Cinta itu kadang membuat repot.
~Catrin.
"Ehh, akhirnya kita jumpa lagi," aku berkata sambil menghentikan tangan memotret pantai.
"Benar, sudah lama ya kita tidak bertemu."
"Aku kira kamu tidak akan datang kemari lagi," ucapku.
"Kenapa tidak, tentu saja aku akan datang," jawabnya.
"Oh, kita bahkan belum saling kenal. Nama kamu siapa?" tanyaku dengan lembut.
"Aku Catrin, kalau kamu?"
"Aku Husen," sahutku sambil kami berdua saling berjabat tangan. Telapak tangannya terasa sangat lembut, seperti sutra yang halus.
Sore itu, kami berdua menghabiskan waktu sekadar ngobrol, dan akhirnya aku mendapatkan informasi dari Catrin bahwa dirinya adalah seorang mahasiswa sekaligus editor dan penulis. Dia benar-benar wanita yang hebat.
"Oh iya, sudah lama kamu menjadi penulis?" tanyaku.
"Baru kok, hanya dua tahun lalu. Kenapa, ada yang ingin kamu tanyakan?" jawabnya.
"Menarik, dua tahun sudah cukup lama juga ya. Pasti sudah banyak buku yang telah kamu terbitkan, apalagi kamu juga bekerja di penerbit," lanjutku.
"Banyak buku?" aku melirik Husen yang duduk di sampingku.
"Sejujurnya, aku bahkan belum menerbitkan buku sama sekali," ungkapku.
Kenyataannya, memang tidak ada satu pun karyaku sendiri yang telah selesai ditulis. Meskipun banyak pembaca yang meminta untuk melanjutkannya, namun aku belum memiliki waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan naskah ceritaku sendiri.
"Lah, seriusan?" pertanyaan heran terlontar di mulutku. Mengapa seorang penulis belum juga menerbitkan buku?
"Serius, Husen. Nyatanya, naskahku belum ada yang siap," jawabku sedikit cengengesan.
Aku melihat Husen melirikku kembali mungkin baginya ini suatu kebohongan, padahal kenyataannya seoerti itu."Aku kira sudah ada banyak buku ciptaanmu yang telah terbit, terutama dengan peluangmu yang lebih besar karena bekerja di penerbit," sahut Husen.
"Aku memang seorang editor di penerbit, tapi ironisnya aku lebih sering menyelesaikan naskah orang lain daripada naskahku sendiri," aku terdiam sejenak.
Apa yang Husen ungkapkan benar mengenai hal tersebut, aku emang menyadari bahwa peluangku untuk menerbitkan buku sebenarnya cukup besar. Biaya penerbitan yang lebih terjangkau dan kemudahan akses ke proses penerbitan membuatnya lebih mudah bagi aku untuk menerbitkan karya sendiri. Namun, kenyataannya adalah aku lebih memprioritaskan menyelesaikan naskah penulis lain dan memperbaiki karya mereka daripada fokus pada naskah pribadiku.
"Kalau kamu sendiri bagaimana? Enak gak jadi fotografer?" tanyaku.
"Ada enaknya, tapi sebenarnya lebih banyak yang tidak enaknya," jawab Husen dengan jujur.
"Apa engga enaknya?"
"Tekanan untuk selalu memberikan hasil terbaik dan memenuhi harapan klien juga menjadi beban tersendiri."
Ngobrol dengan Husen benar-benar menyenangkan, namun yang kurang menyenangkan adalah waktu yang terlalu cepat berlalu. Akhirnya, saat yang kami tunggu harus tiba; aku pulang ke kosanku dan dia menuju rumahnya.
***
"Ihh, senyum sendiri," tegur Kak Citra.
"Eh, kak Citra aku sampai nggak sadar kalau kakak datang," jawabku.
"Kenapa sih sampe segitunya senyum-senyum, lagi jatuh cinta?" celetukku sambil menoleh ke arah Catrin.
"Engga kok, ini ceritanya seru," kilahku. Yang sebenarnya, karena ceritanya memang bikin terbawa suasana, ya, emang romantis. Aku membayangkan ceritaku dengan Husen seperti yang ada di novel-novel romance seperti kisah cintaku dengan Husen. Meskipun memang agak konyol sih, tapi namanya juga setiap manusia memiliki khayalan.
"Eeh, Catrin, apa hal yang kamu suka?" tanyaku.
"Kakak nanya gitu kenapa?" balas.
"Mau tahu aja, siapa tahu kita memiliki kesamaan."
"3H, kak Citra."
"Apa? 3H?" Aku mengerutkan keningku.
"3H itu: Hutan, Hujan," jawabku tanpa memberi yang satu lagi.
"Terus satu lagi? Apa? Hantu?"
"Bukanlah ih kak Citra."
"Terus? Manusia?" aku semangkin heran melihat Catrin.
Aku hanya mengangguk meng ia kan lalu sambil tersenyum, tidak langsung menjawab pertanyaannya. Cegar cengir cegegesan terpancar dari wajahku, menandakan bahwa yang ada di otakku saat ini adalah orang yang dimaksudnya
Aku bertemu dengan Husen beberapa hari yang lalu. Saat itu, aku sedikit tahu bahwa dia adalah seorang fotografer di sebuah agensi di kota ini. Pertemuan kami terjadi secara tak terduga. Awalnya, aku memiliki prasangka buruk dan mengira bahwa dia mungkin memiliki niat yang tidak baik. Namunnyata aku salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
An eternity (SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT.)
Teen FictionNamun kamu menjadi tokoh yang begitu sempurna yang harus aku pamerin ke semua orang bahkan untuk semesta karena yang terbaik itu cuma kamu.