15

2.3K 136 0
                                    

Typo🙏
HAPPY READING...!!!














Beberapa hari kemudian setelah kepulangan Chika, Shani masih terus kepikiran. Dia ingin sekali bertemu dengan Chika, tapi dia juga tidak ingin membuat suasana di keluarga Chika menjadi tidak nyaman akan kehadirannya yang seolah² ingin menggantikan posisi mamanya Chika.

Saat ini Shani sedang bersiap pergi. Anrez mengajaknya untuk makan siang bersama. Sebenarnya Shani malas untuk berkegiatan hari ini, tapi kalau permintaan Anrez tidak dituruti pasti dia akan mengadu pada papanya. Jadi mau tidak mau dia menerima ajakannya.

"Huffftt, gini amat sih hidup kamu Shan. Kenapa kamu ga bisa jujur sama perasaan kamu sendiri. Kenapa kamu harus selalu memendam semua perasaan kamu demi orang yang kamu sayang bahagia. Sementara hati kamu hancur, Shan. Sampai kapan kamu bisa bertahan dengan semua ini? Semoga kamu tetap bisa menjalani semuanya, tanpa membuat orang lain kecewa atau terluka." Gumam Shani pada dirinya sendiri di depan cermin.

"Chika gimana ya kabarnya?" Gumam Shani lagi.

Ting!!!

"Shan, aku udah dibawah"

Notifikasi pesan dari Anrez. Shani pun mengambil tas dan ponselnya.

"Tan, Anrez ijin ngajak Shani makan siang ya." Ucap Anrez pada Imel yang sejak tadi menemaninya.

"Iya, hati-hati ya. Jangan sampe lecet anak Tante." Meskipun Imel tidak suka pada hubungan Shani dengan Anrez, tapi Imel tidak memperlihatkannya.

"Siap Tan, yu Shan." Ajak Anrez pada Shani.

"Mam, Kaka pergi dulu ya." Ucap Shani sambil mencium tangan Imel.

"Iya sayang, hati-hati."





***



Sejak Chika pulang dari rumah Shani. Chika menjadi pendiam kembali. Wajahnya tidak berseri saat Cio melihat Chika di rumah Shani.
Cio yang dibuat khawatir oleh Chika, dari semalam badan Chika demam. Sampai siang ini panasnya belum juga turun. Cio memutuskan untuk membawa Chika ke rumah sakit. Tentunya di temani oleh mami Ve.

"Sabar ya sayang, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit." Ucap mami. Sementara Cio masih fokus menyetir.

"Mamaaa" lirih Chika.

"Bang?" Mami menatap sendu Cio. Dan Cio pun mengerti kenapa Chika bisa demam, karna dulu saat Anin pergi keluar kota untuk pekerjaan Chika sakit seperti itu.

"Iya mi, Cio ga mau ngerepotin Shani dia juga punya kesibukan. Jangan kita repotin sama Chika lagi. Cio bisa atasi ini ko Mami tenang aja."

"Dia itu kangen sama Shani." Ucap mami.

"Shani itu bukan mamanya Chika mi, dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu. Dia bukan Anin!!!" Nada suara Cio agak sedikit meninggi.

"Mungkin wajah mereka sama, tapi ga akan ada yang samain Anin istri Cio, mi." lanjutnya.

"Mamaaa hiksss hiksss, jangan pergi maahh" Chika terus mengigau.
Mami Ve hanya mengelus punggung Chika saja, berusaha untuk menenangkan Chika.

Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di rumah sakit. Dan Chika pun segera mendapatkan penanganan. Chika kembali histeris saat akan diperiksa. Karna Chika juga trauma akan rumah sakit. Tempat dimana dia melihat mamanya dulu terbujur kaku di tutupi oleh kain.

"Lepas!!! Aku ga mau aaaa aaa, mama tolong Chika maaahh." Teriak Chika saat akan dipasang infus ditangannya.

"Suuts tenang dulu sayang." Ucap Cio.

"Maaf pa, saya akan kasih obat penenang untuk pasien." Ucap dokter.

"Iya dok silahkan" obat itu dimasukkan melalui infus. Tak lama Chika pun tenang.

"Jadi bagaimana anak saya dok?" Tanya Cio.

