Elsie's Point of View
"Good night," dia membalas sapaanku tanpa melenyapkan senyuman mengejeknya yang tetap sama. Di belakangnya muncul gadis pirang yang seingatku hadir di acara pelelangan tadi pagi. Gadis itu berdiri di sebelah Justin, bertolak pinggang dengan tatapan menilai yang ditumbukkan ke arahku.
Sebelah alisku terangkat membalas pandangan mengintimidasi seperti itu.
"Siapa dia?" gadis itu menunjukku, bertanya pada Justin yang tak beranjak dari tempatnya. "Bukankah... uhm, dia yang kau ajak bicara tadi?" jari telunjuknya yang panjang dan lentik terarah menuju padaku.
Aku mengerucutkan miring. Menunjukku dengan cara tidak sopan seperti itu kuanggap sebagai tantangan. Aku beranjak berdiri dari sofa, melenggang menghampiri gadis pirang itu dan berhenti di depannya. Ekor mataku melirik sebentar ke arah Justin, lantas kukembalikan pada gadis pirang di depanku.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu pertanyaan yang sama," balasku seraya melipat tangan di depan dada.
"Bitch please? Tidak ada yang pernah melarang Cheryl Gardenhaal untuk menginjakkan kaki dimana saja." Dia memiringkan wajahnya membalas tatapan menantangku. "Apalagi menginjakkan kakiku ke dalam apartemen Jeff." Sebelah matanya dikerlingkan pada Jeff di belakang sana.
Aku menoleh ke belakang menuntut balasan siapa gadis asing ini. Membalas pertanyaan yang terekam dari wajahku, Jeff menggerakkan telunjuknya di sebelah pelipis memberikan gambaran bahwa gadis di depanku ini terkena gangguan jiwa.
"Cheryl," Justin yang sedari tadi diam sekarang membuka suara untuk menengahi. Dia melirik gadis di sebelahnya beberapa waktu, lalu melanjutkan, "Ini Elsie Cavren."
Spontan, gadis pirang yang dipanggil Cheryl itu membuka mulutnya sedikit dan tertawa pendek. Dia memandangku sejenak, menelaah penampilanku dari puncak kepala hingga ujung kaki, tatapan yang sama seperti tadi. "Andai saja kau bukan Elsie Cavren yang diceritakan Justin, sudah pasti kau babak belur sekarang."
Bola mataku terputar ke atas.
"Baiklah," katanya lagi. Melambaikan tangannya di udara, Cheryl melenggang anggun menghampiri sofa berlengan panjang dan mendaratkan pantatnya di sebelah Jeff seraya menyandarkan lengannya di atas sandaran sofa. "Selesaikan urusan kalian yang tertunda. I'll stay here with the handsome one." Jari-jari tangannya sengaja menyentuh sisi wajah Jeff yang langsung ditepis olehnya.
"Aku ingin berbicara sekaligus bertanya padamu, Elsie."
Kepalaku bergerak ke depan untuk berpandangan sebentar dengan sepasang iris hazel Justin yang menyorot sama seperti dulu. Aku tidak membalas, alih-alih mengerucutkan bibirku ke samping dan melenggang keluar dari apartemen Jeff. Kubiarkan dia menyamai langkahku di sebelah ketika aku berjalan pelan sepanjang koridor yang lengang.
"Aku mendengar apa yang kau bicarakan pada Jeff tadi."
Aku masih diam. Untuk menoleh ke samping saja enggan, bagaimana mungkin aku membalas dengan ucapan? Rasanya lidahku seperti dipotong seseorang, membuatku kesulitan mengucapkan rangkaian kata—juga makian—yang sebenarnya sudah menggantung di langit-langit mulutku.
"Sampai kapan kau diam?" tuntutnya, lalu berhenti dan menahan tanganku memaksaku untuk berhenti. "Ini bentuk kemarahanmu padaku karena aku meninggalkanmu?"
Dan dia masih bertanya?? Hell.
Menanggapi pertanyaannya, aku tertawa sarkastis. Kutepis tangannya yang menggenggam pergelangan tanganku. Mataku bersinar penuh dendam. Di lain sisi aku merindukannya dan ingin memeluknya. Di sisi yang satunya aku ingin memukulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Redemption (Sequel of Perfect Revenge) by Loveyta Chen
Fanfictionthis story is NOT mine