Zeref menghirup kuat cerutu yang dia pegang, kemudian menghembuskan nafas yang tentu saja asap akan keluar dari bilah bibir keunguan itu. Duduk menyandar pada punggung sofa, mata tajamnya memandang Ivan yang sedang menangis.
Bocah itu tengah di obati oleh kepala pelayan di mansion megahnya. Ivan menangis tersedu, rasa sakit akibat sentuhan pada lukanya membuatnya meringis nyeri. Orang yang mengobatinya pun seperti tidak peduli pada rintisannya dan tetap tak memelankan pergerakannya.
"Hiks... Pelan, " ujarnya lirih. Dia menghapus air mata dengan lengannya. Sungguh, mengapa dia harus dihukum sangat kejam hingga rasanya kulit punggungnya melepuh.
"Ck, Lemah sekali. Hanya di cambuk kau sudah tersedu seperti itu." Pemuda lain yang juga menyaksikan Ivan sedari tadi berdecak malas. Dia, Jericho.. Putra satu-satunya Mavren itu bersedekap malas. Berperawakan seperti sang ibu, tetapi sifatnya menurun dari ayahnya.
Jericho definisi pemuda paling berbeda dari keluarga Kennedy. Dia memiliki sifat barbar juga kejam. Penampilan yang berantakan namun tak mengurangi kadar ketampanan keturunan Mavren. Di telinga kanan memiliki 3 tindik, disebelah kiri dua tindik. Lalu ada di ujung bibir dan di alis. Rambut Jericho diwarnai, penampilannya pun tentu saja urakan.
Tetapi meski begitu, Jericho merupakan kepercayaan Mavren. Anak itu berbakat dalam berbagai bidang kecuali memasak.
"Jangan meledeknya Jericho, " Tegur Verona. Istri dari Mavren dan ibu dari Jericho. Verona menyeruput tehnya santai. Menyilangkan kaki menutup mata menikmati rasa dari teh yang dia konsumsi.
Jericho memalingkan wajah. "Aku tidak meledeknya mami. Dia memang lemah. Aku pernah terluka karena tembakan pun tidak sampai menangis seperti dia. Lihat, mami tidak lupa kan.. Bahkan bekasnya saja masih ada?!" sanggahnya kemudian menyingkap kaos yang dia kenakan dan memperlihatkan luka bekas tembak di bagian perut kiri.
"Kau dan dia tentu berbeda Richo." Di sebelah Jericho, seorang wanita tua menyahut. Wanita dengan rambut ditata rapi itu sedang menyulam. Tidak mengendurkan fokusnya, Fiora menyahut ucapan cucunya.
"Apanya yang berbeda? Kita sama-sama manusia, tapi aku kuat, tidak seperti dia yang lemah dan cengeng."
Jericho merupakan pemuda cerewet, satu-satunya di keluarga Kennedy yang masih dimanja walau usianya sudah menginjak 20 tahun lebih. Karena sifatnya yang berubah-ubah, Jericho memiliki tempramental sedikit buas. Memiliki kesabaran setipis tisue sama seperti papinya.
Fiora tersenyum tipis dan menaruh kain sulamnya, kemudian menatap wajah kesal cucunya. "Baik-baik.. Cucu oma yang terkuat. Sini peluk oma dan beri oma kecupan."
Jericho memasang wajah enggan. "Tanpa mencium oma pun aku kuat!" Walaupun menyanggah, dia tetap beringsut kepelukan Fiora dan mengecup pipi wanita itu.
Fiora kan jadi gemas, dia membelas pelukan Jericho kuat lalu mencium seluruh wajah cucunya bertubi-tubi. "Kau diam disini saja ya. Tidak usah bersama papimu. Toh, dia sedang sibuk." Cucunya ini galak, tetapi menggemaskan
Jericho mencak-mencak menjauhkan wajah Fiora. Mengumpat dan menyebut segala isi kebun binatang. Fiora tertawa keras, oh ya ampun. Khusus cucunya yang satu ini seperti kucing liar.
Mengabaikan kedua interaksi antara oma dan cucu itu.. Zeref berdiri dan berpindah duduk disebelah Ivan yang sudah selesai diobati. "Berhenti menangis atau kau ingin menambah beberapa cambukan lagi di bagian paha?" Ancamnya jengah karena Ivan belum berhenti terisak.
Ivan mengusap air mata di wajah secara kasar, mendengar ancaman Zeref menambah ketakutan dalam dirinya. Banyak pertanyaan yang ingin dia layangkan. Seperti mengapa Zeref begitu tega menghukum dirinya dengan kejam.
Jika Zeref merupakan ayah dari ayahnya, bukankah seharusnya dia adalah cucunya. Lalu mengapa pria tua itu berlaku kejam padanya. Bahkan tak ada dari anggota keluarga disini yang merasa iba maupun kasihan dengannya.
Tak ada yang menghentikan perbuatan orang yang telah menorehkan luka di punggungnya. Padahal dia sudah merintih dan memohon untuk menghentikan perbuatan mereka.
"Lain kali... Jangan bersikap kurang ajar terhadap ayahmu," Hardik Zeref, dia melirik tajam Ivan yang menunduk dalam. Faktanya, meski dia sudah menghukum bocah itu, tetapi rasanya belum puas jika belum membuat Ivan setidaknya harus di rawat di rumah sakit.
Namun Zeref tak ingin berlebihan karena dia tak ingin putranya marah dan semakin menjauh darinya dan keluarganya. Sama seperti dulu, ketika dia mencoba untuk menjauhkan Lorenzo dengan Khalisa, Putra bangsunya nekat melepas marga dan menggunakan marganya sendiri, yaitu Aditama.
Zeref hanya ingin yang terbaik untuk sang putra. Ketika Khalisa sudah terjamah pria lain, Zeref tak bisa menerima. Sebab itu dia melakukan segala cara agar Lorenzo menjauh dari Khalisa. Bahkan dia sempat membuat perusahaan keluarga dari menantunya itu mengalami kerugian besar.
Jangan kira Zeref tidak tau perilaku apa saja yang dilakukan oleh kedua anak Lorenzo. Jika itu Darel, Zeref marah, namun kemarahannya tidak seperti kepada Ivan. Anak yang terlahir bukan dari darah Kennedy dengan kurang ajarnya bersikap semena-mena.
Zeref tidak bisa menerimanya. Sudah waktunya dia bertindak walaupun tanpa izin dari putranya. Sejak si bungsu terluka, tentu Zeref tak akan tinggal diam, termasuk dia beserta seluruh keluarga Kennedy.
Disisi Ivan, dia mengepalkan tangan kuat. Rasa bersalah yang sebelumnya dia rasakan seakan menghilang begitu saja mengetahui fakta jika dia menerima sakit lagi-lagi disebabkan oleh ayahnya.
"Jadi hanya karena ayah kakek tega menghukumku dengan tidak manusiawi?!" Disela-sela dia merasakan sakit, dia membalas tatapan tajam Zeref, keberanian Ivan terkumpul. Berteriak dihadapann Zeref yang dihadiahi tatapan sinis.
"Jika demikian, kenapa kakek tidak menghukum ayah karena dia tidak becus menjaga anak-anaknya!" Berang Ivan. Air mata mengalir begitu saja meratapi kemalangan yang menimpa dirinya. Perasaan benci semakin dia rasakan terhadap sang ayah.
"Kakek tidak adil! Hanya karena dia terluka sedikit karena menyelamatkanku, kakek melakukan ini! Sakit kek! Punggungku sakit!!" Ivan berseru, dengan susah payah dia berdiri di hadapan Zeref. Mengeluarkan unek-unek yang dia tahan sejak tadi.
"Bukankah itu tugas seorang ayah menjaga anaknya dari marabahaya!! Lalu kenapa aku mendapatkan hukuman tak lazim seperti ini!"
Semua orang disana hanya menatap Ivan santai. Merasa bahwa Ivan hanya melakukan sebuah drama kecil. Justru merasa terhibur dengan wajah menyedihkan Ivan.
Zeref mengangkat bahu acuh. "Kau tak akan mendapatkan hukuman ini jika kau merupakan putra Lorenzo sekaligus cucuku, Ivander Jonathan!"
Ivan menghentikan Isakan, menghapus air mata. "Maksud kakek apa?!" Dia tak mengerti dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Apa maksud kakeknya mengatakan hal seperti itu.. Seolah jika dia bukan lah putra ayah-
"Belum jelas? Atau perlu kubuat jelas? Kau.." Zeref sengaja menggantung ucapan nya. "Kau bukan putra kandung Lorenzo, Ivan."
-Nya.
"Apa?"
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Father - END
Teen Fiction[ Beberapa part telah di hapus ] Zehan Rabbani merupakan pria lajang yang akan melangsungkan pernikahan lima bulan kedepan. Dia juga merupakan pemilik kedai Mie ayam populer di daerahnya. Lalu, bagaimana ketika kehidupan damainya berubah 100% saat...