Bab 22.

7.4K 971 65
                                    

Perlahan kedua kelopak mata Zehan terbuka. Awal pandangan milik Zehan kabur, tetapi setelah mengerjap beberapa kali, pandangannya mulai jernih, meski sedikit buram, namun tak separah beberapa detik yang lalu.

"Shhh.." Zehan berdesis ketika mencoba bergerak, kepalanya terasa sakit. Pusing mendera sehingga dia kembali menutup mata menetralisir rasa sakitnya. Dia sudah menebak akan jadi seperti ini. Memiliki luka di kepala sangatlah beresiko.

Padahal dia hanya bergerak sedikit karena tubuhnya merasa kaku. Dari gerakan itu, Zehan bisa merasakan sakit luar biasa di seluruh tubuh terutama kepala dan bahu. Oh, dia ingat.. Bahunya juga terkena pukulan, tentu bahunya tak akan baik-baik saja.

"Lorenzo, akhirnya kau sadar."

Zehan melirik kearah sumber suara. Clara berdiri tersenyum kepadanya. Disebelah Clara terdapat Mavren yang berdiri memandang dirinya tajam. 'Hey! Aku baru saja bangun. Apa-apaan tatapan itu.' batinnya.

Jika saja dia bisa bersuara saat ini, Zehan akan mengumpati Mavren. Persetan dengan sikap baik dan ramah tamah. Karena sejatinya dia bukan orang yang seperti itu. Apalagi penyebab dirinya berubah telah berada jauh darinya dan di belahan dunia yang tidak dia ketahui.

"Bagus, kau memang harus sadar Lorenzo. Jika tidak, aku akan membawamu pergi dari sini dan menempatkan dirimu di sebuah pulau yang hanya diisi sebagian kecil manusia dan menjagamu ketat disana." Suara dingin dan tegas Mavren sungguh sangat menyebalkan bagi Zehan.

'Gila, dari mana pria gila ini datang.' Mengapa setelah dia membuka mata.. Dia harus di hadapkan oleh kedua orang ini. Setidaknya, Jasmine dan si kembar lebih baik.

"Paman! Apa paman sudah sehat? Apakah paman merasakan sakit?!" Suara melengking dengan dua pertanyaan konyol Jasmine lontarkan pada Zehan. Gadis tersebut berwajah panik dan mencondongkan wajahnya kedepan.

Zehan tarik ucapannya lagi. Ketiga curut ini juga sama. 'Seseorang, tolong jauhkan wajah gadis ini.' Zehan bermonolog dalam hati. Dia bisa gila jika terus bersama mereka.

Sret!

"Wajahmu terlalu dekat Jasmine. Kau membuat paman lebih merasakan sakit, " ujar Marcel. Pemuda itu menarik wajah adiknya menjauh melihat wajah tak menyenangkan sang paman. Mengabaikan protesan Jasmine karena apa yang dia lakukan.

Marvel di belakang Keduanya mengangguk mengiyakan. "Benar. Apalagi, suaranya membuat telinga kita berdengung. Apalagi bagi paman. Jasmine, kau harus bersikap elegan. Jika tidak, semua pria akan lari darimu, " Katanya sembari meyelipkan sindiran untuk sikap barbar sang adik.

"Apa?!!" Jasmine berteriak tidak terima. Dia mendekati Marvel. Namun Marcel memegang tubuhnya sehingga Jasmine hanya bisa mencak-mencak di tempat.

Clara menghela nafas pelan melihat perilaku ketiga anaknya. "Anak-anak, kalian keluarlah." Dia mengusir ketiganya karena menganggu ketenangan. "Ibu akan menambahkan uang jajan kalian, " lanjutnya ketika mereka berniat menolak.

Tentu yang langsung dituruti oleh ketiga anak Clara. Mereka ngacir keluar supaya mendapatkan lebih banyak uang jajan di masa depan. Ayolah, ibu mereka sangat pelit. Semenjak berpisah dengan ayah mereka, sang ibu menjadi lebih seram.

Zehan bengong di tempat. 'Aku siapa? Aku dimana? Aku sakit kan?' tingkah orang di sekelilingnya seakan dirinya hanya demam biasa. Yah, memang sih. Semua orang gila, tentu saja kecuali dirinya.

Omong-omong kemana kedua anak Lorenzo. Mengapa dia tidak nampak batang hidung mereka sama sekali. Sial bagi dirinya, mengapa dia harus bersikap baik pada anak-anak yang sama sekali tidak tau caranya berucap terimakasih.

Lihat saja, Zehan tak akan menunjukkan kasih sayang lagi. Persetan dengan janji, dia tak akan bersikap baik. Toh, dari awal dia memang sudah menjadi bajingan sebelum bertemu Sara. Melakukan pekerjaan kotor demi mencari uang.

Itulah sebabnya, mengapa dia tidak dekat dengan adiknya. Alasan mengapa dia tak pernah bertengkar dengan sang adik, tentu saja karena Zehan tidak sedekat itu. Lalu adiknya juga menyimpan dendam pada dirinya karena telah bersikap memalukan bagi keluarganya.

Ketika dia memutuskan untuk berubah, ayah ibunya sangat bahagia. Apalagi mendengar jika dia menyukai seorang gadis dari keluarga yang begitu paham agama. Berharap jika anak mereka 'Zehan' menjadi lebih baik dan bertobat.

"Kenapa dia belum berbicara Clara?" desak Mavren. Berujar dingin dan memandang adik wanitanya tajam. Menuntut jawaban karena Zehan yang belumlah mengatakan sepatah kata pun. Adiknya hanya termenung dengan tatapan kosong.

Clara menaruh gelas yang sudah tidak terisi. Dia telah selesai memberi Zehan minum. "Tunggu selama Beberapa saat kak. Dokter berkata bahwa butuh waktu, bersabarlah. Jika kau tidak bisa sabar, lebih baik pergi." Dia hanya sudah jengah dengan saudara tertuanya itu.

"Lagi pula, apa kau tidak punya kerjaan? Bagaimana dengan anak dan istrimu? Oh ya Tuhan... Aku merasa kasihan pada mereka karena memiliki suami dan ayah seperti kau."  Entah datang dari mana ucapan provokasi Clara. Dia sebal karena Mavren terlalu cerewet.

Mavren mendengus kesal. "Dari pada mengurusi istri dan anakku. Lebih baik kau urus saja dirimu, Clara. Apa kau tidak ingat bahwa kau sudah menjadi janda tiga anak?"  Tentu Mavren akan menjawab ejekan adiknya. Dia yang tertua, tak akan pernah kalah dengan adiknya.

"Kau!! Yah. Lebih baik menjanda dari pada memiliki suami tidak perhatian pada istri. Hati-hati kak.. Aku takut bahwa istrimu memilih menceraikan dirimu karena kau gila!!" Dari sini, tentu kalian tau dari mana sikap Jasmine berasal.

Mavren mengangkat bahu acuh. "Lalu kenapa? Aku tinggal mencari istri baru dan memiliki anak dengannya."

Clara mengangakan mulut tak percaya. Wah, siapa pria brengsek didepannya ini. Apakah dia benar-benar saudaranya? Boleh kan dia lempar sang kakak dari ketinggian gedung ini?

Zehan jengah.. Dia pundung... Mengapa dia harus kenal dengan orang-orang ini.

***

Darel tergesa-gesa masuk kedalam ruang inap ayahnya. Dia terpaksa meninggalkan sang ayah karena dia harus pergi ke universitas karena sudah terlalu lama absen dan ta mengikuti kelas.

Lalu ketika dia berada disana, dia sudah mendapatkan kabar jika ayahnya telah sadar.  Akhirnya.. Dia bisa bernafas lega. Dia sangat senang bahkan sampai membuat teman-temannya merasa aneh dengan kesenangan yang tak pernah dia perlihatkan.

Mendekati ranjang pesakitan sang ayah di mana disaasudha terdapat kedua paman dan bibinya, air mata kembali turun melihat wajah pucat sang ayah. Runtuh sudah pertahanannya.. "Terimakasih Tuhan.. Ayah, akhirnya kau telah sadar."

Darel tersenyum kecil, menghapus air mata di pipinya berdiri tepat disebelah ayahnya. "Ayah, apa kau butuh sesuatu. Akan aku ambil kan." Dia bahagia, apalgi ketika sang yang menatap dirinya.

Zehan memandang Darel, kemudian dia beralih pada Clara. Mengabaikan seluruh perkataan Darel dia bertanya pada Clara. "Kak, pemuda ini.. Siapa?"

Deg!!




To be continued..

Step Father - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang