Semuaanya sudah terkumpul, Zehan duduk di kursi kepala keluarga. Dia melirik sisi kanan kiri yang terdapat dua pemuda. Jika dilihat sejenak, disisi kanan seperti mewarisi wajah dari Lorenzo, Zehan tau bahwa pemuda itu merupakan anak pertama, namanya Darel.
Darel sedang bermain ponsel, pemuda itu memiliki paras yang tampan. Berambut hitam bergelombang dan tebal. Potongan rambut Wavy Mohawk yang menambah ketampanan Darel berkali-kali lipat. Sulung Aditama itu begitu sempurna. Kulit seputih susu milik Darel mengikuti gen Lorenzo.
Sedangkan di sisi kiri nya terdapat bungsu Aditama. Rambut lurus sedikit kecoklatan yang berbeda dengan Lorenzo. Mungkin Ivan mengikuti 80% gen ibunya. Apalagi kulit tan Ivan yang jauh berbeda dengan kulit putih Lorenzo maupun Darel.
Berbeda juga dengan kakaknya, rambut Ivan bergaya ala Korea. Mungkin karena rambut lurus Ivan, jadi pemuda itu suka potongan Comma hair. Wajah Ivan tampan nyerempet kemanis. Benar-benar duplikat ibunya.
"Hidangan terakhir.. Filet mignon dengan glasir balsamic." Hana menaruh 3 piring berisikan steak dicampur dengan anggur merah. Dibantu oleh satu koki yang membawa dua piringnya. Darel mengangkat alis, untuk apa hidangan spesial itu berada di meja makan.
"Bibi Hana, apakah seseorang akan datang?" Tanya Ivan menyeruakan pertanyaan si sulung. Pasalnya, bukan hanya Darel, Ivan pun terkejut dengan menu di meja makan, berbeda dengan biasanya. Terdapat makanan mewah yang seharusnya ada ketika tamu datang.
Hana tersenyum menanggapi. "Tidak ada tuan muda. Ini semua dihidangkan untuk anda sekalian." Jawaban Hana tidak membuat puas kedua pemuda itu. Ivan mendengus kasar, tentu dia merasa aneh.
Dia memicing menatap Zehan. "Apa yang ingin ayah coba lakukan sekarang?" Dia tidak bisa menerima perlakuan lain ini. Sangat aneh dan janggal menurutnya. Karena tidak biasa setelah bertahun-tahun ayahnya membuat pergerakan seolah memerhatikan mereka.
"Apa? Ayah hanya ingin makan malam spesial dengan anak ayah." Zehan menanggapi. Dia mengangkat bahu. Sejujurnya, dia juga bingung terhadap menu yang tidak pernah dia lihat. Semuanya berporsi sedikit, tetapi mungkin jika direstoran mewah, harganya juga akan istimewa.
Ivan mengepalkan tangan kuat saat mendengar jawaban Zehan. 'Anak ayah'? Ungkapan menggelikan terdengar dari bilah bibir seseorang yang telah melupakan perannya.
Zehan mengambil piring kemudian berkata. "Makanlah sebanyak yang kalian bisa." Zehan merujuk sebentar. Mulutnya mendadak kelu untuk mengatakan banyak hal. Satu tatapan benci dari si bungsu membuat Zehan sedikit terkejut. Rupanya, kedua belah pihak sama-sama memilih perasaan benci.
Decihan terdengar dimulut Ivan. Dia mendorong kursi, muak jika berada di sekitar ayahnya. Dia tak memiliki minat makan malam bersama dengan ayah seperti Lorenzo. Ayah yang membuang kedua anaknya hanya karena ditinggal istri. Ayah egois yang mementingkan diri sendiri tanpa mau tau kesedihan anak-anaknya.
Zehan menghela nafas, sepertinya tidak gampang untuk berbaikan dengan tenggak waktu cepat. Karena kebencian Ivan seperti kobaran api yang melahap satu hutan luas. Butuh kesabaran ektra dalam menghadapi atau ketika mencoba untuk mematikan kobaran kebencian Ivan pada Lorenzo.
"Perlu saya panggil tuan?" Hana disamping Zehan bertanya. Zehan tersentak kecil, belum lama dia berada di Mansion megah ini, dirinya selalu dikagetkan oleh keberadaan Hana. Wanita tua itu selalu saja berada tepat disebelahnya.
Zehan menggeleng pelan. Mengibaskan tangan menyuruh Hana untuk menjauh. "Tidak usah.. Bawakan saja makan malam untuknya. Pastikan Ivan memakan makanannya sebelum dia hendak tidur kembali." Hana pun menjawab dan pergi memenuhi perintah tuannya.
Di meja makan hanya ada Zehan dan Darel. Darel menikmati ikan kod dengan campuran tomat, bayam dan cuka Balsamic. Lalu salad sayur yang menyehatkan serta roti panggang. Seolah melupakan keberadaan satu sama lain. Juga tak ingin mendengar omong kosong yang diucapkan oleh sang ayah.
Zehan menggeleng pelan, dia lebih memilih mengambil nasi. Lalu menyendok rebusan daging Burgundy. Sup daging sapi klasik yang disajikan di atas mie telur dengan salad besar, karena menurutnya menggunggah selera.
Belum dia menyuapi satu suap makanan ke mulut, Darel juga menarik kursi. Berlalu pergi tanpa menghiraukan kehadirannya. Seakan sosoknya fatamorgana. Sungguh, kedua putra Lorenzo berbeda. Jika Ivan membenci sang ayah selayaknya api berkobar, maka Darel seperti air tenang namun menyimpan misteri didalamnya.
Itu bukan masalah bagi Zehan. Masih banyak kesempatan yang lain. Dia akan berusaha semaksimal mungkin. Jika tidak berhasil di percobaan pertama, masih ada percobaan yang lain. Yang penting Zehan sudah yakin, jika dia akan berjuang mendapatkan maaf dari kedua anak Lorenzo.
***
Kendaraan berlalu lalang seperti semut dimata Ivan yang menyaksikan kegiatan manusia dari atas balkon kamarnya. Sembari meminum teh hangat yang tidak terlalu manis. Sangat pas dlidahnya. Bibi Hana membuatnya dengan sempurna, selalu tau apa yang diinginkan olehnya.
Berbeda dengan sosok 'ayah' yang selama ini selalu bersama dirinya. Presensi disekitar namun seolah tertelan oleh bayangan kebencian. Darel membenci ayahnya, karena sejak kecil tak pernah memperdulikan dirinya meski hanya secuil perhatian.
Terkadang berucap kasar yang membuat dirinya sakit hati. Terkadang mengatakan omong kosong yang membuat dirinya muak.
Selalu bertindak seenaknya dan membuat keputusan tanpa memikirkan perasaannya. Seperti ketika dia harus merelakan masa mudanya dan menerima dia dijodohkan bersama seorang gadis untuk mempererat hubungan politik.
Dia yang masih belasan tahun, harus berperang dengan keegoisan sang ayah. Sikap kasar dan semena-mena ayahnya membuat kebencian kian membara. Jika bisa, Ivan ingin pergi dan meninggalkan orang tua egois seperti Lorenzo. Namun, dia cukup sadar diri jika tanpa Lorenzo dia belum bisa apa-apa.
Semenjak kepergian ibunya, sang ayah semakin tak terkendali. Bahkan dengan saudaranya, Ivan tidak dekat. Bisa dibilang, di Mansion megah ini.. Keluarga namun seperti orang asing. Memilih untuk menjauh dengan cara masing-masing tanpa bertegur sapa, tidak peduli satu sama lain bahkan terkesan acuh.
Terkadang Ivan rindu ketika bersama ibunya dahulu. Moment yang tak akan pernah Ivan lupakan. Masa kecil bahagianya yang tidak dia dapat ketika beranjak remaja. Usapan t#angan lembut sang ibu di kepalanya. Tutur kata lembut yang mampu menenangkan dirinya kala sedih.
Ivan menghela nafas sejenak. "Dia bertingkah seolah tidak memiliki salah!" Tangannya mengepal erat mengingat kejadian di meja makan. "Entah apa yang salah dengan otaknya. Kuharap dia tak melakukan hal gila.."
Ivan masuk kedalam kamar. Karena hawa malam semakin dingin. Dia cukup waras untuk tak membiarkan dirinya diselimuti angin malam. Karena jika dia sakit, ayah dan saudaranya tak akan pernah peduli.
Ivan juga gak mengharapkan hal itu sejak lama. Karena mereka hidup memikirkan diri sendiri sejak lama.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Father - END
Teen Fiction[ Beberapa part telah di hapus ] Zehan Rabbani merupakan pria lajang yang akan melangsungkan pernikahan lima bulan kedepan. Dia juga merupakan pemilik kedai Mie ayam populer di daerahnya. Lalu, bagaimana ketika kehidupan damainya berubah 100% saat...