Hari weekend hari dimana harusnya kebanyakan orang berlibur dan berisitirahat dari kesibukan.
Namun, tidak dengan Luna, dari pagi hari tadi ia sudah berkutat dengan pekerjaannya sebagai florist.
Athena florist, tempat dimana ia bekerja. Jika pada hari-hari weekday ia akan bekerja paruh waktu, maka pada hari-hari weekend seperti sekarang, ia akan bekerja full day.
Sebenarnya Luna ingin berlibur dan nongkrong kayak remaja seusianya, tapi dia hanya libur dihari Minggu, itupun biasanya ia pakai untuk rebahan seharian.
Tring...
Lonceng dari pintu masuk toko bunga itu berbunyi, menandakan adanya pelanggan yang datang.
Luna yang sedang membuat bucket bunga. Bergegas menyimpan bunga itu, dan segera berdiri lagi didepan meja kasir.
"Selamat datang di 'Athena Florist', mau cari bunga yang seperti apa kak?"
Senyum yang terpatri dari awal lonceng berbunyi, seketika hilang, digantikan dengan raut terkejutnya.
Pelanggan itu merupakan sepasang cewek cowok yang Luna yakin pasti mereka berdua pacaran.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dari dua orang itu, hanya saja Luna mengenal cowok yang sedang berdiri didepan meja kasirnya dengan senyum tengil itu.
Dia Redito Dirham, atau yang biasa di panggil Dito. Teman bahkan sahabat dari Daksa.
"Lo kerja disini Lun?"
Dito memperhatikan toko bunga itu.
"Iya kak."
"Beb, kamu kenal dia?" Ucap cewek yang berdiri disamping Dito dengan muka cemberut.
"Oh dia mah dedek gemasnya si Daksa sayang."
"Kamu cemburu yah?" Ujar Dito sambil mengusap pelan wajah cewek itu.
Luna yang memperhatikan itu agak geli dikit, bukan dikit deng dia geli sekali, hampir mau muntah.
"Oh iya Lun, cariin bunga yang cocok buat cewek cantik disebelah gue ini dong."
Cewek yang disamping Dito yang Luna kenali sebagai kakak kelasnya juga itu tersenyum malu, mendengar pujian dari Dito.
"Kok lo malah bengong sih, ayok buatin cepat pesanan kita", ucap cewek itu ketus pada Luna.
Luna yang mendengar itu hanya tersenyum maklum. Songong juga cewek ini.
"Baik kak, kalau untuk pasangan kami punya beberapa pilihan bunga."
"Ada bunga mawar merah, lily, tulip, anggrek, gerbera, daisy, dan anyelir."
"Kakaknya mau yang mana?" Jelas Luna dengan senyum ramah.
"Banyak amat pilihannya."
"Gini aja deh Lun, lo pas lihat cewek gue ini langsung kebayang bunga apa?" Tanya Dito.
Luna tersenyum maklum, udah banyak pelanggan modelan Dito ini. Luna ini penjual bunga yah, bukan penerawang aura. Tapi dengan tenang Luna menjawab.
"Gimana kalau bunga raflesia aja kak?"
"Rafflesia dianggap sebagai simbol keberanian, keunikan, dan keindahan, cocok banget sama pacar kakak yang cantik ini."
Cewek itu tersenyum malu-malu kuda mendengar ucapan Luna. Sedangkan Dito menyeringitkan dahinya, rafflesia bukannya bunga yang mengeluarkan aroma busuk itu yah. Lagipula seingatnya bunga itu kan nggak dijual. Walaupun sering bolos, ia cukup kuat kok ingatannya tentang pelajaran.
Baru saja akan menjawab Luna, bunyi lonceng dari pintu masuk membuat Dito secara reflek menoleh ke arah pintu tersebut.
Mata Dito terbelalak melihat siapa yang masuk ke toko bunga ini. Pelanggan yang ternyata cewek itu juga terlihat kaget melihat keberadaan Dito.
