DAKSA | DUA

16 12 0
                                    

"Lun, lo udah tahu yang namanya kak Daksa belom?" Tanya Namira yang baru kembali dari kantin.

"Belom Mir, dari kemarin aku cari-cari sosmednya enggak ada."

"Dia kayaknya kagak main sosmed deh."

"Kenapa kamu enggak nunjukin langsung aja sih ke aku?", Omel Luna.

Sudah dari pertama ia mendapatkan tugas osis dari Reyza, untuk meminta kakak kelasnya yang bernama Raden Daksa Wardhana itu untuk menjadi model disalah satu program kerja osis mereka. Ia meminta Namira untuk mengantarkannya menemui cowok itu.

Namun Namira dengan gelagapan beralasan, "Yang benar aja lo, gue masih mau hidup tentram di sekolah ini."

Dari jawaban Namira itu, ia jadi bertanya-tanya kenapa hampir seluruh teman-teman osisnya takut pada kakak kelas bernama Daksa itu.

Luna bukannya tidak tahu cowok itu, ia kenal namanya, bahkan semua siswa-siswi SMA Bhumika tahu siapa cowok itu. Tapi, Luna belum pernah melihat langsung wajah dari kakak kelasnya itu.

"Emang dia seram banget yah Mir?"

"Seram banget lah bego."

"Lagian lo kayaknya dijadiin tumbal deh sama senior yang lain", Namira meringis.

"Kok gitu?"

Namira menatap miris sahabat barunya ketika SMA ini, kasihan juga cewek polos nyerempet bego kayak Luna, yang harus berurusan dengan Daksa, kakak kelas mereka yang sangat menyeramkan.

"Dia suka makan orang Lun."

"Tapi dia banyak yang suka."

Seakan mendapatkan ide cemerlang, Namira menjetikkan jarinya.

"Oh iya, kan ada sosmed fanbasenya kak Daksa", Namira mengeluarkan ponselnya.

"Nah, yang ini dia."

"Assalamualaikum..."

Belum sempat Namira memberi ponselnya pada Luna, guru pengisi mata pelajaran selanjutnya pun datang.

[ D A K S A ]

"Mir udah belom?"

Luna mengecek ponselnya, memeriksa apakah ada pesan dari group osis atau tidak. Bel pulang sudah berbunyi dari setengah jam yang lalu.

Dia ada rapat osis sekarang, jadi tidak bisa langsung pulang. Luna dan Namira berniat langsung ke ruang osis tadinya, tapi tiba-tiba saja perut Namira mules, dan berakhirlah mereka di toilet perempuan sekarang.

Alih-alih mendapat jawaban, yang ia dengar malah bunyi ponsel dari Salah satu bilik toilet.

"Mir, kamu BAB, apa mau joget Tikok sih?" Tanyanya emosi.

Namira sudah 20 menitan di bilik toilet itu, daritadi ia mendengar suara dari ponsel cewek itu. Pastilah Namira membuang hajatnya sambil scroll Tiktok.

"Sabar bentar lagi."

Tak lama Namira pun keluar.

"Jorok banget kamu."

"Halah kayak lo enggak aja."

"Udah buruan, nanti kita ditungguin ayang Reyza", ujar Namira.

"Ayang-ayang, kak Reyza punya aku tuh."

"Kak Reyza kagak suka bocil halu kayak lo."

[ D A K S A ]

"Deadline proker banner peraturan berseragam ini emang masih lama. Soalnya banner sisa osis tahun lalu masih ada, tapi emang desainnya kurang menarik."

"Walaupun masih lama, pak Harto bilang, kalau bisa lebih cepat itu makin bagus, dan gue rasa, proker ini harus cepat-cepat diselesain. Karena masih banyak proker yang lebih berat dari yang ini", Reyza menatap satu-satu anggota osisnya.

"Apa ada kesulitan atau ada yang ingin ditanyain masalah proker kita yang satu ini?"

Anggota osis yang sedari tadi menyimak itu terdiam. Mereka rasa tidak ada yang perlu dipertanyakan. Mengingat daritadi ketua osis mereka sudah berbicara panjang lebar.

Jam juga sudah menunjukan pukul empat sore, sudah banyak yang tampak lelah juga ngantuk.

"Oke, sepertinya nggak ada yang mau ditanyain. Sebelum gue nutup rapat ini..." Reyza menggantungkan ucapannya, lalu ia menatap Luna.

"Luna gimana sama Daksa, lo udah nemuin dia?"

Seluruh atensi dari anggota osis sore itu, beralih dari Reyza ke Luna.

Luna yang merasa seluruh atensi untuknya itu, menjawab dengan gugup.

"Be.. belom kak."

Reyza mengangguk paham. Begitu juga anggota osis lain yang menatap Luna kasihan.

"Ok gapapa, pelan-pelan aja."

Selepas Reyza mengatakan itu, rapat pada sore hari itu akhirnya selesai.

"Lun, hari ini lo ke toko bunga nggak?" Tanya Namira.

"Enggak, hari ini aku izin", jawab Luna.

"Yaudah, pulang bareng gue yuk", ajak Namira, yang sudah menggandeng tangan Luna menuju parkiran.

"Ok, let's go si kull" Namira mulai meng-gas motornya, yang ia beri nama si kul itu.

[ D A K S A ]

Ditengah perjalanan pulang mengantarkan Luna kerumahnya, dua remaja itu melihat ada keributan didepan jalan raya sana.

"Wah anjir Lun, kayaknya ada tawuran deh", ucap Namira.

Didepan sana, ada puluhan remaja berpakaian putih abu-abu yang terlibat perkelahian. Ada yang membawa kayu, batu, bahkan tongkat baseball.

"Aduh, gimana dong Mir."

Luna panik, Namira lebih panik lagi. Lalu tak lama, ada bunyi sirine polisi dibelakang mereka. Senyum Namira merekah.

"Kita ikutin mobil polisi aja, aman."

Dengan bermodal nekat, Namira melajukan sepeda motornya dibelakang mobil polisi itu.

"Tapi kan kamu belum ada SIM, nanti kalau ditangkap polisi gimana?" Tanya Luna dengan suara keras.

"Aman, pak polisinya pasti lebih fokus ke yang tawuran", balas Namira dengan berteriak juga.

Ketika melewati area tawuran yang sudah agak lenggang gara-gara mendengar suara sirine polisi itu, mata Namira membulat.

"Lun, lo belom pernah lihat kak Daksa kan?"

Luna tidak menjawab.

"Yang lagi diamanin polisi itu, dia Raden Daksa Wardhana."

DAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang