Bab 26

977 150 8
                                    


Prilly meringis pelan saat Ali berdiri sambil memegang pinggang serta kepalanya yang terantuk jendela kosannya. "Maaf Mas!" Cicitnya  yang sama sekali tidak ditanggapi oleh laki-laki itu.

Bagaimana mungkin dirinya ditendang sedemikian rupa oleh gadis ini. Ali menghela nafasnya saat melihat wajah Prilly yang memang terlihat bersalah namun gadis itu juga terlihat kesulitan menahan tawanya. "Kamu bisa tertawa kalau kamu ingin!" Kata Ali dengan nada jengkel yang tak ia tutupi.

Alih-alih tersinggung Prilly justru benar-benar terkekeh saat melihat wajah masam Ali. "Sakit banget ya?" Tanyanya yang terdengar sangat mengejek di telinga Ali. "Masih berani nanya kamu?!" Marah Ali yang justru membuat Prilly meledakkan tawanya.

Wanita itu terkikik bahkan sampai lupa niat awalnya yang ingin membantu Ali untuk kembali duduk di sofa. Ali hanya bisa mendengus sebelum mendaratkan kembali bokongnya di sofa. Seumur hidupnya, cuma Prilly yang berani menendang dirinya seperti tadi.

Ali ingin marah namun mendengar tawa serta melihat wajah cantik Prilly yang memerah karena terlalu lama tertawa, entah kenapa Ali justru merasa bahagia alih-alih marah seperti tadi. Gadis ini memang tidak ada takut-takutnya dengan kemarahan Ali, alih-alih takut Prilly justru terlihat bahagia setelah menganiaya dirinya.

"Puas-puasin tawamu!" Sindir Ali yang kembali membuat Prilly tertawa bahkan sampai terpingkal-pingkal, melihat itu entah kenapa Ali juga ingin tertawa dan akhirnya mereka sama-sama tertawa tentu saja suara tawa lebih didominasi dengan suara Prilly.

Beberapa menit kemudian tawa mereka mereda namun tidak dengan nafas mereka yang terlihat tersengal-sengal entah karena lelah tertawa atau karena tatapan mereka yang begitu dalam dan memabukkan.

Ali kembali mendekati Prilly dan melupakan insiden tadi, pria itu sepertinya tidak takut jika Prilly kembali menendangnya. Tangan besar Ali bergerak menyentuh sisi kanan wajah Prilly, kulit wajah gadis ini sangat sehat dan terasa lembut ditangannya.

"Saya tidak tahu kenapa wajah kamu lebih sering muncul di kepala saya akhir-akhir ini." Bisik Ali dengan suara beratnya. Jantung Prilly semakin bertalu-talu namun ia tidak mampu mengalihkan pandangannya dari sorot mata tajam laki-laki didepannya ini.

"Ini salah Mas!" Prilly ingin berteriak namun yang keluar hanyalah cicitan suaranya yang bahkan terdengar tak meyakinkan.

Ali menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang salah dengan kita." Sebelah tangan Ali kembali bergerak untuk menangkup sisi wajah Prilly yang lainnya.

Prilly refleks memejamkan matanya saat hembusan nafas segar Ali menyentuh kulit wajahnya. "Kamu kekasih---"

"Mantan."

"Dan tujuan kamu mendekatiku hanyalah untuk balas dendam bukan?" Bisik Prilly lirih namun terasa sangat mematikan hingga menusuk relung hati Ali. Pria itu terpaku bahkan sampai kedua mata Prilly terbuka pria itu hanya terdiam tak bersuara.

Prilly tersenyum kecil menyentuh kedua tangan Ali yang masih bertengger diwajahnya. Perlahan gadis itu menurunkan tangan Ali dari wajahnya. Prilly tidak bodoh, ia jelas sangat tahu maksud dan tujuan Ali mendekati dirinya.

"Memang awalnya aku ingin menjadikan kamu alat balas dendam karena wanita itu sudah menginjak harga diriku." Suara bariton Ali terdengar yang entah kenapa justru menyakiti hati Prilly.

Prilly tidak mengerti dengan dirinya sendiri, ia sadar Ali hanya memperalat dirinya namun ketika pria itu mengakuinya secara gamblang entah kenapa rasa sakit pada hatinya bertambah berkali-kali lipat.

Seharusnya ia tidak membawa Ali pulang ke kosannya malam ini. Ternyata ia salah mengambil keputusan. "Luka disudut bibir tidak parahkan Mas? Sepertinya kamu bisa pulang sekarang." Prilly memilih untuk mengakhiri percakapan mereka malam ini.

Duka CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang