Bab 11.

7.6K 872 54
                                    


"Apa ini? Kau sakit, Lorenzo?"

Zehan sontak mendongak saat nada bicara datar terkesan dingin itu terdengar. Tatapan matanya bertemu dengan kata setajam elang Mavren yang mengintip dari sela-sela rambut memandang dirinya dengan tatapan menelisik.

Zehan mengeluarkan keringat dingin, dari mana datangnya makhluk menyeramkan itu. Rambut yang terjatuh menghalangi setengah dari wajahnya. Menarik ingus, Zehan mengeratkan selimut karena dingin.

"HANA!! NICK!!" Mavren berteriak marah hingga Zehan berjengit kaget. Astaga, dia sungguh tak percaya suara bass Mavren menggelegar seisi mansion. Lelaki itu tak tanggung mengeluarkan suara hingga penghuni mansion harus menelan ludah gugup.

Bibi Hana dan Nick.. Ajudan Aditama datang tergopoh-gopoh. Mereka berdiri dan langsung menunduk dihadapan Mavren. Tanpa banyak kata, Mavren menendang Nick hingga Nick terjungkal. Lalu beralih pada bibi Hana.

Bibi Hana menahan nafas, tubuhnya bergetar ketakutan. "Kau lalai Hana?!" Ujarnya berbisik di telinga bibi Hana. Tangannya bergerak cepat mencekik wanita tersebut hingga tubuh bibi Hana sedikit terangkat.

Zehan langsung melepaskan selimut yang sejak tadi membungkus tubuh dan menahan lengan Mavren. "Bang, lepaskan bibi Hana. Apa yang abang lakukan! Bibi Hana kesulitan bernafas!" Paniknya menatap bibi Hana dan Mavren bergantian.

Dia sudah tau bahwa saudara tertua Lorenzo sedikit kejam dan tak pandang bulu. Namun Zehan tak menyangka jika bibi Hana pun terkena imbas. Kericuhan ini mengundang banyak maid dan pengawal bergidik ketakutan.

Mereka bungkam tanpa ada niat membuat suara sama sekali.

Mengabaikan rasa sakit kepalanya. Zehan berhasil melepaskan tangan kekar Mavren yang membelenggu leher bibi Hana. Tubuh wanita itu melemas dan terduduk di lantai dingin. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya sampai wajahnya memerah.

Mavren berdecih.. "Kali ini kau lolos Hana. Hubungi Klein. Suruh dia kemari."  Kemudian dia menarik tangan adiknya ketika Zehan ingin membantu bibi Hana. Mencekal kuat hingga Zehan bahkan tak berkutik. "Kau membiarkan adikku sakit. Lalu tetap membiarkan dia bekerja padahal dirinya sedang sakit." Mavren marah besar.

Kemarahan yang sangat tidak diinginkan oleh siapapun dikediaman. Kini telah tersulut karena sang adik.

"Jangan menyalahkan bibi Hana. Semua ini karena aku memaksanya. Jangan berlebihan bang, kau melukai orang tak bersalah." Karena rasa kemanusiannya kuat, Zehan membalas ucapan Mavren. Tak peduli bahkan jika Mavren saat ini tengah menatapnya geram.

Grep!!

Mavren mencengkram rahang Zehan, kemudian berkata. "Tidak ada yang berlebihan dalam kesehatanmu Lorenzo. Mereka pantas menerima. Bukankah abang sudah mengatakan padamu untuk selalu menjaga kesehatan!" ucapnya menggunakan nada rendah. Mavren sangat membenci seorang yang tak becus menjaga sang adik.

Sejak dulu, Mavren ingin adiknya tetap berada di sisinya. Karena hanya dirinya yang bisa menjaga Lorenzo. Dia sudah bersikukuh bahwa orang lain akan lalai.

Zehan menepis tangan Mavren. "Aku bukan anak kecil bang. Hentikan ini!"  Dia segera membantu Bibi Hana. Sementara Nick sudah berdiri sejak tadi. "Bibi, kau tak apa?" Dia balik mengkhawatirkan wanita itu. Menatap leher bibi Hana yang telah tercetak bekas kemerahan tangan Mavren.

Bibi Hana mengangguk pelan. "Tuan, sebaiknya anda kembali kesisi tuan Mavren, " ujarnya alih-alih berkata lain. Dia mendorong pelan tubuh Zehan agar lebih mendekat ke Mavren. Zehan tentu saja enggan, dia lebih mengkhawatirkan bibi Hana.

Tidak tahukah Zehan bahwa bibi Hana juga mengkhawatirkan dirinya dan juga keselamatan seluruh mansion.

"Tapi bibi-" Belum selesai berucap, dirinya sudah ditarik oleh Mavren. Karena dia pusing, sentakan itu membuat dirinya sedikit oleng. Spontan memegang kepalanya dan memegang lengan Mavren sebagai penguat agar dirinya tidak limbung dan terjatuh.

"Lepas!!" Zehan mendorong Mavren. Dia tidak suka seseorang berlaku kasar. Dia memilih menjauh dan melangkah pergi ke kamarnya menggunakan tangga. Pusing mendera hingga pandangannya berkunang-kunang.

Tepat ketika dia berada di tengah tangga, Ivan datang dan sedikit menubruk bahu Zehan. Jika saja, Zehan tak menahan diri di penyangga tangga, maka sudah dipastikan Zehan telah terjatuh dari ketinggian.

Zehah geram.. Dia sangat marah. Maka bisikan setan telah menguasai Zehan, dia mencegal kaki Ivan hingga anak dari Lorenzo itu jatuh tergelincir. Ivan tidak sadar jika Zehan melakukan hal tersebut.

"Akh!"

Zehan sontak sadar dari kekesalannya mendengar debuman serta pekikan Ivan. Dia melihat kebawah dimana Ivan meringis sakit memegang punggungnya. Dia lekas bergegas turun. "Ivan! Kau tak apa?!"  Tentu saja dia tidak baik-baik saja Zehan bodoh, lanjutnya dalam hati

Ivan meringis sakit, dia melirik Zehan sengit. "Jangan menyentuhku!" Kemudian menepis kasar tangan Zehan, lalu menatap keatas. Bagaimana bisa dia terjatuh. Apakah dirinya tercegal kakinya sendiri?

Zehan mengangkat kedua tangan keatas, tidak jadi menyentuh Ivan.

"Mari saya bantu tuan muda." Nick datang dan membantu Ivan berdiri, membawa pemuda itu pergi demi keselamatannya. Karena sejak tadi, Mavrel memperhatikan seksama.

"Nick, obati lukanya.. Atau kau bisa membawanya ke rumah sakit, " Titah Zehan sebelum Nick melangkah jauh. Dia memandang keduanya. Meraup wajah frustasi karena berbuat demikian. Sungguh kekanak-kanakan, mengumpati diri bodoh karena terbawa emosi hingga melukai putra Lorenzo.

"Bang Loren, maafkan aku." Dia bergumam dalam hati, tetapi kelakuan Ivanlah yang menyebabkan dia seperti ini. Sudah dia katakan jika aslinya dia tak sebaik yang orang lain katakan.

Ivan berdecih mendengar ucapan Zehan, sok sekali pria itu. Bertingkah seolah peduli dihadapan orang lain. "Orang tua sok!" berangnya. Dia melirik sosok pamannya, tentu saja ayahnya akan mencari muka.

"Baik tuan." Nick segera membawa Ivan. Melangkah tergesa-gesa menghindari sosok yang sedari tadi memandang mereka.

***

Taman mansion, selalu menjadi tempat ternyata Zehan mengusir penat. Menikmati hembusan angin yang bergerak sepoi-sepoi sembari memandangi hijau sejuk dan warna warni indah yang menyegarkan netra.

Sebelum kemudian, ada pemandangan lain yang mengotori matanya. Zehan menghela nafas pelan ketika di sana, ada Darel yang tampak berjalan menghampiri dirinya. Melangkah dengan kaki menghentak, seolah menyimpan amarah di dalamnya.

Tentu lelaki itu dendam, Zehan telah melukai Ivan. Dia bahkan tidak tau bagaimana keadaan anak lelaki itu. Karena Ivan belum kembali setelah diantar Nick. Seketika udara menjadi dingin.

"Kenapa ayah melukai Ivan?!" tanya Darel mengeram marah. Urat di lehernya timbul. Zehan membalas tatapan nyalang Darel. Dia berdiri tegap memandang wajah putra Lorenzo. Dia memang salah, jadi Zehan menerima kemarahan Darel.

"Begitu caramu berkata pada ayahmu, Darel." Tidak, ini bukan suara Zehan. Mereka sontak menatap Mavren yang datang mendekati mereka. Tepatnya, Darel.

"Ini bukan urusan paman! Jangan ikut campur!"

Mavren terkekeh, kekehan berat yang terdengar berbahaya. Tak mengindahkan ucapan Darel. Dia memilih untuk menarik adiknya. "Kau harus chek up hari ini, Zehan." Tanpa menunggu jawaban Zehan, Mavren menariknya menjauh.

Terimakasih pas Mavren, membuat situasi semakin runyam.










To be continued..

Step Father - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang