Bangunan megah di hadapannya, membuat Zehan takjub, sungguh megah sehingga membuat Zehan merasa kecil. Seperti istana, setiap sudut memiliki cengkok yang indah. Beralaskan warna putih keemasan juga dibentuk begitu elegan. Kediaman Lorenzo begitu sempurna, tidak heran karena pekerjaan Lorenzo pun sebagai boss kantoran.
Lingkungan sekitar begitu asri, rumput hijau yang dipangkas rapi sebagai pijakan. Benar-benar tidak ada tanah yang terlihat. Dari depan, dari pada rumah, Zehan menyebut bangunan di depannya Istana.
Zehan mengerti maksud dari jika hidupnya akan terjamin. Dalam. Sekilas pun Zehan mengerti maksud ucapan Lorenzo yang ini.
"Selamat datang kembali tuan." Seruan dari belasan penjaga di depan pintu. Membungkuk dalam menyambut dan menyapa dirinya. Lebih tepatnya raga Lorenzo.
Zehan menatap semua orang satu persatu. Mereka memakai setelan jas hitam yang di dalamnya kemeja putih serta sepatu pantofel hitam. Di setiap telinga mereka terdapat earphone digunakan untuk menghubungi satu sama lain.
"Ya, terimakasih." Zehan menjawab, membungkuk samar sebagai balasan kemudian masuk kedalam. Tentu bukan hanya diluar yang megah, di dalam pun begitu istimewa. Zehan kagum juga penasaran tentang pekerja serta Arsitek yang telah merangkainya.
Zehan tidak menyadari, jika tingkah kecilnya, membuat gebrakan besar bagi bawahan Lorenzo. Mereka bertanya-tanya tentang sang tuan yang mengucapkan kata sakral bagi mereka. Bahkan tergerak untuk menunduk. Tuan mereka yang angkuh, selalu berjalan dengan dagu tinggi membungkukkan badan untuk mereka.
Sungguh perubahan yang luar biasa.
"Selamat datang tuan. Anda ingin makan terlebih dahulu atau membersihkan diri?" ujar Hana. Pekerja pembantu di istana luas Lorenzo. Wanita yang sudah mengabdi selama belasan tahun. Menjadi tanggung jawab atas segala urusan Mansion.
"Aku ingin mandi." Zehan melonggarkan dasi. Dia sudah beradaptasi dengan sikap Lorenzo. Lorenzo telah menjelaskan keseluruhannya. Sangat gampang bagi Zehan yang sudah terjun dalam publik untuk memiliki banyak topeng.
"Baik tuan," Hana pamit undur diri. Kemudian menyuruh maid untuk memanaskan air hangat. Sementara dirinya harus pergi ke dapur untuk mengatakan pada koki menu makan malam mereka.
"Oh Hana." Sebelum langkah Hana menjauh, Zehan memanggilnya. Zehan harus membuat pergerakan pertama, yakni melakukan makan malam bersama kedua putra Lorenzo. Karena pria itu tak pernah melakukan makan malam bersama sejak kejadian itu.
Hana berjalan kembali. "Saya di sini tuan."
"Darel dan Ivan.." Zehan menggantung ucapannya. Melihat reaksi Hana yang sepertinya terkejut ketika dia mengucapkan kedua nama itu. "Mereka belum kembali?"
"Tuan muda pertama dan bungsu telah berada dikamar masing-masing tuan. Mereka kembali satu jam sebelum anda pulang."
Zehan mengangguk, dalam hati benafas lega karena keduanya berada di rumah. "Katakan pada mereka untuk berada di meja makan sebelum aku berada disana." Zehan lantas pergi. Entahlah mungkin pembawaan Lorenzo, membuat Zehan mengikuti gaya bicara Lorenzo.
"Baik tuan." Hana membungkuk kemudian menegakkan badan ketika Zehan menjauh. Ada rasa penasaran di dalam hatinya begitu sang tuan memanggil nama kedua tuan muda lalu mengajak keduanya makan malam setelah sekian lama.
Semoga angin membawa arah yang baik bagi keluarga Aditama, harap Hana dalam hati.
***
Tok
Tok
"Tuan muda Darel, anda di dalam?" Hana mengetuk pintu kamar Darel dua kali. Hana tak perlu melakukan berulang kali, karena tuan muda pertamanya merupakan orang cekatan sama seperti tuannya.
Terbukti dari pintu yang perlahan terbuka. Menampilkan sosok tuan muda pertamanya, Darel. Menggunakan baju santai, kaos putih polos serta celana longgar berwarna abu-abu, memakai kaca mata dan sandal rumahan. "Ada apa bibi Hana?"
"Anda diajak untuk makan malam tuan muda." Hana langsung menyampaikan perintah Zehan.
Darel menaikkan sebelah alis. "Makan malam?" Dia bergerak untuk membuka kaca mata yang bertengger apik di hidung bangirnya. Menyentuh telinganya siapa tau bahwa dia tengah mendengar hal lain.
Hana mengangguk, dia kembali berkata. "Ya tuan.. Anda dan tuan bungsu harus berada di meja makan sebelum tuan Lorenzo berada disana."
Baik sepertinya Darel memang tidak salah dengar. "Ada gerangan apa ayah meminta kita untuk makan malam bersama?"
"Saya tidak tuan. Lebih baik anda bersiap-siap. Anda akan mengetahui jawaban atas rasa penasaran anda jika bersedia hadir." Hana memang pandai memainkan kata. Lalu pergi untuk memanggil tuan bungsunya.
Darel mendengus mendengarnya. Jika diartikan dalam kata kasar. Bahwa dia memang wajib mengikuti perintah ayahnya. Dia harus pergi ke meja makan, suka atau tidak. Atau dirinya akan dipaksa dan mendapatkan hukuman. Karena perintah ayahnya merupakan perintah mutlak.
Maka dari itu, dia segera masuk kedalam untuk berganti baju dan turun kebawah setelah mengunci pintu kamarnya.
Disisi Hana, dia sudah berada di dalam kamar Ivan. Bersama keempat bodyguard yang telah dia panggil. Berbeda dengan tuan muda pertamanya, si bungsu sedikit lebih alot. Hana tak mengetuk, melainkan langsung membuka kamar Ivan. Dirinya sudah memiliki hak itu sejak lama.
"Tuan muda Ivan.. Bangun, anda harus makan malam di meja makan bersama tuan Lorenzo, ayah anda." Sudah tiga kali Hana mengucapkannya. Sementara Bodyguard disisi kanan paling dekat dengan Ivan mengguncang pelan si bungsu.
"Emm.. Bibi Hana, lima menit lagi." Ivan tetap bergelung dalam selimut. Dia mendengar samar ucapan Hana, namun lebih memilih untuk menyelam kembali ke alam mimpi.
"Tidak baik tidur pada waktu sore hari tuan. Anda akan melewatkan makan malam jika terus tertidur. Jika anda tidak bangun dalam hitungan ketiga. Para bodyguard aja membantu anda untuk membersihkan diri." Kalimat panjang Hana katakan. Tetapi Ivan tetap tak bergeming.
Lalu dia saling menatap dengan keempat bodyguard. Mereka pun sigap mengangkat tubuh Ivan dan membawanya ke dalam kamar mandi. Sementara Hana menyiapkan pakaian Ivan, bodyguard yang tersisa merapikan tempat tidur.
Lain halnya Zehan, dia menyamankan diri dalam bathup berisi air hangat yang memiliki wangi citrus menenangkan. Memejamkan mata menikmati air hangat seolah memanjakan dirinya. Menyentuh kulit putih tubuhnya.
Didalam sana hening, Zehan memilih berlarut dalam kenangan indah bersama calon istrinya. Saat dimana, tawa Sara menggema di indra pendengarnya. Suara lembut ketika berucap, dan selalu menenangkan dirinya kala gugup. "Sara, semoga kamu mendapatkan jodoh yang lebih baik," gumamnya.
Zehan sempat rendah diri, karena keluarga Sara merupakan keluarga alim. Sara sendiri keturunan kyai yang disegani. Zehan merasa tak cocok, karena dia sendiri tidak terlalu paham agama. Tetapi keluarga Sara menerima nya dengan lapang dada dan berkata jika dia bisa belajar dalam prosesnya. Sikap baik mereka membuat Zehan banyak belajar.
Ayah serta ibunya juga sering menasehati dirinya untuk selalu berbuat baik.
Masih dalam kenangan kehidupan lamanya, Zehan dikagetkan dengan ketukan pintu dan suara bibi Hana. Dia segera keluar dari dalam bathup dan menyirami diri dibawah guyuran air shower. Semua peralatan kamar mandi ini baru untuknya.
Tetapi Zehan seperti sudah terbiasa. Kebiasaan Lorenzo masih tetap ada. Tubuh Zehan seolah bergerak sendiri dan secara lincah melakukan hal yang tidak dia ketahui.
Dirasa sudah bersih. Zehan menggapai handuk. Mengusap seluruh tubuh yang basah oleh air. Kemudian berjalan ke sisi bersih yang sepertinya khusus cuma untuk cuci muka, mengambil kemeja hitam yang tergantung lalu memakainya.
Ketika sudah selesai dengan semuanya, Zehan keluar. Bibi Hana sudah tidak ada.
Zehan pergi ke arah meja di dekat cermin seluruh tubuh. Mengambil parfum lalu menyemprotkan pada leher serta tangan. Menghirup aroma wangi maskulin yang menenangkan.
Beranjak pergi setelah semuanya selesai.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Father - END
Teen Fiction[ Beberapa part telah di hapus ] Zehan Rabbani merupakan pria lajang yang akan melangsungkan pernikahan lima bulan kedepan. Dia juga merupakan pemilik kedai Mie ayam populer di daerahnya. Lalu, bagaimana ketika kehidupan damainya berubah 100% saat...