Typo 🙏
Happy Reading...!!!Cio masih betah berada di pemakaman, sejak pagi. Sekarang matahari sudah berada di atas kepalanya, namun ia sama sekali tidak ingin beranjak dari sana.
Walaupun hanya sebatas batu nisan, tapi itu sudah cukup baginya untuk mengobati rasa rindunya pada Shani. Bagaimana bisa melupakan dia yang tak lama akan kamu miliki seutuhnya, tapi harus pergi begitu saja secara tiba-tiba.
Dengan segala asa dan juga kebahagiaan yang pergi dari hidup Cio. Membuatnya seperti ingin mengakhiri semuanya. Pikiran itu sempat terlintas dalam benaknya. Berpikir dengan jalan seperti itu ia akan bertemu dengan Shani. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk mengakhiri hidupnya. Tapi dalam satu waktu juga, bayangan Shani selalu hadir dan Cio pun mengurungkan niatnya. Cio lebih baik mati, daripada harus perlahan merasakan sakit itu yang pada akhirnya akan dia bawa mati juga.
Mata yang dulu selalu memancarkan binar kebahagiaan dan kasih sayang, kini yang ada hanya amarah dan juga kebencian akan takdir buruk dalam hidupnya.
Suara dering telpon terdengar memecah keheningan yang sejak tadi Cio nikmati.
"Lo dimana? Lo lupa kalo sekarang kita harus rapat?" ujar seseorang di ujung panggilan. Suara yang tidak asing bagi Cio.
Setelah mendengar apa yang kawannya ucapkan, Cio segera menutup panggilan tersebut tanpa berniat untuk mengiyakan atau memberikan jawaban.
Sekilas ia melihat layar ponselnya yang di sana terpasang foto. Dirinya, Shani dan juga Chika. Cio menghela napas berat. Melepaskan sedikit sesak di dadanya.
"Sayang, maafin papa nak. Papa egois. Tapi papa juga bingung harus gimana. Papa udah terlanjur nyakitin kamu." gumamnya. Telunjuknya mengusap lembut layar ponselnya, tepat di foto Chika. Rasa sesal itu sesekali datang, namun Cio juga selalu kalah oleh egonya sendiri. Hatinya seperti mati.
Siapa yang harus dia salahkan untuk semua yang terjadi? Sudah pasti rasa sakit itu selalu ia ciptakan sendiri. Tanpa berusaha membuatnya sembuh. Malah semakin terpenjara dalam angan dan bayang orang yang tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah bisa ia miliki selamanya.
Tidak ada obat, jika yang sakit adalah hati. Kecuali dengan orang yang telah membuat luka itu sendiri. Sebuah kata "maaf" mungkin bisa terucap, jika memang orang yang menyakiti masih berada di bawah langit yang sama.
Mungkin rasa sakit itu akan sedikit terobati, bahkan akan sembuh dengan sendirinya.
Tapi bagaimana dengan Cio?Jika kita bisa menerima semuanya dengan ikhlas tanpa keluh, tanpa menyalahkan apapun dan siapapun. Semua yang terjadi adalah bagian dari alur kehidupan yang harus dijalani. Hidup tidak hanya melulu tentang masa lalu, hari ini dan esok, tapi bagaimana kita bisa menghidupkan kembali apa yang telah mati dalam diri kita.
Itulah yang tidak bisa Cio lakukan. Ia terus terperangkap, dan tenggelam dalam rasa sakitnya sendiri. Yang entah sampai kapan akan berakhir.
"Sayang, aku pergi dulu. Maaf ya, sore ini mungkin aku gak bisa kesini. Tapi besok, aku janji akan kesini lagi. Aku akan selalu mencintaimu, Shan. Meskipun sakit ini semakin membunuhku, tapi aku cinta sakit ini." lirihnya, usapan itu Cio berikan di nisan Shani. Dengan berat hati ia harus pergi melangkahkan kakinya meninggalkan pusara Shani.
***
Di roof top Chika melampiaskan semuanya. Menangis sekencang-kencangnya. Ini sama sekali di luar kendali. Di lubuk hatinya yang paling dalam ia pun menyesal untuk apa yang terjadi pada Christy. Namun pikirannya selalu bertolak belakang dengan hatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama [Greshan]
RomanceKehilangan seseorang akan selalu menjadi luka terdalam.