"Loh Dito, kamu ngapain disini?"
Dito dengan cepat melihat kearah Luna, seolah meminta tolong. Luna yang emang otaknya agak lemot, tidak menangkap sinyal dari Dito.
"Kamu kenal dia sayang?"
"Dia siapa? Anak pembantu kamu yah?" Ucap cewek yang disamping Dito.
"Maksud lo apa anjing?" Cewek yang baru datang itu dengan cepat sudah sampai didepan Dito.
"Ih dia ngomong kasar, Mia nggak suka", cewek yang disamping Dito yang ternyata bernama Mia itu memberenggut tak suka.
"Dih sok banget lo."
"Dito mending lo jelasin sekarang, bukannya Mia nama anjing lo?"
"Sekarang kenapa jadi manusia?"
"Satu-satu bjir", ucap Dito sambil menggaruk kepalanya.
"Lo ngapain disini?"
"Menurut lo? Kalau ke toko bunga yah beli bunga bego", jawab Mia.
"Eh gue tanya Dito yah jalang, bukan lo."
"Siapa yang lo panggil jalang hah?"
"Punya kaca kan, ngaca dulu sono, lo yang jalang!"
"Bacot lo anjing", cewek yang baru datang itu langsung menjambak rambut panjang Mia.
Mia yang tidak terima pun, mulai membalas dengan menjambak juga. Suasana menjadi chaos.
"Lun, bantuin gue Lun. Pisahin mereka", Dito sedikit berteriak pada Luna, karena agak kewalahan memisahkan dua cewek ini.
Kedua cewek itu masih saja bertengkar, bahkan beberapa bunga sudah berantakan serta ada juga beberapa pot bunga yang pecah.
Luna yang sudah bersiap untuk menyalakan kameranya, untuk jaga-jaga kalau dua cewek ini enggak mau tanggung jawab pas selesai berantem nanti, mengurungkan niatnya.
"Aku enggak berani yah kak."
"Kakak misahin sendiri aja, siapa suruh punya pacar banyak."
Dito pasrah, dengan sekuat tenaga ia menarik kedua cewek itu dan memisahkan keduanya.
"Mia, Salsa udah."
Cewek yang baru datang yang ternyata bernama Salsa itu, melayangkan tatapan permusuhan pada Mia.
Dengan cepat ia mengalihkan pandangannya pada Dito.
"Dit, jawab jujur lo kesini mau beli bunga buat siapa?" Ucap Salsa dengan tajam.
Dito menghembuskan nafas sebentar.
"Bunganya mau gue bawa ke pemakaman."
Salsa yang daritadi masih menggebu, menjadi bingung.
"Hah? Siapa yang meninggal?"
"Perasaan gue ke lo."
"Kita putus yah", ucap Dito lalu keluar dari toko bunga itu, setelah meletakkan beberapa lembar uang di meja kasir Luna.
Luna yang masih shock melihat kepergian Dito dan Mia, mulai mencerna keadaan. Ia lalu kembali melihat ke arah Salsa. Sungguh cewek yang malang.
"Maaf kak, ada yang bisa dibantu?" Luna bertanya dengan kikuk.
"Gue mau beli bunga bangkai sama bunga kuburan, kirim ke mereka berdua."
"Kalau bisa se setan-setannya lo kirimin", ucap Salsa dengan raut penuh dendam.
Luna bingung, perasaan dia jualan bunga, bukan dukun deh.
![](https://img.wattpad.com/cover/352178757-288-k260659.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA
Teen FictionRaden Daksa Wardhana. Mendengar namanya saja sudah bisa membuat warga SMA Bhumika bergidik ngeri. Berandalan terkenal seantero sekolah, yang sayangnya sangat tampan. Daksa. Satu nama yang amat dihindari oleh siswa-siswi SMA Bhumika, termasuk Lun...