Suasana Mansion tampak sepi, walaupun diruang keluarga, sudah ada enam orang yang berada di sana. Mereka diam tanpa berniat membuka suara. Semua sibuk pada kegiatan masing-masing. Tak memperdulikan satu sama lain dan juga tak ingin mengganggu.
Clara meminum teh Fortnum dan Mason dicampur dengan susu dan madu. Minuman khas Inggris yang sangat Clara sukai. Selain gampang, rasanya juga luar biasa. Teh tersebut juga terkenal sejak abad pertengahan dari kalangan para bangsawan.
Dia memerhatikan satu persatu orang yang hadir di sana. Terdapat kedua putra dan satu putrinya, lalu kedua keponakannya. Mereka semua satu frekuensi, sama-sama irit bicara dan tak ingin dekat satu sama lain. Sayang sekali, wajah mereka tidak ada yang imut. Khusus untuk keponakannya Ivan, sedikit manis di banding yang lain.
Tak!
"Huh.. Tidakkah salah satu dari kalian ingin mengobrol satu sama lain?" Ujar Clara yang sudah tak tahan karena keterdiaman mereka. Padahal ruangan begitu ramai, tetapi tak terdengar suara apapun selain para maid dan penjaga yang berlalu lalang.
"Jika ibu bosan, ibu bisa pergi." Sahutan itu berasal dari putri Clara. Jasmine Joselyn. Gadis yang tengah mengecap rasa permen, duduk bersila kaki, menyandar pada sofa bermain gim. Headphone nya dia lepas di leher dan menatap sang ibu. Tidak ada manis-manisnya.
Clara menghela nafas pelan, menaruh telunjuk di dahi seakan berpikir keras. "Ya ampun, kenapa putriku tidak bisa berperilaku manis." Jasmine berdecih mendengarnya.
Clara berdiri, hendak mendekati Ivan, jika saja suara deguman yang berasal dari luar, seperti seorang yang terjatuh menghantam lantai. Clara mengubah tujuan dan cepat pergi ke suara deguman berasal. Diikuti oleh mereka berenam karena penasaran.
Clara mengangkat alis ketika suara itu berasal dari adiknya? "Ada apa Loren? Kenapa kau tiduran di lantai? Apa ranjangmu masih belum cukup untukmu tidur?" ujarnya. Dia mengkode penjaga untuk mengangkat tubuh adiknya.
Sementara Zehan mencebik mendengar ujaran Clara. Dia tertunduk lesu membiarkan seseorang membantu dirinya bangun. Zehan terlalu lelah, dia tak tau bahwa bekerja di perusahaan akan se melelahkan itu. Zehan lebih memilih memasak belasan porsi mie ayam dari pada tumpukan kertas yang menggunung.
"Ck." Decakan terdengar dari Ivan. Dia kembali masuk mengabaikan beberapa pasang mata menatap dirinya. Karena Ivan merasa tidak ada hal penting yang mengharuskan dia menatap. Diikuti Darel dan pergi ke kamar masing-masing.
Zehan menatap kedua putra Lorenzo. Ya ampun, padahal raga ayah mereka terkapar di depan mereka. Tetapi tak ada raut peduli yang tercetak diwajah mereka. Zehan melepaskan pegangan penjaga dan menyuruh mereka pergi.
"Kau sakit Loren?"
Zehan memandang Clara. "Tidak kak. Sedikit lelah saja" Dia merapikankan jasnya, menepuk-nepuk bagian kotor. Lalu menoleh ke arah tiga orang asing. Namun Zehan dapat menebaknya. "Kalian akan menginap berapa hari?"
Mendapatkan pertanyaan tak terduga. Si kembar dan Jasmine memandang Zehan aneh. Biasanya, paman mereka itu tak pernah basa-basi seperti yang dikatakan barusan. Apakah kabar bahwa sang paman telah berubah merupakan kebenaran.
"Iya, mungkin anak-anak akan menginap. Kau tau sendiri kalo aku baru saja berpisah dengan ayah mereka. Atau mungkin, kita tinggal. Disini saja. Wah ide bagus!" Clara dengan obrolannya sendiri. Dia pergi setelah mendapatkan ide sekilas barusan.
Zehan menggelengkan kepala pelan. Dia menepuk salah satu kembar kemudian beranjak pergi. Hari sudah malam, Zehan ingin segera ke kamar lalu mandi dan melaksanakan tugas agamanya. Sedikit telat, namun Zehan sampai pada jam 8 malam.
Makan malam terlewati, Zehan sudah melakukannya diluar atas intruksi bibi Hana.
Bibi Hana memiliki otoritas tinggi diimansion. Dia benar-benar menjadi ibu bagi penghuni. Bibi Hana orang yang membuat semua anggota keluarga Aditama sehat. Dia pemegang tahta tertinggi dalam kategori 'Bawahan' Lorenzo.
Meski demikian, bibi Hana tak pernah melewati batas. Dia sepenuh hati menjalankan tugasnya tanpa pamrih.
Sedangkan disisi ketiga anak Clara, mereka masih berdiri di tempat. "Kalian dengar barusan?" ujar Jasmine pada kakak kembarnya. Dia menatap lamat kepergian sang paman. "Paman dingin itu berbicara pada kita."
Marcel Joshepine dan Marvel Josephine, kakak kembar Jasmine mengangguk bersamaan. "Mungkin berita itu benar. Dia telah berubah, " ujar Marcel.
"Perubahan kecil tapi membuat gebrakan besar bagi kita semua, " Sambung Marvel.
***
Tengah malam, Zehan turun ke bawah karena lapar. Mungkin karena porsi makanan yang makan direstoran sedikit, cacing di perutnya demo minta makan. Terpaksa Zehan harus mengisi perutnya atau dia tak akan bisa melanjutkan tidur.
Mansion begitu luas, untuk sampai ke dapur saja membutuhkan waktu lama. Melewati banyak lorong juga 3 lantai. Zehan menggunakan lift karena tak mungkin baginya memakai tangga pada malam hari. Agak ngeri jika ada makhluk lain menyapa dirinya.
"Huft, mungkin bikin nasi goreng bisa meredakan lapar, " ujarnya ketika sampai di dapur. Sepertinya kali ini dia harus mandiri dan membuat makanannya sendiri. Karena setiap jam 10 malam keatas, bibi Hana akan pergi ke rumah minimalis berlantai dua dibelakang mansion khusus untuknya.
Zehan berjalan ke arah lemari bumbu. Mencari bawang putih dan bawang merah. Setelah ketemu, dia mengambil 4 siung bawang putih, 3 siung bawang merah dan 5 cabe rawit. Tak sengaja dirinya melihat satu toples terasi, dia mengambilnya.
Zehan mengambil chopper kecil. Memasukkan seluruh bumbu, ditambah terasi secukupnya serta bahan penyedap lainnya. Setelah selesai dia mengambil nasi di ricecooker.. Berjalan mengambil wajan dan menghidupkan kompor.
Zehan pun segera memasak nasi goreng ala dirinya. Selang beberapa saat, harum nasi gorengnya tercium, Zehan mengambil kecap yang sudah dia siapkan kemudian dicampur kedalam nasi. Mengambil sendok untuk mencicipi nasi goreng tersebut
"Sangat pas!" Serunya. Dia mematikan kompor dan memindahkan nasi kepiring dan membawanya ke meja makan. Tak lupa mengambil air putih dingin didalam kulkas. Dia memulai menyuapkan nasi secara bertahap.
Hingga suara langkah seseorang mengalihkan perhatiannya. Zehan melihat Ivan datang dengan keadaan yang berantakan. Sudut bibir keunguan, baju yang kotor dan lusuh serta jalan anak itu sedikit pincang.
Mengabaikan nasinya, Zehan berdiri dan mendekati Ivan. "Ivan? Kenapa bisa seperti ini?" Zehan ingin memegang Ivan, namun secepat kilat anak itu menepisnya. Zehan tak berkecil hati, dia malah menarik Ivan untuk duduk di meja makan lalu mencari kotak p3k siapa tau ada di daerah dapur.
"Akhirnya!" Zehan lekas membawa kotak tersebut kehadapan Ivan setelah menemukannya.
Mengambil kapas yang sudah di beri obat anti nyeri. "Kemari Ivan, dekatkan wajahmu. Ayah akan mengobati lukamu, " pinta Zehan. Ivan mendengus, dia mengambil kapas di tangan Zehan lalu membuang serta menginjaknya. Kemudian mengambil kotak obat dan membantingnya keras.
Brak!
"Tidak usah sok peduli. Aku tidak butuh semua ini!" marahnya dan berlalu pergi. Tidak sudi diobati oleh Zehan. Meski lebam di wajahnya sedikit lebih parah dari biasanya, Ivan bisa mengobati sendiri.
Zehan menatap nanar kepergian Ivan. Zehan hanya bisa menghela nafas sabar dan membersihkan alat-alat obat yang sudah berantakan dibawah. Sulit sekali membuka hati seseorang yang memiliki kebencian mendalam.
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Father - END
Teen Fiction[ Beberapa part telah di hapus ] Zehan Rabbani merupakan pria lajang yang akan melangsungkan pernikahan lima bulan kedepan. Dia juga merupakan pemilik kedai Mie ayam populer di daerahnya. Lalu, bagaimana ketika kehidupan damainya berubah 100% saat...