Bab 15

1.1K 170 15
                                    


"Jangan ganggu dulu, biarkan Prilly menenangkan dirinya Sayang." Rogan memeluk bahu Riana dengan lembut. Mereka sedang berada didepan pintu kamar Prilly yang sejak kejadian tadi siang, gadis itu mengurung dirinya di dalam kamar.

"Tapi ini sudah malam Gan. Kenapa Prilly masih belum mau menyahut panggilanku?" Raina benar-benar terlihat cemas. Ia takut terjadi sesuatu pada sahabatnya yang baru patah hati itu.

Ia tidak tahu dengan jelas apa masalah yang dihadapi sahabatnya namun ia yakin jika perselingkuhan Rafael yang menjadi satu-satunya alasan Prilly terluka seperti ini.

Rogan kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Raina. Untung saja tadi mereka tidak benar-benar pergi ke mall karena tiba-tiba Raina memilih pulang saja. Jika tidak ada mereka dirumah mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi pada sahabat Raina itu.

"Kita makan dulu ya? Aku yakin Prilly akan baik-baik saja." Ucap Rogan yang diangguki oleh Raina.

Mereka beranjak menuju meja makan meninggalkan pintu kamar Prilly dengan perasaan yang gelisah. Raina masih berharap Prilly membuka pintu dan menghampiri dirinya, namun sayangnya pintu kamar Prilly sama sekali tidak terbuka bahkan ketika mereka sudah duduk di meja makan tetap saja pintu kamar Prilly tidak bergerak sama sekali.

Di dalam kamar, terlihat Prilly yang bergelung dibawah selimut. Ia sudah puas menangis, perasaannya terasa campur aduk tidak hanya Rafael yang membuatnya sakit hati tetapi Ali juga. Pria yang sudah mencium dirinya itu terus saja berputar-putar di kepalanya hingga membuat Prilly memukul kepalanya beberapa kali untuk mengenyahkan bayangan pria itu.

Kedua mata Prilly kembali terpejam, meskipun ia berusaha kuat namun tetap saja kandasnya hubungan antara dirinya dengan Rafael membuat relung hatinya seperti tercubit dan rasanya luar biasa menyakitkan.

"Gue nggak akan maafin lo Raf! Sampai mati gue nggak akan maafin lo!" Gumam Prilly dengan sorot mata berkaca-kaca.

Suara getaran ponselnya terdengar membuat Prilly meraba-raba bagian samping ranjangnya dimana ia mencampakkan tas juga ponsel miliknya. Dengan suasana kamar yang cenderung gelap membuat kedua mata Prilly berkerut karena silau dengan pantulan cahaya dari ponselnya.

Mas Ali calling....

Astaga!

Prilly sontak terduduk di ranjang sambil memegang dadanya yang terasa berdebar. Bayangan ciuman mereka tadi kembali terputar di kepalanya membuat dada Prilly terasa ngilu namun bagian lain darinya justru terasa berbunga-bunga.

Prilly hanya menatap gelisah ponselnya dengan jantung yang terus berdebar kencang. Prilly baru menyadari ada banyak pesan juga panggilan dari Ali yang intinya menanyakan dimana dirinya.

Prilly memilih abai, disaat seperti ini ia tidak ingin menambah masalah dengan terlibat hubungan terlarang dengan kekasih sahabatnya. Ia sedang rapuh sedikit saja perhatian yang ia dapat jelas dirinya akan merasa luluh.

Dan Prilly tidak ingin luluh dengan Ali, kekasih sahabatnya. Melemparkan ponselnya, kembali Prilly menutupi tubuhnya dengan selimut membiarkan ponselnya terus bergetar hingga akhirnya Prilly terlelap dan ponselnya masih terus bergetar.

Ali memang segigih itu.

***

Ali terus menekan panggilan pada nomor Prilly namun sayangnya panggilan darinya sudah gadis itu abaikan sejak siang tadi. Setelah meninggalkan Aurelia dan Kenzio di mall, Ali berniat untuk menghampiri Prilly namun tiba-tiba Mario menghubungi dirinya karena ada satu masalah di showroom miliknya.

Setelah menyelesaikan masalah di showroom, Ali harus kembali ke kantor karena ada rapat penting yang harus ia hadiri hingga niatnya untuk menemui Prilly terus tertunda bahkan sampai menjelang malam.

Duka CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang