Bab 21.

7.1K 910 27
                                    


Darel menggenggam tangan sang ayah erat. Semenjak dia tau bahwa sang ayah kritis dan bahkan belum sadarkan diri selama dua hari. Darel tidak pernah pergi dari sisi ayahnya. Dia akan pergi hanya untuk makan, mandi serta kegiatan yang mengharuskan Darel pergi.

Wajah Darel pucat serta kehilangan sinarnya. Dia lelah, tetapi Darel tak ingin istirahat, rasa takut menghantui dirinya. Setiap menitnya, Darel akan memperhatikan patient monitor di samping, tak lupa memeriksa denyut nadi hingga terkadang melamun saat memandang dada sang ayah. Ingin memastikan bahwa dada itu tetap naik turun.

Ventilator terpasang apik dimulut sang ayah. Infus yang tertancap apik serta banyaknya alat yang Darel tidak ketahui apa fungsinya. Dia sangat sedih melihat ayahnya yang tak berdaya.

Darel mengangkat tangan ayahnya yang terbebas dari infus dan  menempelkannya pada dahi. "Ayah, maaf. Maaf karena egois selama ini. Maaf karena aku tidak pernah mau mengerti ayah." Air mata kembali turun.

Sudah dua hari ini Darel selalu mengajak sang ayah berbicara. Ketika itu terjadi, dirinya sudah pasti akan menangis. "Ayah, sadarlah. Aku memaafkan ayah, nanti aku juga akan meminta maaf dengan benar pada ayah. Ayo kita mulai dari awal."

"Meski aku tau, bahwasannya tingkahku tak bisa di toleransi. Bahkan ucapan serta kecaman yang aku layangkan pada ayah begitu melukai hati ayah." Darel mulai terisak disertai senggukan. Mengingat kenangan dimana dia membentak bahkan mengatakan hal buruk pada sang ayah.

"Padahal ayah sudah mencoba berubah. Tetapi aku malah bebal dan menutup hati." Darel merasa sesak yang tak tertahan. Padahal hanya dua hari, namun Darel sudah sekacau ini. Sekarang dia sudah mengerti, bahwa sebenarnya dia sangat menyayangi ayahnya.

Bahwa dia bersikap demikian hanya untuk menarik perhatian sang ayah. Terlalu senang dengan perubahan ayahnya hingga berlaku sebaliknya. Sekarang Tuhan menghukumnya. Membuat seolah ayahnya berada jauh disana.

Puk!

Tepukan di bahu menyadarkan Darel. Pemuda itu menoleh ke arah wanita yang menjadi bibinya. "Pergilah mandi lalu makan siang Darel. Bibi Hana sudah menyiapkan makan siang untuk kita." Dia menunjuk semua makanan yang sudah siap berada di meja sofa di sana.

Darel tak menghiraukan, dia malah kembali menatap Zehan. Meletakkan tangan ayahnya secara perlahan agar merasa nyaman. Kemudian termenung memandang layar monitor.

Clara menghela nafas. "Jika kau sakit, Aunty akan membawa ayahmu berobat keluar negeri dan menjauhkan dia darimu Darel." Biasanya, hanya ancaman ini yang berhasil membujuk Darel agar beranjak dari sisi Zehan.

Lihat.. Hal itu berhasil. Darel berdiri dan beranjak ke kamar mandi sebelum mengambil pakaian yang sudah disiapkan. Clara pun menggantikan posisi Darel. Namun dia berdiri, tidak duduk.

Clara menatap lembut adiknya. Mengelus surai hitam Zehan kemudian beralih pada pipinya. "Cepat bangun Loren. Kami merindukanmu, " ujarnya berbisik. Dia mengecup dahi adiknya pelan.

Clara terkekeh, jika adiknya tau bahwa dia baru saja mencium dahinya. Mungkin Lorenzo akan marah besar. Pria itu anti dengan perlakuan semacam itu. " Setelah bangun nanti. Akan banyak hal yang terjadi. Kau harus siap dengan segala sesuatu."

Pintu kamar mandi terbuka, Darel keluar dengan wajah segar. Clara beranjak dari samping Zehan dan berjalan untuk makan bersama. Ketiga putra putrinya sedang melakukan kegiatan masing-masing. Jadinya, hanya dia dan Darel yang menjaga Zehan.

Darel mengambil nasi dengan lesu. Dia sama sekali tidak bernafsu untuk makan. Tetapi dia takut bibinya benar-benar membawa sang ayah pergi menjauh. Darel tak ingin hal itu terjadi. Dia harus memastikan bahwa dia tak akan sakit.

Menghela nafas Darel menatap Zehan. Memikirkan bahwa dia bisa makan padahal ayahnya tidak, membuat Darel semakin lesu.

"Kau bisa duduk disana setelah menyelesaikan makan siangmu, " kata Clara sembari menyuapkan nasi pada mulutnya.

Darel tak menjawab, rasanya berat sekali mengalihkan pandangan dari ayahnya. Namun dia harus mengisi nutrisi. Akan tetapi, tepat ketika dia siap berpaling, dia dikagetkan oleh jari Zehan yang bergerak. "Aunty!!  Jari ayah bergerak!"

Darel menaruh piringnya dan berjalan mendekat,  memencet nurse call untuk memanggil dokter kemudian memegang tangan ayahnya. "Ayah, Terimakasih telah bertahan." Meskipun gerakan kecil, tetapi Darel sangat bahagia serta lega.

Dokter serta pendampingnya masuk, mereka lekas bergegas ketika mendapatkan panggilan dari pasien vvip. Mereka melangkah mendekat segera melakukan tindakan. Darel mundur ke belakang, tangannya bertaut berdoa yang terbaik untuk ayahnya.

Selang beberapa menit, semuanya selesai. Ventilator yang terpasang sudah diganti dengan nasal canula. Clara berjalan mendekat karena sepertinya dokter ingin berkata sesuatu. "Pasien sudah melewati masa kritis. Untuk efek dari hantaman yang di dapat, mungkin pasien akan mengalami beberapa efek samping . Seperti sering pusing terkadang sampai muntah."

Clara mengangguk mengerti mendengarkan penjelasan. Memang semuanya sudah dijelaskan rinci oleh sang dokter. "Untuk pencegahannya pun saya sudah jelaskan pada anda. Jadi ketika nanti pasien sudah pulang. Jangan lupa melakukan terapi dan cek rutin selama beberapa bulan."

"Ada kemungkinan bahwa pasien akan mengalami hilang ingatan sebab traumatik karena benturan. Tetapi tidak bersikap lama. Pasien bisa di bantu perlahan mengingat namun jangan dipaksa, " jelas dokter.

"Tunggu 2 sampai 3 jam. Pasien akan sadar pada waktu tersebut. Jika beruntung, pasien akan sadar setidaknya 30 menit yang akan datang." Dokter pergi serasa sudah menjelaskan semuanya pada Clara. Sementara para suster tengah mengemasi dan bersiap untuk memindahkan Zehan pada ruang yang lebih santai.

Entah mengapa.. Mendengar penjelasan dokter, Darel lega tetapi juga takut. Dia tak ingin ayahnya melupakan diriny walaupun hanya sebentar.

"Ayo kita pindah Darel."

Darel mengangguk kemudian beranjak dari sana. Mengikuti beberapa suster yang mendorong brangkar sang ayah dari belakang.







To be continued...

Step Father - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang