Suasana di warung mami, yang menjadi tempat berkumpulnya anak-anak Prabu, cukup ramai sekarang.
Selain karena memang ini waktunya istirahat, juga karena ke-empat anggota inti Prabu yang sedari tadi tidak berhenti berceloteh. Lebih tepatnya tiga orang sih, Satya mah lagi sibuk sama ponselnya.
"Terus, terus gimana njing?" Awan yang paling bersemangat.
"Yah langsung gue putusin lah si Salsa", jawab Dito bangga.
Dito sedang menceritakan kejadian dua pacarnya bertemu di toko bunga tempat Luna bekerja kemarin.
"Wah anjing, buaya mah beda", Awan tepuk tangan takjub. Lalu ia melirik ke sampingnya kearah Rajif.
"Ajarin noh Dit, teman lo."
"Biar kagak jadi sadboy lagi."
Sedangkan Rajif yang namanya disebut langsung duduk mepet kearah Dito.
"Iya bro, bagi resepnya dong", ucap Rajif dengan muka serius.
"Si goblok, beneran ditanya dong", Ucap salah satu cowok disana, namanya Askar anak kelas XI, anggota geng Prabu juga.
"Kagak ada sopan-sopannya lo yak sama senior", sahut cowok lainnya sambil memelintir kepala Askar, dia Albert, anak Prabu juga kelas XII.
"Siap salah senior", Askar mengambil sikap hormat pada beberapa seniornya.
"Iya bang, tolong diajarin bang Rajif, kasian juga lama-lama gue liat dia", Yoga, anggota kelas X itu juga ikut menimpali.
Dito mengusap pelan bahu Rajif.
Aggota geng Prabu yang melihat sesepuh buaya ini akan membuka kelas percintaan, meninggalkan beberapa aktifitas mereka. Seperti bermain game, bernyanyi dan bermain gitar.
"Kalau untuk kasus lo, saran gue cuman satu", Dito menjeda ucapannya, sambil tersenyum.
Awan yang mendengar itu, dengan sigap memberikan buku dan pulpen pada Rajif.
"Catat Jif, catat."
Rajif dengan sigap juga, mengambil buku dan pulpen itu, lalu bersiap mencatat apa yang diucapkan Dito nanti.
"Asem nih mulut gue, beliin rokok dulu."
Rajif ini antara polos atau bego, mau-mau aja membelikan Dito rokok.
"Yog, beliin Dito rokok Yog", perintah Rajif pada Yoga.
Yoga menerima uang dari Rajif dengan ogah-ogahan, mentang-mentang dia masih kelas X, seenaknya diperintah terus.
"Lu yang mau konsultasi, gue yang repot bang."
"Sama sekalian kopi yah Yog", tambah Dito.
"Lah masa si Dito doang Jif, gue sebagai sohib sejati lo, masa kagak dibeliin?" Protes Awan.
Mendengar protesan dari Awan anggota Prabu yang lain pun ikut-ikutan protes juga, pengen dibayarin Rajif.
"Tolong jangan peras gue njir, gue kagak sekaya Daksa", air muka Rajif memelas.
"Halah, bapak lo aja yang punya stasiun TV njing, mustahil lo kehabisan duit."
"Udah abisin uangnya, ambil lagi sono di dompetnya", Awan terlihat semangat.
"Mami, hari ini kita dibayarin Rajif yah", masih dengan semangat Awan berteriak pada mami Mila.
Rajif hanya pasrah. Demi mendapatkan sang pujaan hati, apasih yang enggak.
Tak lama dari itu, Yoga datang membawa pesanan Dito.
"Ini yang mulia sepuh Dito."
"Terimakasih budak-ku", jawab Dito dengan senyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA
Teen FictionRaden Daksa Wardhana. Mendengar namanya saja sudah bisa membuat warga SMA Bhumika bergidik ngeri. Berandalan terkenal seantero sekolah, yang sayangnya sangat tampan. Daksa. Satu nama yang amat dihindari oleh siswa-siswi SMA Bhumika, termasuk Lun...