"Pasien hanya kelelahan, apa belakangan ini pasien mengalami tekanan yang begitu berat?" Tanya dokter.

"Anak saya ini mengalami trauma dok." Singkat Cio.

"Lebih baik bapa bawa pasien ke psikiater agar mendapatkan penanganan yang lebih jauh."

"Sudah saya bawa ke beberapa psikiater dok. Tapi hasilnya tetap sama, anak saya masih seperti itu." Jelas Cio.

"Kami mungkin hanya bisa mengobati fisik pasien saja. Tidak dengan mentalnya nanti saya akan merekomendasikan psikolog yang bagus untuk anak bapa."

"Terimakasih dok, sebelumnya."

"Pasien sementara harus dirawat disini untuk beberapa hari pa. Sampai keadaannya stabil."

"Iya dok, terimakasih."

"Mari Pa"

Cio kembali masuk kedalam ruang rawat Chika.

"Gimana Bang?" Tanya mami.

"Chika cuman kelelahan mi. Mungkin karna dia nangis terus jadi kaya gini."

"Kamu ga mau kasih tau Shani?"

"Mi, udah Cio bilang berapa kali ke mami. Cio ga mau Shani ikut campur urusan keluarga kita terlalu jauh. Cukup sampe kemarin dia ngerawat Chika. Selebihnya Cio bisa atasi semuanya."

"Mami cuman ga mau liat Chika kaya gini."

"Dan kenapa Chika kaya gini tuh karna Shani mi. Karna Chika ketemu sama Shani, jadi trauma nya kambuh sampe dia harus dirawat kaya gini." Ucap Cio.

"Ko kamu jadi nyalahin Shani? Dia itu udah kasih banyak perubahan sama Chika, Cio."

"Cio ga menampik hal itu mi, tapi Chika jadi sakit karna terus mikirin Shani yang dia kira itu Anin, mamanya. Kenyataannya kan ga gitu. Bahkan Shani bukan siapa-siapa Chika. Dia cuman orang lain, yang berbaik hati nolongin Chika." Jelas cio. Mami tak ingin berdebat dengan Cio, dia hanya terdiam sambil menatap Chika. Wajahnya yang putih, kini semakin pucat. Tangan mungilnya terpasang jarum infusan. Sungguh ini pemandangan yang tidak ingin Veranda lihat.



***



Shani berada disebuah cafe bersama dengan Anrez. Ini kali pertamanya Anrez mengajaknya untuk makan siang bersama setelah Shani pulang dari luar negeri.

"Shan, kamu mau pesan apa?" Tanya Anrez.

"Terserah kamu aja Rez."

"Ko terserah, kamu kan yang mau makan. Aku ga tau makanan kesukaan kamu apa. Dan kamu juga ga pernah ngasih tau aku." Ucap Anrez. Shani menghela nafasnya.

"Steak aja, minumnya lemon tea." Singkat Shani.

"Oke"

Setelah pesanan mereka datang, mereka pun menikmati makanan itu dengan keheningan yang mereka ciptakan.

(Kenapa perasaanku ga enak ya?) Batin Shani.

"Kenapa Shan? Kamu ko diem aja?" Tanya Anrez. Dia melihat gerak gerik Shani sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Ga papa Rez"

"Makanannya ga enak? Aku pesenin lagi yang lain ya."

"Ga usah, ini enak ko."

"Kalo enak kenapa makanannya cuman dimainin aja? Makan dong, nanti keburu dingin ga enak kan."

"Iya ini aku makan ko" ucap Shani, dengan terpaksa menyantap makanan yang ada dihadapannya. Tetapi pikiran Shani tertuju pada Chika.

"Rez, aku mau pulang"

"Masa pulang sih Shan? Kita baru aja makan, belum jalannya."

"Tiba-tiba aku ga enak badan." Bohong Shani.

"Mau ke rumah sakit? Aku anterin ya." Ucap Anrez.

"Ga usah Rez, aku mau pulang aja. Maaf ya makan siangnya jadi ga seru."

"Iya ga papa, ya udah kita pulang sekarang."
(Sabaaar sabar Rez!!! Lo harus luluhin dulu hati ni cewek. Meskipun susah juga, tapi nanti kan dapet banyak. Hahaha)

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang