Bab 8

535 45 3
                                    

"Ada apa Dit, kenapa tiba-tiba nanya Dimas. Memangnya kalian dekat?" Tanya Dewi dengan wajah manisnya.

"I-itu eh." Adit mencari alasan, sejujurnya mereka bukan dekat. Cuma kebetulan dekat saja.

"Kalian berteman kan?" Tanya Dewi lagi.

Adit mengangguk ragu. Dewi tidak curiga sama sekali dengan tingkah Adit yang mencurigakan.

"Jenguk aja dia Dit, ini alamatnya." Dewi memberikan selembar kertas berisi alamat Dimas.

"Kapan kau menulisnya?" Tanya Adit.
"Dan kenapa di berikan padaku?" Lanjutnya lagi dengan kebingungan,
Tapi tetap menerima kertas itu.

Dewi tersenyum manis.
"Kalian kan teman, memangnya salah kalau menjenguk teman?"

Adit terdiam. Benar juga, Adit pun mengucapkan terimakasih. Dan pamit dari saja menuju kelasnya.

Adit berniat pulangnya menjenguk Dimas, walau dirinya agak ragu.

Pulang sekolah, saat akan perjalanan menuju alamat Dimas. Adit melihat Tasya berjalan menuju ke sekolah Adit.

"Ngapain Kamu?" Tanya Adit masih setia di atas motor.

"anu, itu." Tasya melirik ke bawah, mencoba bohong.

Adit menyadari tingkah Adiknya yang mencurigakan.

"Kamu mau latihan karate ya! nanti Abang bilangin Bunda loh."

Tasya terlihat panik, dari mana Abangnya ini tahu. Menyadari kepanikan Adiknya, Adit  menunjuk tasnya yang transparan.

"Udah bilangin sama Bunda, untuk Tasya gak boleh belajar karate. Masih aja ngeyel." Adit memarkirkan motornya, turun melangkah mendekat ke Adiknya.

"Ih Abang mah, nanti kalau Tasya di apa apain om-om pedo gimana? Ini perlawanan diri bang." Balas Tasya berusaha membujuk Abangnya.

"Terserah kamu deh, intinya jangan sampai Bunda tahu masalah ini. Dan lagi kalau ketahuan...Abang gak ikut campur." Adit mengusap kepala Adiknya.

"Serius Ini, Abang gak bilangin ke Bunda kan?" Tanya Tasya dengan mata berbinar-binar.

"Iye, pergi Sono. Nanti pas pulang bilangin ma Bunda Abang telat pulang mau jenguk teman yang sakit."

Tasya mengangguk paham, dia pergi meninggalkan Abangnya yang langsung saja menaiki motornya menuju ke rumah Dimas.

Sesampainya di Sana, Adit terpana dengan rumah Dimas yang begitu besar.

"Pasti orang kaya." Batin Adit. Melihat sekitar untuk memarkir motornya.

"Ini, mana dah tempat parkir? Percuma kalau rumah Segede ini kalau gak ada parkirnya." Gerutunya, kebingungan mau di gimana kan, ini motor.

Pada akhirnya Adit turun dari motor mencoba membuka pagar rumah.
"Kok gak gerak? Apa di tarik?"
Adit mencoba untuk menarik pagar tapi tidak bergerak juga.

"Oh~ mungkin di dorong, kayak pintu Indomaret kali."

Setelah mendorongnya, Adit terdiam.
"Ini gimana cara bukannya?" Pekik Adit frustasi.

"Udah lah, gak usah jenguk kalau begini mah."

Adit bersiap untuk pergi meninggalkan Rumah Dimas, tetapi suara teriakan Adit terdengar ke dalam rumah, membuat Dimas melihat keluar.
Ia membuka jendela melihat siapa di luar.

Dari jauh tidak terlalu jelas siapa yang datang. Dimas penasaran, ia perlahan keluar dari rumah.

"Tunggu." Pekik Dimas dari luar yang terdengar oleh Adit. Adit pun menunggu.

Sampai di halaman rumah. Dimas menekan sebuah tombol, sehingga pagar pun terbuka. Terlihat Adit menunggu dengan bersandar dengan motor.

"Keren." Batin Dimas seketika lupa dengan tingkahnya kemaren.

"Mas, mu sakit? Mau ku belikan bubur, atau buah nih?" Tanya Adit basa-basi, padahal dia sudah membeli bubur dalam perjalanan tadi.

Dimas baru sadar akan situasi mulai menutup pagar, tapi di cegah dengan lajunya Motor masuk dalam rumah.

Dari pada merusak motor itu, Dimas membiarkannya masuk.

"Dari mana kau tahu rumahku?" Tanya Dimas, menjauh dari Adit.

"Apaan dah! Kalau mau ngomong mendekat kek, atau minimal deras kan suaranya, gak denger gua?"

Dimas mulai mendekat. Mulai mengulang pertanyaannya tadi.

"Oh~ itu! Gua tahu dari Dewi, nih bubur untuk lu. Gua pergi dulu."

Adit membalikkan motornya, pergi keluar halaman Dimas. Tetapi sebuah tangan menghentikannya.

"Kenapa?" Tanya Adit. Dimas terdiam beberapa saat.

"Bagaimana kalau menginap?" Spontan Dimas bertanya begitu, sejujurnya ia begitu kesepian saat ini, tanpa ada seorang pun di rumah.

"Gak bisa, gua belum izin ke Bunda." Balas Adit tanpa melihat Dimas.

Dimas terdiam, dia ingin mencegah Adit tetapi gengsinya terlalu tinggi untuk meminta hal itu.

MY Love {Adit × Dimas} (B×B)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang