"Alaka kamu bantuin kakak bersihin kamar ya nyusunin lemari baju ini," perintahku ke alaka.
Melihat lemarinya sudah berantakan membuat mataku sakit, apalagi sangat tidak enak dipandang oleh mata."Ia kak," alaka duduk di bawah memberesin baju bajunya yang berserakan satu persatu tangannya mulai merapikan baju baju tersebut.
"Anak pintar, kakak memberesin di bawah dulu ya, kalau udah selesai kamu boleh rebahan sambil main hp, tapi ingat kamu jangan lama lama main hp nya."
"Ia kak, alaka tau."
Aku pun turun ke bawah untuk membersihkan kaca-kaca yang berserakan di lantai karena habis berantem itu.
"Aduhai punya orang tua gini bangat kgak sayang tu mereka sama barang barangnya semua aja di lempari sampai hancur, tapi ia sih sama anak sendiri saja tidak sayang," cibirku.
Aku mengumpulkan serpihan serpihan kaca tersebut begitu teliti sambil memerhatikan masih ada yang tersisa atau tidak takutnya terpijak Alaka kan jadi bahaya.
Saat aku ingin membuangnya aku melewati ruang tamu, ruang tamu yang besar namun cukup sepi tidak ada suara berbincang-bincang dan tidak ada suara gelak tawa yang terdengar di ruangan itu hanya hening senyap dan sunyi.
Foto keluarga terletak disalah satu meja foto dimana yang begitu indah, foto yang tidak akan pernah terulang di masa ini, foto yang hanya tersisa satu foto yang hanya bisa dirasakan sekali itu saja, foto keluarga saat aku masih kecil dan Alika baru berusia 1tahun.
"Lucu," ujarku memeluk foto keluarga itu.
Nyatanya saat aku melihat foto itu air mataku tidak tertahan ia menetes dengan sendirinya, andaikan dulu keluargaku seseru ini mungkin saat ini kami adalah keluarga yang utuh saling melengkapi," aku menyapu air mataku sendiri."Ternyata benar ya kata orang-orang sia mahal itu bukan harga suatu barang melainkan sebuah foto keluarga, yang ada di dalam rumah."
Aku kembali membersihkan rumah, sampai akhirnya semuanya benar-benar selesai: lantai yang tadinya berdebu, dapur yang berantakan karena serpihan pecahan kaca, dan kini semuanya sudah bersih tersusun rapi.
Aku naik ke kamar atas untuk mengecek pekerjaan Alaka. Aku membuka pintu kamar kami, ternyata ia sudah tergeletak di kasur. Aku membiarkannya, mungkin saja ia kecapean. Aku kembali memeriksa isi lemari, ternyata semuanya sudah disusun Alaka, meskipun ada beberapa yang tak rapi.
Aku memakluminya, namanya juga kerjaan anak kecil. Aku merapikan bagian baju yang tidak tersusun itu. Setidaknya, Alaka sudah berusaha membantuku.
***
Jika aku tak kembali ke rumah ini, mungkin Alaka akan 8 hari tanpa orang tuaku. Untung saja aku kembali ke rumah.
Sore itu...
"Mama baru pulang?" ungkapku. Sengaja aku pulang ke rumah tanpa mengabari kedua orang tuaku. Aku juga mengorbankan pekerjaanku demi menjaga Alaka.
"Kamu kapan pulang, Catrin?" Sungguh terlihat dari wajah wanita yang baru sampai itu sangat syok.
"Ya, kapan pun aku pulang, terserah aku dong," sahutku acuh.
"Kamu ini ya, kalau ditanyain orang tua, itu dijawab yang baik dong!" Ia meninggikan suara.
"Emangnya kenapa aku pulang? Takut ketahuan ya perselingkuhannya?" celotehku.
"Kamu ini ngomong apa sih?" Wanita itu menaikkan nada bicaranya sekali lagi, ia membentakku.
"Udahlah, Ma, kayak nggak ngelakuin apa-apa. Have fun, Ma, tahan ya nggak pulang ke rumah dan bisa-bisanya Mama ninggalin Alaka."
"Berani kamu ngomong gitu. Lagian Alaka urusan papamu. Emangnya kemana lelaki bajingan itu?" ucapku geram melihat seisi rumah ini.
"Waduh, ngerinya! Kayak nggak ngaca aja," aku berani ngomong begitu karena sudah sebenci ini. Aku meninggalkannya di ruang tamu dan kembali ke dalam kamar.
Aku bahkan tidak peduli dengan orang tuaku; aku hanya memperdulikan Alaka saja. Lagian keduanya juga sudah tua-tua, sudah tahu mana jalan yang terbaik, mana yang enggak.
Saat aku masuk ke dalam kamar, aku melihat dari jendela sebuah mobil terparkir di luar rumah kami. Jelas ini bukan mobil milik kami, lagi pula mobil ini sangat asing.
Dari luar mobil itu...
KAMU SEDANG MEMBACA
An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)
Teen FictionNamun kamu menjadi tokoh yang begitu sempurna yang harus aku pamerin ke semua orang bahkan untuk semesta karena yang terbaik itu cuma kamu.