Elsie's Point of View
"WHAT?!" aku berteriak kencang setelah mendengar penuturan Kyler bahwa grandma tertembak. Aku menggelengkan kepala tidak memercayainya, mengusap rambutku ke belakang.
"Aku tidak mungkin menunggumu banyak bicara. Dia harus dibawa ke rumah sakit sebelum terlambat ditangani."
Kyler memutus sambungan telepon, meninggalkan aku yang masih berdiam diri merasakan debar jantungku. Bagaimanapun juga, dia tetap nenekku. Tentu aku merasa khawatir mendengar berita itu.
"Ada apa, Elsie?" Jeff yang menyadari kepanikanku bertanya skeptis.
Aku memandangnya sekilas. "Aku harus pulang. Nenekku ditembak orang." Dan aku menduga Carter-lah yang menembaknya. Siapa lagi?
Belum kuberi kesempatan membalas ucapanku, aku meninggalkan Jeff dengan langkah gusar keluar dari apartemennya. Badanku mendadak dingin. Mungkin nenekku sangat jahat, picik, bedebahlah, tapi tetap saja dia nenekku. Aku berkewajiban untuk melihat keadaannya. Semoga dia terselamatkan.
Kupercepat lariku menyusuri koridor apartemen menuju tempat parkir mengambil mobilku. Berulang kali mataku melirik pada jam tangan selama berlari di tengah kegelapan. Aku tidak boleh panik. Ini senjata utama Carter jika mengetahui aku panik. Memastikan keadaan di sekitarku baik-baik saja, aku menghembuskan napas panjang menenangkan diri, lantas menjejalkan tubuhku memasuki mobil dan melajukannya dalam kecepatan tinggi.
Mom berdiri di depan pintu bangsal tempat Grandma dirawat. Pandangannya tertuju lurus ke depan melihat keadaan Grandma di dalam sana. Melanjutkan langkahku, aku menggigit bibir bawahku berharap dia tidak berkomentar apa-apa. Kuanggap keberadaannya semu, namun matanya dilirikkan padaku begitu kudorong pintu bangsal Grandma. Mom tidak menegurku meskipun aku sudah masuk ke dalam sana. Dia hanya mengamatiku seraya mendekap bahunya, menatapku monoton, dan pada akhirnya melenggang pergi meninggalkan bangsal ini.
Grandma terbaring dengan berbagai selang terpasang di sekitar tubuhnya. Aku mendekat dengan langkah ragu-ragu. Bola mataku melirik ke araf sofa panjang di mana terdapat Kyler yang duduk sambil menopang kepalanya memandangku. Kualihkan perhatianku darinya, lantas berhenti di sebelah Grandma yang masih memejamkan mata.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" bisikku, lalu melesatkan lirikan tanyaku pada Kyler di sofa sana.
"Dia pergi dan aku mengikutinya," Kyler menjawab pertanyaanku setengah berbisik. "Dia menemui seseorang tapi aku tidak dapat melihat wajahnya. Kemudian terdengar suara letusan senjata, Miranda terkapar, dan mobil yang mengangkut sosok asing itu hilang."
"Mobil apa?" aku menautkan kedua alisku.
"Bugati."
Bugati. Salah satu mobil yang pernah kulihat di garasi rumah Carter. Refleks, tanganku membentuk kepalan erat. Untuk apa Grandma bertemu dengan Carter? Dan mengapa dia tidak memberitahuku?? Ada banyak hal yang tersangkut di jaringan otakku, membentuk pertanyaan-pertanyaan berkelebatan.
Aku memandang Grandma sementara waktu, lalu beralih memandang Kyler yang tak lagi berbicara. Kuhembuskan napas pendek di udara yang terkontaminasi dengan bau obat-obatan di sini. Aku mengambil tempat dengan duduk di sebelah bangkar Grandma, menunggunya sadar dan barangkali—kalau beruntung—bisa mendapatkan kejelasan darinya mengenai kejadian yang menimpa dirinya.
Aku membuka mata begitu merasakan genggaman longgar di telapak tanganku. Tak kusadari, aku tertidur di bangsal ini dengan kepala bersandar di atas selimut Grandma. Mataku menyipit menemukan selimut tebal sudah membungkus tubuhku. Aku mengangkat kepalaku, mengerjapkan mata beradaptasi dengan kamar ini, lantas menerjunkan perhatian ke seantero tempat. Tidak ada Kyler di sofa panjang itu. Hanya ada aku dan Grandma yang, well, menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Redemption (Sequel of Perfect Revenge) by Loveyta Chen
Fanfictionthis story is NOT mine