3. Satuan terkecil penuh makna

55 17 123
                                    

Setelah melihat sekilas soal-soal ujian yang rumit, Catrin merasa sedikit tertekan dan cenderung putus asa. "Namanya aja yang penuh makna, aslinya mah engga," gumamnya dalam hati. Perasaan mau melambaikan ke kamera karena tidak sanggup dan kebingungan mulai menghampiri pikirannya, membuatnya ingin menyerah dan menyerahkan lembar soal kepada Bu Erla.

Namun, sebelum Catrin sempat mengungkapkan keputusannya, Bu Erla memperhatikan keadaannya. "Catrin, kenapa diam saja? Kerjakan soalnya, kamu masih punya 40 menit waktu," tegur Bu Erla dengan penuh perhatian.

"Ia, Bu, ini juga mau di kerjakan buk ini soalnya gak bisa diganti?" Tanyaku dengan suara gemetar. Kan mana tau buk Erla mau ganti soalnya, tetapi apa buk Erla melototkan matanya menatapku tajam.

"Ia buk, maaf ini saya kerjakan."

"Aih," menarik nafas berat aku memutuskan untuk mencoba menyelesaikan soal walaupun dengan rasa mau menyerah dari tadi.

Dengan perasaan campur aduk antara keputusasaan dan tekad untuk mencoba, Catrin mulai memeriksa soal demi soal. Namun, ketika aku melihat soal yang mirip dengan long text dan semakin rumit, iyang ada malah membuatku merasa semakin tertekan. "Maasyaallah, melihat soalan yang benar benar persis long text," ucapnku sambil menggelengkan kepala, pelajaran Fonem itu seru yang tidak seru itu ujiannya.

Sama aja kyak ujian di rl, lebih parah sebenarnya.

Fonem: musuh kajian Fonologi.

"Apa aku bilang," gumamnya pelan sambil menatap lembar soal yang panjang dan rumit di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa aku bilang," gumamnya pelan sambil menatap lembar soal yang panjang dan rumit di hadapannya. Tangannya bekerja keras untuk menyelesaikan setiap soal, namun ada beberapa pertanyaan yang buat aku kebingungan bahkan aku tidak yakin jika apa yang ku jawab nantinya benar.

Dengan modal percaya diri aja dulu, Catrin menegaskan dalam hatinya, "Ini kalau selesai, beneran deh, kayaknya langsung pamer ke semua orang se-ASEAN bahwa aku bisa menyelesaikan soal Fonem tanpa bantuan Google, AI, dan contekan," tegas Cetrin dalam hatinya.

Sementara itu, Bu Erla duduk di depan Catrin, memperhatikan setiap gerak-geriknya dengan seksama. Posisi mereka yang berhadapan membuat ekspresi dan perasaan Catrin terlihat jelas di mata Bu Erla.

Setelah 30 menit berlalu, Catrin menyadari bahwa hanya tersisa 10 menit lagi sebelum waktu ujian berakhir. Dengan hati yang berdebar-debar, ia menyadari bahwa masih harus mengerjakan soal nomor 4 dan 5 yang menjadi tantangan terbesar baginya.

Akhirnya, dengan usaha dan konsentrasi yang maksimal, Catrin berhasil menyelesaikan seluruh soal ujian meskipun melewati batas waktu yang seharusnya. Meskipun lewat dari batas waktu 40 menit, ia merasa lega dan bangga karena mampu menyelesaikan ujian dengan baik dan tanpa menggunakan cara curang. Keberhasilan ini memberikan kepuasan dan kebanggaan baginya atas usaha keras yang telah dilakukan.

"Akhirnya," ujarku menyerahkan lembaran jawaban ke buk Erla.

Dengan senyum kecil, Buk Erla menyindir Catrin yang terlambat lagi pada hari Jumat. "Catrin, hari Jum'at telat lagi ya. Pas mata pelajaran saya kan enak, ujian di ruangan saya, diawasi secara pribadi, dan dapat ac lagi," celetuknya dengan nada ringan namun penuh makna.

Aku mengerti dibalik kata-kata tersebut, terdapat sentuhan humor yang membuat suasana menjadi lebih ringan meskipun menyindir keterlambatan Catrin. Buk Erla dengan bijak menggunakan kata-kata yang halus namun tajam untuk menyoroti kehadiran Catrin yang terlambat, sambil menegaskan bahwa ujian akan diawasi secara ketat dan ada kejutan (ac) yang menarik dalam ruangan ujian.

Dengan celetukan tersebut, Buk Erla berhasil menyampaikan pesan kepada Catrin dengan cara yang tidak terlalu keras namun tetap memberikan efek sindiran yang jelas. Sementara itu, Catrin menerima pesan tersebut dengan sikap yang bijak dan berusaha untuk belajar dari kesalahan keterlambatannya.
Dengan rasa penyesalan yang mendalam, Catrin mengakui kesalahannya kepada Buk Erla. "Maaf buk, saya tadi kesiangan," ucapnya sambil menundukkan pandangan, merasa bersalah atas keterlambatannya.

Buk Erla sebenarnya baik, dan dia dikenal sebagai sosok yang selalu mengingatkan dan memberikan sindiran kecil dengan menggunakan majas, seperti saat ini ia menggunakan majas ironi.

Meskipun disindir dengan ironi, aku beneran bisa menerima pesan tersebut bagaimana tidak yang mengajariinku dalam bermajas adalah Buk Erla sendiri.

Dengan nada tegas Buk Erla berkata. "Yasudah, kamu boleh keluar dan kembali ke ruanganmu." Perintah tersebut disampaikan dengan sikap yang menunjukkan bahwa kesalahan Catrin telah diakui dan diterima, serta memberikan kesempatan untuk kembali ke ruangan ujian.

Aku pun akhirnya keluar dari ruangan tersebut, dan kembali ke ruang kelasku.

An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang