81

1.8K 277 22
                                    

Typo🙏
Happy Reading...!!!







Setelah sampai di sekolah. Gita kemudian mendatangi ruang guru dan menanyakan perihal Chika. Dan memang benar apa yang dikatakan Jinan, semuanya terjadi. Awalnya Gita terkejut, namun dalam satu waktu Gita juga tau tidak mungkin Chika berbuat demikian jika tanpa alasan. Dia juga tidak bisa menyalahkan Chika begitu saja, tanpa tau alasannya.

SKIP

Chika dan Gita saling diam. Gita fokus dengan mengemudi. Sedangkan Chika menatap keluar jendela. Dengan riuhnya pikiran saat ini. Apakah onty-nya itu akan marah atas apa yang dia lakukan? Apakah ia akan kembali menerima amarah dari orang terdekatnya lagi? Itulah yang ada dipikiran Chika.

Perjalanan 30 menit untuk sampai ke rumah, mereka isi dengan diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Biasanya Gita yang selalu memulai. Tapi kali ini dia rasa bukan saat yang tepat untuk berbicara dengan Chika.

"Jam 7 malam, kamu harus udah siap." ujar Gita sambil menarik tuas rem tangan.

Chika menatap penuh tanya. 

"Nanti juga kamu tau, yang penting kamu udah siap di jam segitu." lanjut Gita.

Mereka keluar dari mobil dengan Gita yang berjalan lebih dulu. Chika tak berani bertanya atau berinteraksi dengan Gita, karena ia tau pasti ontynya itu saat ini sedang menahan kesal.

"Dek? Kamu ko udah pulang?" tanya Ve.

"Iya aku gak enak badan mi." bohongnya. Gita tidak mungkin menceritakan tentang Chika.

"Loh cucu Oma juga? Tumben banget kalian barengan?" tanya Ve dengan merangkul bahu Chika. Gadis itu hanya diam dan sekilas menatap segan Gita. Chika atau Gita tidak menjawab pertanyaan Ve.

"Kalian ganti baju ya. Oma udah masak, kita makan sama-sama."

"Aku ke atas dulu mi." pamit Gita. Dibalas anggukan kepala Ve. 

"Oma temenin ya," ujar Ve sambil mengusap pipi Chika.

"Gak usah Oma, Chika sendiri aja."

Tanpa ba-bi-bu Ve memeluk Chika erat. Lalu menciumi pipi cucunya itu. "Oma kangen banget sama kamu sayang."

"Ooma... Chika bau tau."

"Mana ada sih? Orang wangi gini. Wangi kamu masih sama kaya dulu sayang. Kamu masih bayinya Oma." ujar Ve menguyel-nguyel pipi Chika.

"Oomaa..." rengeknya.

"Maaf sayang, muachh. Gih ganti baju. Oma tunggu disini ya. Nanti sekalian panggil onty kamu."

"I-iya Oma." jawab Chika ragu.




***



Cio sama sekali sudah tidak bisa berpikir jernih. Dengan hati yang masih penuh amarah, tidak terima dengan apa yang terjadi dengan perusahaannya. Cio pergi ke suatu tempat, selain dari makam Shani tempat ini juga sering ia kunjungi.

Tempat yang di penuhi oleh orang-orang yang mungkin sama seperti dirinya. Sekedar untuk melepas penat dan juga rasa kesalnya. Di sudut ruangan tersebut, seorang laki-laki terkulai lemas dengan botol di genggamannya dan para perempuan yang duduk di sampingnya. Suara musik yang begitu kencang terdengar. Membuat siapapun terganggu dengan bisingnya. Tapi tidak dengan mereka disana. Yang semakin heboh menikmati musik tersebut, yang di mainkan oleh seorang DJ.

Pria-wanita, tua-muda menjadi satu dalam ruangan tersebut tanpa ada jarak sama sekali.

"Biasa." ucap Cio.

Pelayan tersebut segera memenuhi permintaan Cio. Ya, "biasa". Karena Cio sering sekali datang kesana.

Satu gelas ia habiskan tanpa sisa.

"Tambah lagi."

