Bab 9

976 145 9
                                    


Setibanya di kamar, Prilly tidak dapat lagi menahan air matanya. Kenapa hari ini begitu banyak hal yang tidak menyenangkan yang harus ia alami?

Dimulai dari Arsen tadi siang, lalu Rafael malam ini dan tadi Ali, kenapa semua pria-pria ini seolah sepakat untuk menyerangnya malam ini?

Prilly menyeka kembali air matanya, dari semua pria yang menyakitinya malam ini sungguh perbuatan Rafael lah yang paling menyakiti dirinya. 7 tahun ternyata tidak benar-benar ada artinya untuk laki-laki itu.

Prilly membuka laci mejanya dan menemukan satu album yang ukurannya cukup besar. Prilly meriah album itu lalu membukanya satu persatu. Tanpa sadar air mata Prilly kembali menetes saat melihat foto-foto dirinya dan Rafael yang berjejer rapi di dalam album.

Rafael terlihat sangat bahagia ketika memeluk dirinya dengan Prilly yang tersenyum lebar kearah kamera. Bohong, jika ia mengatakan tidak merindukan masa-masa indah itu. Prilly sangat merindukan Rafael yang dulu.

Hiks!

Hiks!

"Kenapa kamu bisa setega ini Mas?" Tanya Prilly sambil mengusap lembut foto Rafael yang sedang memamerkan ijazahnya ketika wisuda program magisternya. Prilly ada disana, Prilly yang selalu menemani pria itu bahkan dititik terendahnya Rafael hanya Prilly yang selalu menyediakan bahunya untuk pria itu bersandar.

Prilly begitu tulus mencintai Rafael meksipun selama menjalani hubungan ia memang kerap merasa bosan namun sedikitpun tidak pernah terpikirkan oleh Prilly untuk menduakan cinta laki-laki itu. Tujuh tahun bersama wajar jika mereka merasa jenuh atau bosan satu sama lain tapi Prilly tidak akan pernah membenarkan tindakan perselingkuhan Rafael apapun alasannya.

Jika memang sudah tidak mencintai dirinya kenapa pria itu tidak berterus terang sehingga Prilly tidak perlu merasakan perasaan yang menyakitkan ini. Prilly merasa insecure, Prilly merasa hina dan tidak pantas dicintai karena perbuatan bejat Rafael.

Prilly masih mengingat dengan jelas bagaimana Rafael mencumbu wanita itu dengan tangan laki-laki itu meremas dan mengusap bokong seksi si wanita dan itu dilakukan diarea terbuka yang bisa saja perbuatan mesum mereka dipergoki oleh orang lain. Rafael yang ia kenal tidak seperti itu bahkan dulu berciuman saja mereka bisa menghitung pakai jari karena Rafael begitu menjaganya.

Dan malam ini semua terbukti jika laki-laki yang mengaku mencintai dan begitu menjaga dirinya ternyata tidak bisa menjaga hawa nafsunya sendiri. Rafael kalah dari gairah binatangnya dan Prilly yang harus menanggung semua kesakitannya.

Tok!

Tok!

Tok!

"Prilly lo udah tidur ya?"

Prilly membekap mulutnya kuat-kuat supaya Raina tidak mendengar isak tangisnya. Lampu kamar sengaja tidak Prilly nyalakan supaya Raina yakin jika dirinya benar-benar sudah terlelap, Prilly hanya menghidupkan lampu kecil diatas meja kerjanya.

"Ya udah kalau lo udah tidur. Mimpi indah my bestie."

Dan Prilly tidak lagi mendengar suara Raina. Perlahan Prilly membuka mulutnya dan kembali menangis sambil memeluk album kenangannya bersama Rafael.

Ia sudah tidak bisa menerima pria itu sungguh perbuatan menjijikkan laki-laki itu sampai mati tidak akan pernah ia lupakan, jadi untuk bersama jelas sudah tidak mungkin.

Prilly tidak bisa mempertaruhkan hidupnya hanya untuk laki-laki tidak setia seperti Rafael. Hidupnya terlalu berharga.

"Selamat tinggal Mas. Selamat tinggal, terima kasih untuk 7 tahun kebersamaan kita." Lirih Prilly sambil mengusap foto Rafael. Meksipun cahaya sedikit temaram namun Prilly bisa melihat dengan jelas senyuman lebar Rafael di foto yang sedang ia sentuh.

Duka CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang