi dibalik itu tersimpan amarah dan emosi yang membawa di dadanya.
“Lo udah datang?” tanya seorang perempuan dengan suara lembut dan senyum manis. Gadis itu bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Tama dengan antusias.
Melihat senyum gadis itu, Tama semakin muak dan benci. Ia benci senyum gadis yang menyakiti orang yang disayanginya. Ia benci melihat senyum orang yang penuh dengan dusta.
Tanpa berbasa-basi, Tama langsung mencengkram leher Haya. Matanya menatap bengis gadis yang masih tersenyum bahkan ketika nafasnya tersenggal.
“Bagaimana kejutan gue? Me-menyenangkan bu-bukan, haha” ucapnya sembari terbata dan tertawa puas.
“Lo gila!” desis Tama.
“Hah! Gu-gue gila juga karena Lo!” ucap Haya dengan susah payah karena cengkraman Tama makin erat.
“TAMA! APA-APAAN KAMU?! LEPASIN HAYA!” bentak seorang lelaki paruh baya yang memiliki sedikit kemiripan dengan Tama.
Mendengar itu Tama terkekeh dan menatap tajam Haya. “Pembela Lo datang. Tapi jangan harap Lo bisa tenang, gue gak akan biarin Lo bebas gitu aja!” ancam Tama.
Setelah mengatakan itu, Tama langsung pergi dari rumah itu tanpa menghiraukan teriakan lelaki paruh baya itu. Ia hanya ingin menenangkan gadisnya itu.
Tanpa membutuhkan waktu lama, Tama sudah memarkirkan motornya di halaman rumah Nadira. Ini kali pertamanya bertamu ke rumah Nadira dan tidak akan menjadi yang terakhir.
“Masuk den”
Bibi yang membukakan pintu, segera mempersilahkan Tama masuk ke dalam rumah karena lelaki itu bilang ingin bertemu Nadira. Memasuki ruang tamu, mata Tama melirik sebuah paket yang terbungkus rapi di atas meja.
“Aduhh...ini pasti paket teror itu lagi, pasti mamang lupa buat ngebuang. Jangan sampai non Nadira liat” ucap bibi itu panik mengambil paket itu.
“Teror apa?”
“Itu den, beberapa hari ini non Nadira sering dikirimin paket teror. Kadang isinya hewan mati yang berdarah-darah. Enggak tau siapa yang ngirim. Bibi kasihan sama non Nadira, kok ada orang sejahat itu sama non Nadira” keluh bibi itu dengan raut sedih.
Haya! Lo benar-benar keterlaluan. Tama geram dengan apa yang dilakukan Haya. Tanpa perlu menebak lagi ia sudah tahu kalau pelakunya pasti Haya.
“Aden langsung ke kamar non Nadira aja, tapi pintunya jangan di tutup. Non Nadira tadi kurang enak badan katanya”
Tama mengangguk dan menaiki tangga satu-persatu hingga tiba di depan pintu bertuliskan nama Nadira. Ia mendorong pintu itu dan menemukan Nadira yang sedang tertidur dengan selimut hingga ke lehernya.
Perlahan Tama berjongkok di depan Nadira yang tertidur. Tangannya menyentuh kening Nadira yang terasa panas. Gadis itu juga terlihat sangat pucat. Hati Tama sangat sakit melihat gadisnya yang seperti ini.
“Maaf” bisiknya.
“Tama..” gumam Nadira dengan lemah ketika merasakan kehadiran Tama.
“Hm..”
“Gue gak salah, kenapa mereka gak dengerin gue sedikit aja”
“Gue juga gak ngerti kenapa Haya seolah menunjukkan kalau gue yang merundungnya”
“Mereka gak perlu percaya, gak penting. Tapi gue percaya Lo” ucap Tama dengan penuh keyakinan. Ia memegang tangan Nadira erat menyalurkan kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ziratama Obsession [TELAH TERBIT]
Teen FictionCERITA MASIH LENGKAP! Niat awal Nadira hanya ingin bermain-main, ia tidak seserius itu ingin mengejar Tama. Nadira hanya merasa tertantang karena mengira Tama yang belok atau gay. Terlebih taruhan yang ia adakan dengan salah satu sahabatnya membuat...