Bab 6

1.1K 151 8
                                    


Karena pikirannya yang tidak 'waras' Prilly memilih untuk keluar dari rumah hanya mengenakan gaun yang panjangnya hanya sebatas paha putihnya. Prilly tidak perduli dengan orang-orang yang menatap aneh kearahnya.

Bagaimana tidak, dengan riasan wajah yang begitu cantik serta gaun yang begitu indah nan seksi itu, Prilly memilih berjalan kaki hanya mengenakan sandal jepit. Rambut panjangnya ia sanggul sembarangan namun justru membuat penampilan Prilly semakin 'panas' dan menarik.

Lehernya yang putih dan jenjang itu terlihat begitu menggiurkan di mata laki-laki yang lewat dihadapannya namun Prilly tidak perduli. Jika tidak mengingat urat malunya yang masih tersisa ingin sekali Prilly merobek gaun yang ia kenakan ini, lebih baik bertelanjang daripada mengenakan gaun pemberian laki-laki brengsek bernama Rafael itu.

Rafael brengsek!

Enggak punya hati!

Prilly terus mengumpati Rafael sambil menendang-nendang batu menggunakan sandal jepitnya. Puas berjalan mengelilingi taman yang letaknya tak begitu jauh dari tempat tinggalnya kini Prilly beralih menuju halte.

Suasana masih cukup ramai mengingat masih pukul 8 malam. Bahkan orang-orang masih cukup ramai yang menunggu bus untuk kembali kerumah mereka setelah seharian bekerja dan beraktivitas. Beberapa orang yang melihat Prilly mulai berbisik membicarakan Prilly yang terlihat seperti orang tidak waras yang bebas berkeliaran.

"Sepertinya gadis ini mengalami patah hati hebat sampai kehilangan kewarasannya."

"Benar, tapi kenapa keluarganya membiarkan gadis ini berkeliaran malam-malam begini? Walaupun gila tapi rupanya sangat cantik."

"Kulitnya juga begitu putih dan pasti semulus pantat bayi." Tawa orang-orang itu terdengar namun Prilly terus berusaha abai. Malam ini sudah terlalu mengecewakan jadi ia tidak ingin lagi menambah kesan buruk malam ini dengan merobek mulut orang-orang ini.

"Dadanya besar dan---"

Bus sudah tiba sebelum pria mesum itu berhasil menyelesaikan perkataannya. Semua orang berebutan menaiki bus sementara Prilly justru kembali berjalan alih-alih menaiki bus setelah cukup lama ia tunggu.

Orang-orang yang menggosipkan Prilly tadi kembali memulai gosipnya dan lebih yakin jika gadis cantik itu benar-benar telah hilang kewarasannya.

Prilly kembali menendang benda-benda yang ada disekitarnya. Lengan gaunnya cukup pendek hingga hembusan angin malam membuat tubuhnya bergidik pelan.

"Dingin sekali." Keluh Prilly sambil mengusap-usap lembut lengan telanjangnya. Akhirnya Prilly memutuskan untuk menyetop taksi dan menaiki mobil itu. "Keliling aja dulu Pak!" Katanya pada supir taksi.

Prilly menatap jalanan padat di ibukota yang rasanya tidak pernah sepi. Jejeran lampu jalanan juga gedung-gedung yang berdiri kokoh sedikit mengobati hati Prilly. Taksi itu terus berjalan dengan Prilly yang duduk dibelakang menyenderkan kepalanya di kaca mobil.

Malam ini, Prilly sungguh merasa dirinya sangatlah menyedihkan. Rafael sudah terlalu sering mempermainkan dirinya namun malam ini hati Prilly benar-benar sakit karena sikap semena-mena Rafael yang semakin hari semakin menjadi-jadi.

Haruskah ia mengakhiri hubungan yang sudah ia jalani lebih dari 7 tahun ini? Sanggupkah ia tanpa Rafael?

Prilly memilih memejamkan matanya, menikmati kembali bayangan kebahagiaannya dulu bersama Rafael sebelum pria itu berubah dan selalu disibukkan dengan pekerjaan. Prilly tidak tahu apakah Rafael benar-benar bekerja atau itu hanya alasan yang pria itu gunakan untuk tidak menemui dirinya?

Tanpa sadar satu titik air mata Prilly jatuh tanpa gadis itu sadari.

***

"Lo--eum maksud gue Mbak masih marah gara-gara makan siang tadi?" Ali sedang berada dikediaman pamannya, malam ini mereka makan malam bersama di kediaman Fahmi Chandrawinata.

Duka CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang