10. Paparazi

70 28 133
                                    

Aku tersenyum kembali melihat hasil foto yang ku tangkap di kameraku, wanita itu ternyata emang secantik itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku tersenyum kembali melihat hasil foto yang ku tangkap di kameraku, wanita itu ternyata emang secantik itu.

Ngomong-ngomong, Catrin tidak tahu kalau aku memotonya diam-diam dari belakang karena saat ini ia begitu fokus melihat pantai.

Ini saat yang tepat, aku memiliki kesempatan untuk mengambil fotonya. Mungkin ada 6 foto yang ku ambil diam-diam.

Tanpa aku beritahu ke Catrin, ini hanya sebagai ungkapan kagum kepada wanita tercantik itu.

Fungsi kamera Husen: Buat motoin Catrin.

"Selain senja, yang harus diabadikan di sini adalah tokoh utamanya yaitu Catrin."

"Catrin, mau jalan sore denganku?" Tawarku barang kali dia bosan, aku menjemput Catrin tadi dari tempat kerjanya jadi ia tidak membawa motor.

"Boleh deh," ucap Catrin sambil mengangguk. Mereka berdua, Husen dan Catrin, pun pergi dari pantai dan jalan-jalan sore tanpa arah tujuan yang jelas. Mereka hanya menikmati setiap langkah yang diambil, tanpa memikirkan arah tujuan kemana.

"Aaa," aku berteriak kecil-kecilan sambil merentangkan tanganku, membayangkan aku adalah seekor burung yang dapat terbang bebas kesana-sini tanpa batas, tanpa beban pikiran.

Sore ini menjadi healing terbahagia karena aku dibonceng oleh Husen. "Kamu jangan terlalu goyang, nanti jatuh, Catrin," ucapku sambil mengingatkan.

"Ia, maaf, Husen."

"Catrin, ada kala baiknya kamu memelukku saja dari belakang, boleh?"

"Boleh," jawabku sambil tanganku sergap memeluk Husen dari belakang. Rasanya nyaman sekali. Ia mampu mengalihkan segala masalahku. Husen seperti penenang dalam hidupku.

"Yaampun, aku mau teriak!" teriakku mungkin bisa lebih kencang dari Catrin tadi.

Rasanya aku tidak sedang tidur, tapi ini seperti mimpi. Barangkali Catrin memelukku.

Nahan baper itu tidak enak. Kalau bisa saja, aku sudah lakukan. Mana mungkin cowok secool aku melakukan hal macam itu.

"Husen, kamu tidak keberatan pulang malam-malam, ya?" tanyaku.

"Tidak, Cat. Aku disini merantau, tinggal di kosan. Jadi bebas saja, aku mau pulang jam berapa. Kamu mau pulang sekarang?" balas Husen.

"Tidak kok, aku cuma takut nanti kamu dimarahi ibumu."

"Tenang saja," aku meminggirkan sepeda motorku sejenak.

"Loh, kenapa? Minyaknya habis ya?" tanya Catrin panik dan merasa tidak enak.

"Tidak kok," aku melepas jeket yang ku kenakan. Hari sudah hampir malam, apalagi angin saat ini begitu kencang. Pasti Catrin kedinginan, ia hanya mengenakan baju saja, tanpa Hoodie atau jeket.

Aku tidak tega melihat Catrin kedinginan. Lelaki macam apa aku, jika tidak bisa melindungi hal kecil saja dari Catrin.

"Sudah hampir malam, kamu pasti kedinginan. Aku bonceng, jadi pakai jeketku ini ya," aku memakaikannya ke Catrin.

"Husen, makasih ya," ucap Catrin, lelaki itu benar-benar peka jika aku kedinginan.

"Ia, sama-sama," jawabku sambil menggaskan sepeda motorku.

"Sudah jam 20.00," ujarku.

"Ia nih."

"Aku antar kamu pulang ya. Setelah ini, kamu istirahat. Pasti kamu lelah setelah seharian bersamaku."

"Tidak, aku tidak capek. Bahkan, aku ingin setiap hari bersamamu," ucap Catrin. Aduh, malah keceplosan lagi ngomong begitu. Aku merasa agak malu karena Husen tidak menanggapi.

"Bro, bisa-bisa aku pingsan," aku hanya menahan senyum.

Akhirnya sampai di kosan Catrin, sebelum bergerak, aku harus memastikan Catrin dalam keadaan baik-baik. Aku menemani Catrin masuk ke dalam rumahnya, baru kemudian aku pergi dari situ.

Aku tidak pernah merasa sebahagia ini. Setelah bersama dengan Husen, rasanya berbeda. Aku juga merasakan cinta darinya. Entah aku yang terlalu berlebihan, tapi Husen pandai membuatku merasa dicintai, meski ia tidak mencintaiku.

An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang