Pelajaran tersulit di dunia ini adalah mengikhlaskan.
~Catrin.
"Husen, kamu sudah tahu belum kalau besok ada pemotretan jam 8 pagi? Jadi kamu harus on time ya, awas saja kalau besok kamu lama, aku nggak mau gantiin kamu," kataku sambil makan.
"Ia, bawel banget sih kamu," balas Husen.
"Kamu sering telat, Sen. Kalau kamu telat mulu, beneran bakal disantet Javian lho," ujarku memperingatkan.
"Wah, mulut kamu enteng banget ngomongnya. Lihat saja, besok aku nggak telat. Eh, besok siapa modelnya?" tanyaku sekedar ingin tahu.
"Ervan, kamu tahu kan si Ervan siapa," sahutku.
"Ervan siapa?" tanyaku, karena aku takut salah orang, soalnya banyak yang namanya Ervan.
"Ervan Danaran, Sen. Yang lagi terkenal itu," jelasku kembali.
"Ah, aku nggak tahu," ujarku sambil mengedit beberapa foto di laptop.
"Anjir, kamu baru keluar dari hutan rimba apa ya?" tanggapku dengan kesal.
"Bukan gitu, Jov. Emang aku nggak ngikutin dia aja," jelasku sejujurnya, karena memang aku tidak kenal siapa orang yang akan menjadi model besok.
"Oke, makasih infonya, gan," kataku.
"Idih gitu doang? minimal belikan nasi gorenglah."
Aku hanya melirik tajam ke arah Jovi tanpa berkata sepatah kata pun. Tatapan mataku yang dingin dan menusuk seolah-olah ingin menerkamnya.
"Matamu besetdah ngeri amat, bercanda gw. udahlah aku deluan pulang ya, elu masih lama di sini?"
"Masih," kini hanya ada di kantor ini sendiri mungkin sekitar 20 menit lagi aku akan pulang.
Malam ini aku belum sempat mengabari Catrin karena hari ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku. Sejenak aku memutuskan untuk menghentikan sebentar aktivitasku, lalu mengambil ponsel dan menghubungi Catrin. Aku ingin menanyakan bagaimana harinya hari ini.
Aku hanya membaca pesan Husen lewat notif.Aku sengaja tidak merespon pesannya. Itu keadaan ini tidak baik, baik saja.
"Cat," pesan masuk dari nomor seseorang yang aku sendiri tidak tahu."Aku, Ervan, aku dapat nomor kamu dari Maya."
"Kamu ga kangen gitu sama aku? setelah 4tahun, Catrin aku kembali."
Dan dengan seentang itu dia memaparkan kalimat.
"Cat, Halo. Dibaca doang pesanku?" Rumahmu kembali.
"Ga usah kembali. Aku ga nerima kamu lagi, ga ada kisah cinta kedua buat orang sama!" jelasku tanpa menyesal.
"Makasih, sudah menjelaskannya ke aku, aku maksa ya? Atau aku sangat jahat sampai kamu ga mau nerima aku lagi, sejahat itu ya aku Cat? Tapi mungkin emang pantassih aku engga baik buat kamu."
***
Ia melihatku seakan tidak merasa bersalah sama sekali.
"Kenapa?"
"Kau ngasih nomorku ke Ervan?"
"Yoiiy," mau bagaimana lagi mengelak juga tidak bisa, anjir pasti Ervan ngasih tau ke Catrin kalau aku yang memberikan nomornya ke Ervan.
"Elu kenapasih ngasih nomorku ke dia?"
"Sensi amat emang kenapasih?"
"Gw sengaja menghindar dari dia, dan elu dengan gampangnya ngasih nomor gw ke dia."
"Ya maaf, gw gak bermaksud, tapi ya gimana ya," terlalu susah untuk dijelaskan ke Catrin yang sebenarnya.
Awalnya aku tidak ingin memberikan nomor Catrin, namun karena Ervan sudah menjelaskan semuanya dan bermohon untuk memberikan nomor Catrin, akhirnya aku pun memberikannya.
Mau bagaimana, sudah terlanjur. Daripada aku dan Maya saling berdebat dan berantem, yang ada kami malah berantem. Jadi, aku meredakan emosiku. Aku langsung ke bangkuku tanpa basa-basi dan sepatah kata pun.
Aku tidak tahu harus mau ngapain lagi. Aku mengambil hpku yang berada di dalam tas.
Sekedar menghilangkan rasa bosan ini, mungkin saja nanti ada hiburan lewat berandaku.Tingg ... Ting ...
Suara pesan masuk beberapa pesan dari ...
KAMU SEDANG MEMBACA
An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)
Teen FictionNamun kamu menjadi tokoh yang begitu sempurna yang harus aku pamerin ke semua orang bahkan untuk semesta karena yang terbaik itu cuma kamu.