16

2.1K 137 0
                                    

Typo🙏
HAPPY READING...!!!















Keadaan Chika masih sama, meskipun sudah ditangani oleh dokter, tapi demamnya belum juga turun. Cio sangat khawatir sebenarnya sakit apa yang di derita oleh Chika, sampai² obat pun tidak bisa untuk menyembuhkan kondisi Chika.

"Mah, pulang. Chika kangen sama mama." Chika masih mengigau hal yang sama.

"Kamu mau biarin Chika kaya gini terus?" Tanya Mami.
Cio hanya terdiam, jujur saat ini dia bingung apa yang harus dilakukan.

"Chika itu cuman butuh Shani. Kamu liat sendiri kan mau seberapa banyak obat yang di kasih ke Chika, tubuhnya ga merespon. Coba kamu hubungi Shani. Siapa tau dia mau kesini liat Chika."
Cio terus mengelus punggung tangan Chika. Dia berpikir apa memang dia harus menghubungi Shani. Sementara Chika seperti ini pun karna dia bertemu Shani.

"Cio ga bisa mi."

"Kamu jangan egois, ini bukan salah Shani Cio! Justru Chika menemukan kebahagiaannya yang hilang dalam diri Shani. Harusnya kamu seneng banyak banget perubahan yang Shani kasih ke Chika. Kamu ga mau Chika sembuh kaya dulu lagi? Kamu mau Chika tetep kaya gini? Oke kalo itu mau kamu, mami ga akan ikut campur. Silahkan kamu lakukan sesuka hati kamu. Silahkan kamu korbankan perasaan anak kamu dan rusak kembali mentalnya." Ucap Mami.

"Cio mau keluar dulu, titip Chika." Cio berlalu begitu saja. Sementara Veranda merasa kesal melihat kepergian Cio. Perkataan nya barusan tidak di gubris sama sekali oleh Cio. Pikir Veranda hanya bertemu dengan Shani, keadaan Chika akan membaik.

"Cucu Oma sayang, kamu kangen banget ya sama Mama. Sampe kamu kira Tante Shani itu mama kamu. Oma bingung sayang, Oma juga sedih liat kamu kaya gini. Papa kamu sama sekali ga bolehin Tante Shani buat kesini. Padahal cuman Tante Shani kan yang kamu butuhkan? Sabar ya, Oma pasti cari cara supaya Tante Shani bisa ketemu sama kamu." Ucap Veranda.


Shani sudah sampai didepan rumahnya. Dan turun dari mobil Anrez.

"Mampir dulu Rez?"

"Ga usah Shan, aku mau langsung aja. Salam ya buat Tante." Ucap Anrez.

"Iya, makasih udah ajak aku makan sama anterin aku pulang. Dan maaf juga..."

"Udah ga papa, lagian kamu juga sakit kan. Kamu masuk gih! Terus istirahat." Ucap Anrez.

"Iya, kamu hati-hati."

"Iya Shan"

Mobil Anrez pun berlalu. Shani memasuki rumahnya. Diruang tamu ada Imel dan juga Jinan.

"Cepet banget ka?" Tanya Imel.

"Iya mam."

"Kenapa ka?" Tanya Jinan. Shani mendudukkan dirinya disamping Imel. Kepalanya bersandar di pundak sang mama.

"Perasaan Kaka ga enak mam." Ucap Shani lesu. Hari ini dia sama sekali tidak bersemangat. Ditambah pikirannya terus tertuju pada Chika.

"Kenapa?" Tanya Imel.
Jinan yang awalnya duduk di bawah, kini berpindah ke samping Shani.

"Chika." Lirih Shani.

"Kaka masih mikirin Chika?" Tanya Jinan.
Dibalas anggukan Shani.

"Udah jangan dipikirin terus ka. Lagian aneh banget sih kamu tuh. Chika itu baru beberapa hari kamu kenal, tapi kamu kayanya udah deket sama sayang banget sama dia. Bahkan kamu ga gitu loh kalo sama Marsha. Padahal Marsha sodara kamu, sepupu kamu sendiri. Chika itu orang lain ka." Ucap Imel.

"Ga tau mam, Kaka kaya kepikiran terus sama dia. Kaka sayang banget sama dia mam. Kaka mau ketemu Chika."

"Adek juga kangen sih sama Chika mam." Sambung Jinan.

"Udah deh ka, lupain Chika pelan-pelan. Nanti juga bakal terbiasa. Kan tadinya juga dirumah ini ga ada Chika. Ya udah kita balik lagi kaya dulu." Ucap Imel, meskipun dirinya juga sama seperti Shani dan Jinan. Gadis kecil itu telah membuat mereka semua jatuh cinta.

Shani memasuki kamarnya, aroma minyak telon yang dia pakaikan untuk Chika masih tertinggal di kamar itu. Semakin membuat Shani merindukan kehadiran Chika. Shani mendudukkan dirinya di karpet bulu, tempat Chika bermain. Selama satu Minggu Chika berada di sana, tapi semua tentang Chika seolah ada di setiap sudut ruangan itu.
Shani membuka ponselnya dan melihat isi galeri foto yang terdapat foto Chika. Entah kenapa setiap momen bersama Chika dia selalu mengabadikannya.

Shani hanya menampilkan senyumannya saat melihat setiap momen singkat bersama Chika. Tak terasa airmatanya menetes begitu saja diujung matanya. Dia sangat merindukan Chika, yang sekarang dia tidak tau bagaimana kabar anak itu.

Ponselnya tiba-tiba berbunyi, nomor tanpa nama yang muncul dilayar ponselnya. Shani mengabaikan panggilan itu, karena mungkin hanya orang iseng atau salah sambung. Shani paling takut jika harus menerima telpon dari orang yang tidak dikenal. Tapi ponsel itu terus berbunyi, membuat Shani sedikit penasaran. Shani memberanikan diri untuk menerima panggilan itu.

"Ha halo?"

"Halo nak Shani?" Ucap seseorang di ujung telpon.

"I iya, ini siapa ya?"

"Maaf mengganggu waktunya. Saya Veranda mami nya Cio."

"Oh iya, ada apa ya Tan? Ko tiba-tiba telpon saya?"

"Pertama saya mau mengucapkan terima kasih sama kamu, karna sudah menolong dan merawat cucu saya. Maaf sudah membuat nak Shani kerepotan sama Chika."

"Chika sama sekali ga ngerepotin ko Tan. Chika anak yang baik. Chika nya mana ya Tan? Saya mau bicara."

"Maaf sebelumnya nak Shani, kamu malah jadi kebawa-bawa sama situasi yang Chika alami sekarang ini. Tante belum pernah ketemu kamu secara langsung, tapi Tante yakin kamu wanita yang baik. Sama seperti menantu saya, itu sebabnya Chika nyaman sama kamu. Sekarang Chika lagi butuh kamu nak, mau kan kamu temuin Chika?"

"Chika kenapa Tan???"

"Chika sakit nak dia sekarang lagi di rawat di rumah sakit. Demam dia belum turun juga dari kemarin malam. Semua obat yang dokter kasih juga ga bisa buat demam Chika turun. Tante minta tolong sama kamu, mau ya temuin Chika. Karna Tante yakin cuman ketemu sama kamu Chika bisa sembuh."

"Dirumah sakit mana Tan? Aku kesana sekarang."

"Makasih ya nak, nanti Tante sharelock alamatnya. Maaf Tante ngerepotin kamu."

"Aku ga kerepotan sama sekali Tan."

"Kalau begitu Tante tunggu ya. Makasih nak Shani."

"Iya Tan, sama²."

Panggilan pun terputus.

"Ternyata benar firasat aku soal Chika." Gumam Shani.

Shani menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Imel dan juga Jinan yang melihat itu kebingungan sebenarnya Shani akan pergi kemana.

"Ka, mau kemana?" Tanya Imel.

"Rumah sakit mam."

"Siapa yang sakit ka?" Tanya Jinan.

"Chika." Singkat Shani, dia berlalu begitu saja tanpa berpamitan pada Imel.

"Ka tunggu!!!" Teriak Imel.

"Chika sakit mam. Tapi kaka tau darimana Chika sakit?" Tanya Jinan.

"Mungkin papanya Chika telpon. Mama jadi takut deh, kalo papa kamu tau Kaka temuin Chika lagi."

"Kenapa emangnya mam?" Tanya Jinan penasaran.

"Papa waktu itu bilang sama mama, jangan sampe Kaka berurusan lagi sama Cio. Apalagi kalo dia nemuin Chika cukup waktu itu aja dia rawat Chika. Papa ga mau hubungan Kaka sama Anrez nantinya jadi ke ganggu dek."

"Lagian papa kenapa sih pake jodohin kaka sama ka Anrez segala. Emang Kaka mau mam?"

"Ga tau lah dek, mama juga bingung. Papa kamu itu keras kepala, mama ga bisa mencegah ini terjadi sama Kaka kamu. Semoga papa ga salah milih orang buat jadi pendamping Kaka nantinya." Ucap Imel. Dalam benaknya juga masih ada keraguan pada diri Anrez. Bagaimana pun dia seorang ibu yang ingin selalu memastikan bahwa anak-anaknya baik-baik saja.

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang