75

2.4K 321 33
                                    

Typo 🙏
Happy Reading...!!!











Jam pulang sekolah pun tiba, Ara dan Vivi masih setia bersama Chika yang mulai terlihat tenang. Meskipun isakan kecil masih terdengar, setidaknya tidak sama seperti tadi. Mereka sengaja tidak mengikuti pelajaran selanjutnya, demi menemani Chika. Terlebih khawatir akan keadaan sahabatnya itu.

"Bel udah bunyi Chik, ayo kita pulang,"ajak Ara. Vivi yang berada disampingnya mengangguk pelan ikut membujuk Chika.

"Liat gue Chik,"pinta Ara ia menggenggam tangan Chika erat, seolah memberikan kekuatan disana. "Lo jangan takut, lo gak sendirian. Ada gue, ada Vivi. Yang bakal nemenin lo. Lo gak usah iri sama kehidupan orang lain, karena kita punya takdir masing-masing yang harus kita jalanin. Gue tau takdir yang lo punya itu berat, tapi gue yakin  Tuhan udah nyiapin semua rencana-Nya yang indah buat lo, buat keluarga lo juga. Jadi lo gak usah takut." ujar Ara menatap Chika penuh dengan keyakinan.

"Apa yang Ara bilang itu bener Chik, kita gak akan pernah ninggalin lo. Lo tau, gue mungkin takut kalo lo kena hukum sama guru, tapi gue lebih takut lagi kalo lo kaya gini. Pliss Chik, lo harus bisa pelan-pelan kendaliin diri lo. Jangan sampe emosi lo itu bikin diri lo rugi."sambung Vivi, yang tak henti mengelus punggung Chika. Chika menatap satu persatu dari mereka. Chika beruntung bisa memiliki sahabat seperti mereka. Setidaknya membuat hatinya sedikit tenang.

"Makasih ya guys, gue gak tau lagi kalo gak ada kalian." mereka kembali berpelukan. Tempat itu selalu menjadi saksi betapa rapuhnya seorang Chika. Yang tidak pernah keluarganya ketahui, termasuk Gita.

Mereka kembali ke kelas untuk mengambil tas masing-masing. Tidak ada siapapun disana. Pandangan Chika teralihkan pada bangku kosong milik Christy. Mungkin sesaat dia bisa melupakan apa yang terjadi, tapi saat melihat semua hal yang berkaitan dengan Christy emosi Chika kembali hadir.

Chika cukup lama terdiam disana. "Chik, ayo!" ujar Ara.  Ara menarik tangan Chika untuk keluar dari sana. Sementara Vivi sudah lebih dulu.

"Lo dijemput Ra?"tanya Vivi.

"Iya, itu jemputan gue baru dateng." tunjuk Ara pada sebuah mobil yang baru saja masuk parkiran.

"Gue boleh nebeng gak Ra? Katanya sopir gue gak bisa jemput dia lagi nemenin nyokap belanja."

"Ya udah, ayo. Lo sendiri gimana Chik?"

"Paling bentar lagi dateng." jawab Chika sambil memainkan ponselnya. Ara dan Vivi mengangguk kompak.

"Kita nungguin lo disini sampe jemputan lo dateng. Iya gak Vi?"

"Kalo gue sih oke-oke aja."

"Gak usah, sana lo pada pulang aja duluan."

"Beneran?" tanya Ara.

"Iya sana,"

Ara menaikkan alisnya, mengkode pada Vivi. "Ya udah kita pulang duluan, tapi lo hati-hati."ujar Vivi.

"Iya,"

Kini hanya Chika sendiri yang berada di area parkiran. Sepi itulah yang dia rasakan, sama seperti hatinya. Selang beberapa menit sebuah mobil berhenti di depan gerbang, Chika pun segera menghampiri.

"Siang non," sapa sang sopir saat Chika membuka pintu mobil.

"Bapak?" Chika mengernyit heran bukankah tadi pagi Omanya yang akan menjemput. Tapi ternyata ucapan sang Oma lagi-lagi meleset. "Oma kemana Pak?"

"Non Gita nyuruh saya yang jemput non Chika. Katanya takut ibu kecapean." jelasnya yang sesekali melihat Chika dari spion tengah mobilnya.

Chika tidak bergeming, dia mulai memejamkan matanya yang terasa lelah. Lelah karena terlalu lama menangis.


Bersama [Greshan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang