Bab 39

212 26 0
                                    

Di sisi Mama, sesuai dengan kesepakatan yang telah di sepakati bersama. Mama dengan anteng menunggu anaknya itu datang, agar bisa melanjutkan kegiatan kemarin.

Namun yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang juga, yang membuat Mama sedikit cemas.

Mama mengambil hpnya di atas meja, menghubungi salah satu kontak yang di antaranya bernama Adit.

Namun setelah di hubungi sekitar 3 kali, tetap tidak di jawab juga.

Tidak kunjung mendapatkan jawaban, Mama keluar kantor menemui Nara. Agar membantunya untuk menemui Adit, karena dia mager buat keluar.

Sampai di ruang tamu, ternyata Nara sedang berbicara dengan kedua sahabatnya yaitu Dewi dan Tania.

"Ku rasa sih, Mami ada bibitnya?" Dewi tersenyum begitu manis, membayangkan ia memiliki Adik imut dari hubungan Adit dan Dimas.

"Gak mungkin kali." Tania dan Nara serentak mengatakannya, karena ia yakin bahwa hal itu mustahil bisa terjadi.

"Kenapa? Kan bisa aja?" Dewi menekuk bibirnya cemberut, ia yang sudah merasa berharap tiba-tiba di jatuhkan begitu saja, rasanya begitu sakit.

"Ya gak bisalah, laki-laki tidak bisa hamil. Jika tidak melakukan operasi rahim. Terlebih lagi, tidak ada yang bisa melakukan operasi rahim secara legal kalau tidak di perusahaan kita." Jelas Tania panjang lebar, ia berkata begitu karena begitulah faktanya.

Sedangkan Nara mengangguk-anggukkan setuju akan perkataan Tania.

Wajah Dewi muram, ia tidak bisa menerima fakta itu.

"Ya periksa dulu, jangan langsung ambil kesimpulan." Dewi mengerucutkan bibirnya, kesal akan sahabat-sahabatnya yang secepat itu mengambil keputusan.

Sebenarnya Nara dan Tania hentak protes lagi, namun tiba-tiba suara yang begitu memekakkan telinga,p terdengar begitu keras dari belakang.

"MAMA SETUJU!!" Seru Mama dengan berteriak, ia sepakat akan perkataan Dewi. Yang seketika lupa dengan tujuan awalnya.

...........................

Permainan terus-terusan berlanjut hingga menjelang sore.

Entah setan apa yang merasuki Dimas hingga ia seberani ini melakukannya, padahal sebelumnya mereka tidak sebrutal ini.

Sudah dari 3 jam sebelum hari sudah menunjukkan sore hari, Dimas tetap memaksa Adit untuk melakukannya, lagi dan lagi.

Jika Adit berhenti, ia akan menggoda Adit hingga Adit tidak akan tahan akan godaan dan pada akhirnya mereka melakukan.

Sudah berbagai gaya di lakukan, bahkan ada satu lagi yang membuat Adit penuh keheranan dengan tingkah Dimas adalah.

Dia memiliki sebuah benda yang hendak di beli oleh Adit untuk mereka berhubungan, berupa pelumas dan kondom.

Tapi masalahnya, kenapa gak di gunakan di awal saja?

Pertanyaan itu hendak di tanyakan oleh Adit. Namun Dimas tidak bisa membuat pikiran Adit memikirkan hal lain, selain dirinya. Dengan mencium bibir Adit dengan kasar.

Adit menyeimbangi permainan itu, hingga ia benar-benar lupa akan pikirannya barusan yang hendak bertanya.

Hari sudah menunjukan waktu malam. Terlihat matahari yang sudah rendum berganti dengan gelapnya langit berwarna hitam.

Permainan itu tetap tidak berhenti, karena walaupun berhenti Dimas akan melakukan blowjob kepada Adit bahkan bermain sendiri jika Adit merasa lelah.

Adit mengelus surai rambut Dimas, dengan lembut ia berkata.

"Sudah Mas, masih ada hari esok. Aku janji gak akan pulang lama lagi." Adit memeluk Dimas, ia sekarang mengerti alasan mengapa Dimas melakukan ini.

Karena ia ingin kejelasan akan hubungan yang mereka jalani, karena Adit hanya mengatakan menyukainya. Tapi Dimas tidak hanya butuh kata itu, melainkan kejelasan yang pasti.

Mendengar perkataan yang selama ini ditunggunya, namun gengsi mengucapkannya. Tersenyum bahagia.

Ia menunjukkan jari kelingking di hadapan Adit, memintanya untuk berjanji.

Adit mengkaitkan Jarinya, ia akan melakukan sebisanya. Asal jangan terlalu sering Dimas berniat hal begini. Bisa berabe urusannya.

Dimas bersikap tidak seperti biasanya, ia tersenyum dan mulai tertidur begitu pulas dalam keadaan yang kotor akan permainan mereka, tanpa ada niatan untuk membersihkannya.

Melihat itu, karena Adit mencintai Dimas ia membersihkan tubuh itu dengan menahan hasratnya untuk tidak melakukannya lagi.

Jujur saja, walau rasanya menyenangkan. Namun di saat bersamaan miliknya serasa di peras habis-habisan oleh Dimas yang meminta terus dan terus.

Pagi Tiba. Karena hari Minggu tidak sekolah, Dimas dan Adit tidak sekolah.
Dimas berdiam diri menatap televisi di hadapannya yang menunjukan siaran berita.

Adit berjalan menelusuri tangga kamar mereka, menuju televisi tempat dimana Dimas menonton.

"Nonton apa?" Tanya Adit menatap Dimas, bukannya televisi.

Dimas yang menonton begitu fokus langsung menatap Adit. Ia menyeritkan keningnya atas pertanyaan Adit yang sudah bakal tahu apa yang di tontonnya.

Ia memalingkan wajahnya, menatap layar televisi.

"Bisa di lihat sendiri kan?" Jawabnya ketus dengan memakan cemilan yang entah dari mana datangnya.
Perasaan Adit cemilan itu tidak ada di rumah ini?

"Kapan belinya?" Adit menunjuk cemilan yang dimakan Dimas.

"Bikin." Jawabnya lagi-lagi ketus.

Berbeda dengan kemarin yang begitu manja, sekarang dia malah begitu ketus.

Sebenarnya tidak masalah, jika seperti ini ia bisa menakutkan bisnis yang hendak dilakukan yang sudah di rencanakan seminggu semenjak masuk dunia bisnis.

Selang beberapa lama, sekitar 3 bulan. Ralat, bukan hanya Sekitar, melainkan memang 3 bulan lamanya.

Mereka menjalankan hubungan yang tanpa status sebagai lebih dari pacaran, awalnya Dimas begitu manja dan tidak ingin berpisah dengan Adit.

Namun lama kelamaan itu menjadi kebiasaan baginya, terlebih lagi. Ketika melihat kesungguhan Adit dalam melakukan pekerjaan.

Dan hal yang tidak mereka duga malah terjadi. Yaitu sebenarnya Adit ini pintar, bukanlah seseorang yang memiliki fasilitas otak yang pas-pasan.

Dia cuman malas saja belajar, dan emang gak ada guru yang bisa sabar menghadapi Adit yang suka bertanya-tanya hal tidak jelas, hingga membuat para guru jengkel.

Itulah alasan mengapa Adit tidak terkenal akan kepintarannya, karena ia benar-benar tidak menonjol dalam hal itu. Namun, setelah belajar dari Mama, ia seolah menemukan kehidupan yang baru.

Bunda dan Ayahnya Dimas baru menyadari akan anak mereka yang bersama dengan seorang bocah kurus kerempeng yang tidak sempat di tanyain namanya siapa karena pekerjaan yang begitu menumpuk hingga 3 bulan lebih berlalu.

Bukan Buda dan Ayah, hanya bunda saja yang khawatir. Ayah tidak khawatir karena ia tahu bahwa Adit akan menjaga Dimas dengan baik, menurut dari ketulusan yang sudah dilihatnya dari tatapan Adit.

Sekilas bagi orang rawan seperti Bunda, tentunya tidak tahu arti tatapan itu. Namun Ayah mengetahuinya karena ia sempat melakukan hal seperti itu juga dulu.

Namun bedanya, ia tidak memperjuangkan cintanya. Sedangkan Adit memperjuangkannya dengan sepenuh hati.

MY Love {Adit × Dimas} (B×B)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang