Bab 18.

7.2K 921 77
                                    


Kericuhan terjadi ditengah jalan sepi perkotaan. Hiruk-pikuk pemuda yang bersautan saking menghina satu sama lain menggema di jalanan tersebut. Beberapa rumah yang berada disana memilih menurunkan tirai dan mematikan lampu.

Tidak memiliki niat untuk mencampuri urusan nakal anak remaja yang tak bisa diberi nasehat. Menutup mata dan telinga dari apa yang akan terjadi nantinya. Karena bagi mereka, akan sangat merepotkan jika polisi juga ikut campur dalam masalah sebab seseorang terluka.

"Kali ini, lo ga akan lolos!" Ujar pemuda berambut jabrik. Memegang tongkat besi yang diayunkan langsung tepat dihadapan wajah lawannya, Zura.

Zura tak bergeming walaupun wajahnya hampir terluka karena sebuah tongkat besi, bahkan hidungnya bisa saja terluka. "Dengan cara curang? Oh men, sejak awal.. Lo ga pernah menang, sekalipun lo berbuat curang." Zura menatap musuh bebuyutannya itu. Senyum mengejek terbit dari wajahnya.

Dion.. Lawan Zura tak terima. Mengangkat tinggi tongkat besi miliknya. "GUYS, SERANG!!" teriak Dion yang menjadi permulaan bagi mereka. Tauran antar geng sudah dimulai, mereka memilih musuh masing-masing dan mulai mengadu kekuatan.

Di tengah kericuhan itu, Zehan yang seharusnya sudah pulang, harus berhenti akibat jalanan yang dipenuhi oleh mereka. Dia menghela napas pelan karena dia akan terlambat pulang. Pandangan meliar melihat banyaknya pemuda bertarung satu sama lain.

Apakah tidak ada dari orang tua mereka yang mencari para pemuda-pemudi tersebut. Mau dilihat dari segi manapun mereka masih remaja. Haruskah dia menghubungi polisi?

Saat Zehan mengangkat ponsel, tak sengaja dia menangkap siluet seseorang. Matanya kontan terbuka lebar, bahkan mulutnya juga menganga. "Oh astaga! Ivan?!"

Di antara orang-orang yang sedang tawuran, dia melihat Ivan. Putra Lorenzo itu tampak terjebak dalam kekacauan ini. Membuat Zehan bergerak brutal membuka pintu mobil dengan panik. Ivan dikepung oleh beberapa pemuda yang terlihat siap untuk menyerangnya.

Tanpa pikir panjang, Zehan berlari ke arah Ivan. "Ivan, hati-hati!" teriak Zehan saat melihat salah satu pemuda mengayunkan tongkat besi ke arah Ivan. Sungguh, apa peperangan pemuda memang semenyeramkan ini.

Mendengar teriakan sang ayah, Ivan berusaha menghindar, tetapi gerakannya tidak cukup cepat. Apalgi dirinya tengah dibuat bingung dengan keberadaan ayahnya berada di tengah-tengah mereka.

Melihat putranya dalam bahaya, Zehan segera melompat dan menubruk Ivan, membuat mereka berdua jatuh ke tanah. Tongkat besi itu melewatkan kepala Ivan hanya beberapa inci dan malah menghantam bahu Zehan dengan keras.

Zehan meringis kesakitan, tetapi segera bangkit kembali. "Ayo, Ivan! Kita harus keluar dari sini!" katanya, menarik Ivan berdiri. Mengabaikan sakit dibahunya.

Ivan terkejut, otaknya seakan melambat melihat siapa yang kini menyelamatkannya. Memandang tangan yang kini menggenggam erat tangannya.

Saat sepenuhnya tersadar, jika itu Zehan.. Ivan segera menghempaskan tangan Zehan. "Apa-apaan sih. Ayah ngapain disini?!" berangnya memandang tajam Zehan. Dia sudah jauh dari kericuhan.

"Mau jadi sok pahlawan lagi? Mending ayah pulang!" bentaknya kemudian berbalik ingin kembali. Tak ingin menjadi pengecut katena meninggalkan kawan seperjuangannya.

Dia bahkan sampai lupa jika baru saja, dirinya diselamatkan oleh sang ayah. Jika Zehan tak datang di waktu tepat. Mungkin Ivan telah bersimbah darah sekarang.

Zehan segera menarik lagi tangan Ivan. "Pulang, Ivan. Disini berbahaya!" dengan paksa dirinya menyeret Ivan yang keras kepala. Tidakkah pemuda itu tau bahwa dia bisa terluka kapan saja.

"Jangan mengatur ku! Ayah tidak berhak. Lagipula sejak kapan ayah peduli. Berbahaya atau tidak, itu bukan urusan ayah!!" Ivan memberontak. Menjijikkan sekali melihat ayah sok menjadi pahlawan. Kembali berlagak peduli didepan orang lain.

"Bisa dengarkan ayah kali ini Ivan?!" Zehan menaikkan suaranya. Untuk pertama kali dia membentak putra Lorenzo. Terutama untuk Ivan yang membencinya selayaknya api berkobar.

"Ayah hanya khawatir padamu. Jika saja tadi ayah tidak datang. Kau akan terluka Ivan!" Memegang kedua bahu Ivan. Menatap putra Lorenzo dengan tatapan pahitnya. Susah sekali berdebat dengan Ivan. Pemuda manis tersebut selalu bisa menjawab segala perkataannya.

Ivan mendengus sinis. "Omong kosong!" hardiknya lalu berbalik pergi. Tak mengindahkan panggilan Zehan dan melangkah mendekati kericuhan. Tangannya mengepal kuat, untungnya dia bisa melampiaskan kekesalannya terhadap semua musuhnya.

Ivan kembali tidak sadar, bahwa musuhnya sudah mengintai dia sejak tadi. Satu orang pemuda ber ancang-ancang, menaikkan begitu tinggi tongkat besi, dan siap untuk di hantamkan ketubuh Ivan.

Zehan melihat semuanya, dia tak ingin menolong atau berniat menjadi pahlawan lagi bagi Ivan yang tak mau mengakui dirinya. Tetapi lagi-lagi, tubuhnya bergerak sendiri. Berlari cepat dan menendang pemuda yang akan memukul Ivan.

Zehan berhasil melumpuhkan pemuda itu. Menghela nafas lega karena telah berhasil membantu tanpa mengorbankan diri lagi. Bahunya cukup sakit akibat pukulan sebelumnya. Ingat, musuh Ivan menggunakan tongkat besi yang pastinya lebih berat dari balok kayu.

Bug!!

Angan Zehan terhempas begitu saja ketika tanpa disadari, dia sudah tergeletak di tanah. Dari bawah sana, Zehan bisa melihat orang yang memukul dirinya. Pemuda itu memandang dirinya dengan tubuh bergetar.

"Jika kau takut, kenapa kau memukulku?" Tanya Zehan. Sayang sekali perkataannya seperti sebuah bisikan dan hanya didengar oleh dirinya.

Pekikan dan teriakan terdengar gaduh. Mereka para pemuda memilih melarikan diri masing-masing meninggalkan tempat  ketika mendengar suara sirine polisi. Zehan bisa bernafas lega, untung saja dia sempat menghubungi polisi.

Pemuda yang memukulnya pun berlari sangat kencang, wajahnya ketakutan.. Bahkan tubuhnya tak bisa berhenti bergetar.

Zehan mengangkat tangan, memegang kepala bagian leher yang terasa basah. Terkekeh miris ketika cairan merah telah memenuhi telapak tangannya. Tatapannya berubah menjadi sayu. Nafasnya tersenggal-senggal.

Diambang kesadarannya.. Zehan mempertanyakan keberadaan Ivan. Dimana bocah itu, apakah Ivan berlari menghindari polisi sama seperti yang lain?

Zehan harus apa, tubuhnya bergerak sendiri melindungi Ivan. Tetapi pemuda itu bahkan tak peduli dengan keadaannya yang sekarat. Semoga saja.. Setelah bangun nanti, dia tidak balik membenci Ivan dan melupakan selurug janjinya dengan Lorenzo.

"Sara.. Maaf. Aku tidak bisa menghilangkan sisi kasarku, " lirihnya pelan. Dia jadi teringat, bahwa mungkin. Dirinya dijauhi dari Sara supaya wanita berakhlak baik itu tak menjadi istri dari orang munafik sepertinya.

Atau bahkan.. Dirinyalah yang tak pantas berada disisi Sara karena masa lalu kelamnya. Juga merupakan karma untuknya hingga berada ditubuh Lorenzo.

Zehan bukan orang suci, Zehan bukan orang baik, Zehan merupakan seseorang yang mudah dendam.






To be continued..

Step Father - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang