Kedekatanku sama Husen semakin dekat. Jujur, aku tidak bisa mendeskripsikan perasaan ini. Tapi, saat bersamanya, aku merasakan kenyamanan dan vibe yang membuatku bahagia banget.
"Hahaha, fotografer lucu," aku mengambil pena lalu menuliskan sebuah rancangan ide.
Dia selalu membawa kameranya dan mengabadikan keindahan senja dengan penuh antusiasme. Hasil jepretan Husen yang penuh kebagus, Husen sering kali mengirimkannya padaku. Kedua kami memiliki kesukaan yang sama terhadap senja, sebuah momen yang mempesona dan penuh dikara.
"Syarat menulis itu harus membayangkan bagaimana yang terjadi sebenarnya kan?"
"Kayaknya aku bakalan mulai menulis lagi deh. Dari sekian lama aku hiatus, mungkin dia akan menjadi tokoh utama yang bakalan ada di cerita," pikirku.
Membayangkannya saja begitu menyenangkan, apalagi sepenuhnya bisa memilikinya.
"Aiish, shibal. Ngomong apaan sih ini, aku?" ujarku yang tadinya fokus ke titik satu orang itu.
Karena ini hari pertama aku memilih kembali, jadi agak sulit ya. Soalnya, aku sudah terlalu lama hiatus, bisa dibilang sudah hampir tujuh bulan lamanya.
Saat ingin membuat outline cerita, tiba-tiba saja aku terpikirkan sesuatu.
"Bentar dulu," aku memberhentikan pena yang sedang menulis. Karena aku baru teringat, aku belum memiliki ide untuk desain cover bukuku.
"Ini nanti covernya aku gambar apa ya? Mana, gambaranku pada anjlok lagi," keluhku.
"Oh ia, kan aku punya teman yang jago fant art, kenapa gak minta tolong ke dia aja," terlintas begitu saja dalam pikiranku saat aku mencari nomor Agas. Agas merupakan temanku di kampus, kami memang sahabat meskipun beda jurusan. Dia bagian DKV dan aku Sastra Indonesia.
Aku mengingat bahwa Agas adalah ahlinya dalam bidang itu, terutama dalam hal menggambar. Sejenak, aku menimbang untuk meminta bantuan dan masukan kreatif dari Agas untuk mendesain cover bukuku.
Kita lewati masalahku dengan Agas kembali untuk menulis lagi."Eeh, buset, Hyung, kok narasiku pendek banget sih," keluhku. Biasanya aku menghindari narasi panjang dengan batasan sekitar 300 kata atau lebih dari 300 kata, namun kali ini hanya mampu menulis 35 kata saja. Itu sungguh seperti tidak ada apa-apanya.
"Slebew."
"Catrin, dari tadi Kakak perhatikan kamu asyik sendiri. Emangnya kenapa sih, Catrin? Kamu lagi jatuh cinta, atau gimana? Jangan bilang kamu lagi baca naskah penulis yang bikin kamu terpikat sampai senyum-senyum kyak gini?" tanyaku.
"Ih, apaan sih kak. Nggak lah, aku lagi nggak ngerevisi, tapi lagi menulis. Tinggal beberapa naskah lagi yang belum siap, paling nggak 2. Itu kan juga deadline-nya masih lama, Kak," sahutku.
"Emang nulis apa?" aku mendekat ke arah Catrin sambil melihat layar yang ada di laptopnya.
Sudah jelaskan bisa disimpulkan bahwa Catrin lagi jatuh cinta dengan seseorang bernama Husen. Nggak tahu entah siapa Husen sebenarnya. Yang jelas di prolognya tertulis tentangnya yang aku baca di situ, "Aku menjadikannya tokoh utama agar semua orang mengetahuinya bahwasanya dia itu ada."
"Anjay, bucin," sumpahku mengomentari sambil terus membaca kalimat-kalimat yang ada di Word itu.
"Ih, biarin," sahut Catrin.
"Ini naskahnya kalau sudah siap mau diterbitin nggak?"
"Ya, maulah ya kali gak mau. Apalagi kan di penerbit sendiri, pasti gratis dong ya kan, Kak."
"Kepalamu pitak gratis, kau kira ini penerbit bapakmu. Biaya mencetaknya begitu mahal, tahu."
"Ya kan siapa tahu Pak Yandit menawari. Ya udah, Catrin, kamu mungkin bisa mencoba tidur saja. Lagian, kan kamu juga bekerja di sini, jadi untukmu mungkin gratis," saran Kakak.
"Catrin!" tegasku.
"Ya, mana tahu, Kak Cit, salah mulu persaingan," sahutku.
"Ya udahlah, lanjutkan kerajaanmu. Asal kerjaan kantor jangan sampai lupa ya," cetuskusku memperingati Catrin.
"Siap, Ketua. Eh, Kak, mau ke mana, Kak Citra?" tanyanya.
"Mau ke bawah beli kopi, mau nitip gak?" ajakku.
"Enggak, Kak, lanjut aja deh." balas Catrin.
KAMU SEDANG MEMBACA
An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)
Teen FictionNamun kamu menjadi tokoh yang begitu sempurna yang harus aku pamerin ke semua orang bahkan untuk semesta karena yang terbaik itu cuma kamu.