"Catrin kok kamu ada di rumah ini?"
"Anjay dejavu, kemarin mama juga sempat nanyak begitu," sahutku.
"Apa mama kamu, jadi dia di rumah ini?"
"Enggalah udah pergi sama selingkuhannya," cetusku, aku kembali ke meja ruang tamu.
"Kurang ajar, dasar perempuan murahan."
"Siapa yang papa bilang murahan tadi?"
"Mamamu lah."
"Kocak, papa gak nyadar ya kalau papa juga sama kyak mama apa bedanya membawa perempuan yang aku sendiri gak tau siapa wanita itu," aku bangkit merasa kesal karena harus ada orang lain yang ikut serta di dalam rumah ini.
"Apa katamu tadi? Kamu ini jadi anak gak sopan ya," karena terlalu marah melihat kelancangan Catrin tanganku tidak sengaja menamparnya.
"Sial," upatku menatap tajam melihat peria yang berada dihadapanku ini.
"Catrin maafin papa."
"Setelah menamparku? Tidak akan udahlah lagian ngapain juga kalian harus pulang ke rumah ini lagi aku bisa ngurus semuanya sendiri, bahkan Alaka sakit aja aku yang biayain."
"Alaka sakit apa?"
"Kenapa baru nanyak sekarang? Kemarin papa kemana saat aku mengabarin? Kalian orang tua macam apasih its oke kalau kalian mau berbuat seperti itu ke aku setidaknya jangan ke Alaka diakan masih kecil, Alaka itu butuh kasih sayang papa, sama mama. Tapi apa perlakuan kalian malah melukainya, udahlah papa pergi aja dari rumah ini bersenang senang sama selingkuhan papa seperti hal nya mama."
"Mama kamu itu benar benar keter laluan ya, emang perempuan gak tau diri."
"Padahal sama sama papa, udahlah pa mending kalian kepenginapan saja dan tinggalkan rumah ini lagi pula aku gak mau rumah ini di kunjungin sama orang asing," apa yang aku bilang benarkan tante?"
"Mas, udah ayok kita pergi," aku hanya membujuk pacarku itu dari pada semangkin ribut.
***
Dari tadi bunyi notif ponselku terus terusan terdengar."Buset ni totif banyak bangat udah kyak akun olsop," cetusku sambil merevisi naskah.
Aku pun akhirnya meraih ponselku yang berada di sebelah kiri dekat laptop.
Karena penasaran aku memberhentikan tanganku.
Aku mengira notif dari siapa ternyata dua notif pesan masuk secara bersamaan.
"Catrin, kok kamu ada di rumah ini?"
"Anjay, dejavu. Kemarin mama juga sempat nanya begitu," sahutku.
"Apa mama kamu? Jadi dia di rumah ini?"
"Enggak, udah pergi sama selingkuhannya," cetusku sambil kembali ke meja ruang tamu.
"Kurang ajar, dasar perempuan murahan."
"Siapa yang papa bilang murahan tadi?"
"Mamamu lah."
"Kocak, papa gak nyadar ya kalau papa juga sama kyak mama. Apa bedanya membawa perempuan yang aku sendiri gak tau siapa wanita itu," aku bangkit merasa kesal karena harus ada orang lain yang ikut serta di dalam rumah ini.
"Apa katamu tadi? Kamu ini jadi anak gak sopan ya," karena terlalu marah melihat kelancangan Catrin, tanganku tidak sengaja menamparnya.
"Sial," ucapku menatap tajam melihat peria yang berada di hadapanku ini.
"Catrin, maafin papa."
"Setelah menamparku? Tidak akan. Udahlah, lagian ngapain juga kalian harus pulang ke rumah ini lagi. Aku bisa ngurus semuanya sendiri, bahkan Alaka sakit aja, aku yang biayain."
"Alaka sakit apa?"
"Kenapa baru nanya sekarang? Kemarin papa kemana saat aku mengabarin? Kalian orang tua macam apasih. Its oke, kalau kalian mau berbuat seperti itu ke aku, setidaknya jangan ke Alaka. Dia kan masih kecil. Alaka itu butuh kasih sayang papa, sama mama. Tapi apa perlakuan kalian malah melukainya. Udahlah, papa pergi aja dari rumah ini, bersenang-senang sama selingkuhan papa, seperti halnya mama."
"Mama kamu itu benar-benar keterlaluan ya, emang perempuan gak tau diri."
"Padahal sama-sama papa. Udahlah pa, mending kalian ke penginapan saja dan tinggalkan rumah ini. Lagi pula, aku gak mau rumah ini dikunjungi sama orang asing. Apa yang aku bilang benar, tante?"
"Mas, udah. Ayok kita pergi," aku hanya membujuk pacarku itu daripada semakin ribut.
Dari tadi, bunyi notif ponselku terus-terusan terdengar.
"Buset, ni notif banyak banget, udah kyak akun olshop," cetusku sambil merevisi naskah.
Aku pun akhirnya meraih ponselku yang berada di sebelah kiri dekat laptop.
Karena penasaran, aku memberhentikan tanganku.
Aku mengira notif dari siapa, ternyata dua notif pesan masuk secara bersaan.
Entah sudah berapa debat panjang yang terjadi dengan mereka sehingga keduanya sepakat untuk bercerai.
Besoknya, aku dan Alaka pun menghadiri persidangan cerai orang tua kami. Setelah itu, aku tak berkata apa pun. Kami berpisah masing-masing. Aku pulang ke kosan bersama Alaka, papa dan mamaku juga pulang ke rumah mereka yang baru.
"Hidup lagi capek capeknya eh orangtuaku malah cerai, sial."
KAMU SEDANG MEMBACA
An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)
Teen FictionNamun kamu menjadi tokoh yang begitu sempurna yang harus aku pamerin ke semua orang bahkan untuk semesta karena yang terbaik itu cuma kamu.