Kumpulan asap rokok perlahan menghilang, terbang bersama hembusan angin di balkon apartemen. Menenangkan diri dengan sebuah rokok di bawah langit malam menjadi pilihan yang sangat pas setelah dirinya melewati segala permasalahan pada hari ini.
Laki-laki itu belum mengenakan baju setelah membersihkan luka-lukanya serta membalut tangan kirinya menggunakan perban. Dihisapnya sebuah rokok seraya memandang bintang-bintang yang cukup terlihat jauh di atas sana sangat menenangkan dirinya, Bastian tidak ingin menggunakan sisa waktu di hari ini untuk berlarut memikirkan permasalahan tadi, mungkin ia akan lanjut memikirkannya esok hari setelah pikirannya benar-benar jernih dan dirinya stabil.
Entah mengapa pembicaraannya dengan Amora di markas tadi malah jauh lebih mengganggu pikirannya dibandingkan penyerangan dari Garva bersama anggotanya. Di sisi lain, lagi dan lagi dirinya menolong Amora. Seharusnya ia membiarkan Amora terjatuh saja tadi tapi entah mengapa hatinya di dalam sana berkata lain dan pikirannya memaksa bahwa menolong Amora tadi merupakan bagian dari bentuk tanggung jawabnya.
Srekk
Pintu yang menghubungkan antara ruang televisi dengan balkon pun terbuka, Bastian menoleh dan mendapati Amora lah pelakunya. Dilihatnya perempuan itu sudah mengganti pakaian mengenakan kemeja putih miliknya yang menjadi oversize pada tubuh Amora, ia tidak menyimpan pakaian banyak di apartemennya dan hanya ada beberapa pasang pakaian saja.
Amora melipat kedua tangannya di depan dada lalu melangkahkan kedua kakinya ke arah Bastian duduk, hal pertama kali yang Amora lihat tepat berdiri didekat Bastian yaitu di tubuh laki-laki itu terdapat banyak luka lebam serta tangan kiri yang diperban.
"Mau ributin apa lagi? Besok lagi ributnya, gue lagi nggak mau ribut kali ini" ucap Bastian sebelum mengenakan bajunya yang berada di sisi sofa.
Amora membuang wajahnya seraya mendudukkan tubuhnya kasar saat mendengar tuduhan dari Bastian, padahal ia menghampiri Bastian bukan untuk meributkan suatu hal, lagipula meributkan sesuatu dengan Bastian tidak akan pernah ada habisnya.
"Jangan buat kesimpulan sendiri kalau lo nggak tau kebenarannya. Bukan begitu, Bastian?" ucap Amora membalikkan kata-kata milik Bastian.
Amora mengambil sebatang rokok yang tergeletak di atas meja, menghidupkannya lalu menghisap rokok tersebut dengan perlahan namun pasti. Melihat Amora yang merokok tidak membuat Bastian kaget ataupun heran, pasalnya Bastian sempat melihat banyak sisa putung rokok di meja milik Amora saat di club waktu itu.
Amora membuang abu rokok yang mulai menggumpal pada sebuah asbak yang berada di atas meja sebelum menghisapnya kembali. "Mereka semua siapa?" tanya Amora setelah mengeluarkan asap rokok dari bibirnya.
"Anggota Graventas dari Revord High School" jawab Bastian seraya menaruh putung rokok pada asbak.
Amora mengingatnya, pada informasi yang diberikan oleh Erika mengenai Revord High School dan sekolahnya memiliki hubungan yang tidak baik, termasuk pentolan di antara kedua sekolah tersebut. Jadi empat orang laki-laki tadi adalah anggota Graventas yang melakukan penyerangan terhadap Zervanos.
"Apa yang mereka mau dari lo?" tanya Amora seraya menoleh pada Bastian. "Mereka nggak mungkin lakuin penyerangan kalau nggak ada tujuan, kan?"
"Kemenangan mungkin? Karena mereka selalu kalah dalam perihal apapun dari Zervard High School" jawab Bastian yang memang benar nyatanya. "Kadang juga mereka bales dendam dari kenyataan yang masih belum bisa mereka terima" sambung Bastian seraya balik menoleh pada Amora.
Amora mulai paham mengapa kedua sekolah bergengsi tersebut memiliki hubungan yang tidak baik, ditambah di kedua sekolah tersebut memiliki pentolan yang sangat berambisi pada kekuasaan dan suka membalaskan dendam satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENOMOUS
Teen Fiction[ Cover Design by @jeasy_art ] Renggala Bastian Bratadikara, seorang laki-laki yang sangat berpengaruh pada salah satu sekolah bergengsi di ibu kota Jakarta, Zervard High School. Bastian memanfaatkan posisi dirinya yang berada di kasta pertama untuk...