Tanpa ragu pelayan pun menuangkan kembali minuman tersebut. Kali ini Cio tidak langsung meminumnya. Ia hanya menatap gelas tersebut dan memainkannya dengan telunjuk. Merenung sejenak tentang semua riuh isi kepalanya. Yang semakin hari semakin berisik. Mengalahkan suara musik yang ada.

"Lo baik-baik aja?" tanya seorang laki-laki yang menghampirinya.

Cio menoleh sesaat, lalu kembali menatap gelasnya. Kalau ditanya baik-baik saja dia tidak mungkin datang ke tempat tersebut.

"Lo jangan minum terlalu banyak. Gue gak mau kejadian waktu itu ke ulang lagi. Semua pelanggan gue pergi." ujarnya.

Peristiwa beberapa waktu lalu memang pernah terjadi di tempat tersebut, yang mana melibatkan Cio dan juga salah satu pengunjung lain. Mereka terlibat pertikaian. Cio menghajar habis orang tersebut sampai tidak berdaya. Bahkan Cio sempat akan dilaporkan pada pihak kepolisian atas dugaan penganiayaan.

Namun saat itu juga Aldo mengetahui. Dan berusaha mencari jalan damai agar Cio tidak berurusan dengan pihak kepolisian. Berbagai cara Aldo lakukan untuk membantu Cio. Meskipun sulit, tapi tetap ia lakukan. Dan setelah banyak bukti Aldo kumpulkan ternyata Cio tidak terbukti bersalah dan apa yang terjadi itu hanya salah paham.

Kejadian itu tidak pernah Aldo ceritakan pada keluarga Cio, begitupun dengan Cio. Hanya mereka berdua saja yang tau. Terlebih Aldo tidak ingin membuat keluarga Cio khawatir. Dan menambah beban pikiran mereka. Sudah terlalu banyak rasa sakit yang harus ditanggung oleh keluarga Cio, ia tidak sampai hati jika harus menambah beban mereka lagi.

Cio tidak menggubris perkataan laki-laki tersebut. Ia kembali meneguk minumannya. Tanpa berkata-kata lagi, laki-laki itu kemudian meninggalkan Cio.

Berapa botol pun Cio mampu habiskan. Apakah Shani datang? Tidak, Shani tidak pernah datang walaupun Cio berusaha membayangkan dirinya. Shani tak pernah hadir dalam angannya.

"Hancur! Semuanya hancur!" racaunya. Matanya memerah, kepalanya bergerak ke segala sisi. Menahan rasa pusing yang mendera. Satu batang rokok yang menyala tak lepas dari sela jarinya. Semakin ia pusing, semakin kencang juga ia menghisap rokok tersebut.

Berharap semua akan kembali membaik setelah ini. Tapi bukankah itu hanya mimpi semata? Tidak ada yang akan berakhir dengan baik jika semuanya di awali dengan rasa sakit.

Setelah cukup lama Cio berada di sana, dengan tubuh  sempoyongan Cio keluar dari tempat tersebut. Kini hari mulai malam, dan langit pun sudah gelap. Sebisa mungkin Cio berjalan untuk sampai ke mobilnya dengan berusaha membuka matanya yang sangat berat menahan kantuk.

Di tengah perjalanan, ia melihat seseorang yang sepertinya sangat ia kenali. Dari postur tubuhnya, panjang rambutnya sama persis seperti wanita yang selama ini ada di dalam benaknya. Cio mengerjapkan beberapa kali matanya seolah tak percaya. Menatap tajam ke arah wanita tersebut.

Tanpa ragu Cio berlari kecil untuk menghampirinya. Seketika Cio menarik dan memeluk wanita tersebut. "Shan," ucapnya lirih.

"Lepas!!! Lepasin! Tolong!" pekik wanita tersebut yang berontak dalam pelukan Cio.















Double up tuh...

VOTE DONG!!!
MASA YANG BACA RATUSAN, YANG VOTE CUMAN DIKIT!!! BACA ELIT, VOTE SULIT!!!😪😭

Makasih ❤️

Bersama [Greshan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang