Bab 33

437 30 1
                                    

Sampailah di pekarangan rumah Nara. Papa, Mama dan Bunda berada di dalam rumahnya.

Mereka sudah memutuskan selama di perjalanan, bahwa Bunda Adit dan sekeluarga akan tinggal bersama mereka dan tentunya akan di nafkahkan.

Mama setuju akan hal itu. Ia tidak menolak kedatangan Bunda Adit, sebagai istri pertama suaminya.

"Jeng, bagaimana kamu bisa menerima seseorang perempuan yang menjadi istri pertama suamimu?
Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan sanggup."

Walau keberadaan Bunda di terima hangat oleh Mama, tetap saja ada rasa bersalah menghantui Bunda, sehingga ia merasa tidak enak mendapatkan kemewahan ini.

"Tidak apa-apa, lagian Aku juga sama." Mama tersenyum hangat dengan menepuk pundak Bunda.

"Maksudnya?" Tanya Bunda dan Papa serentak.

"Aku menikahi Zaki cuman ingin tahu bagaimana rasanya menjadi istri saja. Makanya aku menikah dengannya." Bunda dan Papa terkejut akan peryataan Mama. Yang benar saja?

"Ya, lagian uangku terlalu banyak. Jadi gak masalah deh, kalau ada anggota baru. Jadi gak usah sunggan."
Mama tersenyum manis, ia membalikkan badan pergi untuk mengambil minum.

Papa yang mendengarnya lebih shock, karena selama dia tinggal bersama istri keduanya ini, tidak ada tanda-tanda bahwa istrinya tidak mencintainya apakah ini benar?

"Gak usah kaget gitu kali, namanya juga penasaran." Mama kembali dari mengambil minum dengan beberapa cemilan, ia meletakkannya di meja lantas duduk di sofa ruang tamu.

"Terus semua perkataanmu itu?" Papa ikutan duduk di sofa sebelah istri keduanya.

"Tentu saja sandiwara, lagian aku Biseksual. Dan Bunda Adit... kelihatan menarik~" Mama memandang Bunda dengan senyuman yang mengerikan, seolah ingin menerkamnya.

Bunda reflek langsung mundur, ia tidak menyangka ada manusia seperti ini. Sedangkan Papa hanya bisa termenung tidak mengerti akan situasi.

Di sisi Dewi dan Nara, mereka memutuskan untuk pulang dari pada menunggu Mami dan Papi mereka keluar rumah.

Lagian ngapain juga di sana, kalau mereka mengganggu aktivitas orang dewasa. (Padahal seumuran, tapi berbeda dengan Nara.)

"Jadi Nara saudaraan dengan Papi." Dewi terkejut setelah mendengar cerita yang di sampaikan oleh Nara.

Saat ini mereka berada di salah satu kafe terdekat, untuk  makan bersama setelah capek berjalan dari rumah Mami.

Nara mengangguk sambil menyendok eskrim yang telah ia pesan.

"Serius?" Dewi meninggikan suaranya, yang membuat Nara menyuruhnya diam.

"Ribut, keganggu yang lain." Nara celegak-celengguk melihat situasi yang lebih baik, sedangkan Dewi menutup mulutnya.

"Kok bisa?" Kali ini Dewi bertanya lagi, padahal sudah mendengar cerita yang di sampaikan oleh Nara.

"Dengar gak sih ceritanya?"

"Dengar. Tapi kok bisa?" Lagi dan lagi Dewi bertanya, karena menurutnya ini begitu aneh, dan banyak sekali dramanya.

Nara mengangkat bahu tidak tahu menahu mengenai masalah ini, yang pasti ia menerima dengan lapang dada keberadaan Adit beserta keluarganya.

"Jadi lu masih muda dong? ...Kok bisa udah SMA aja?" Dewi menggaruk telengkuk lehernya yang tidak gatal.

"Karena pintarlah, apa lagi?" Nara menaikkan bahunya, meremehkan. Ia memakan makanan yang sudah di pesannya dengan santai.

Dewi termenung, ia selama ini sekelas dengan Nara tidak mengetahui hal ini. Sungguh di luar nalar.

......

Tania di suruh Ayahnya untuk berkunjung ke rumah Abangnya, untuk memberikan masakan ibunya yang berlebih, sekaligus melihat ponakannya.

Tania mengangguk setuju, ia sudah tidak ada kerjaan lagi setelah Nara pulang tiba-tiba karena di suruh Mamanya pulang.

Tania mengendarai sepeda, menuju pekarangan rumah Abangnya. Ia melihat ada seorang anak kecil berjalan menuju ke arah sebaliknya yang bisa di katakan itu adalah pekarangan rumah Nara.

"Siapa dia?" Batin Tania. Walau heran ia tetap melanjutkan perjalanannya sampai ke rumah Abangnya.

Di rumah, ia di sambut oleh para penjaga satpam yang sudah mengenalnya, karena Nara sering berkunjung ke sana, saat Suami abangnya ini menjadi langganannya di laboratoriumnya.

Tania menekan bel rumah, yang di bukakan oleh para pembantu.
Mereka mempersilahkan Tania masuk, lalu memanggil tuan rumah kerena kedatangan tamu.

Tania duduk di sofa ruang tamu, dengan sopan tentunya.

"Enaknya jadi Abang." Batinnya melihat sekitar rumah yang begitu mewah.

"Kenapa datang kesini?" Deon datang dengan berpakaian lengan pendek, dan baju pendek.

"Ya ampun bang, gak masalah berpakaian begitu." Tania melihat dari ujung rambut, hingga ujung kaki penampilan abangnya.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya keheranan. Ia duduk di dekat sofa yang sama dengan adiknya.

Para pembantu datang memberikan beberapa minuman dan cemilan untuk di santap mereka.

"Kenapa, kenapa~" Beo Tania mengulangi perkataan abangnya.

"Iya, kenapa?" Deon semakin heran dengan tingkah laku Adiknya.

"Kalau suami Abang lihat penampilan abang kayak gini, langsung di hapnya."

Deon menelan ludah kasar, ia baru menyadari kesalahannya.

"Bentar gue ganti baju dulu." Dengan panik ia langsung menggantinya dari pada pulang-pulang suaminya langsung memakannya.

Selang beberapa menit kemudian.

"Kayak gini." Tanyanya kepada Tania sambil merentangkan tangan, memperlihatkan depan belakang bajunya.

Tania memberikan jari jempol atas pakaian yang di kenakan abangnya.

"Yaudah, kenapa datang kesini?" Deon kembali lagi duduk di sofa yang di duduki adiknya.

"Yaelah, adiknya datangpun gak boleh." Tania memasang wajah sinis dengan abangnya.

"Bukan gitu, masalahnya. Tania gak bakal datang kesini, kalau gak ada kepentingan."

Tania terdiam, Karena perkataan itu ada benarnya juga.

"Ini ibu masak lebih, di makan." Tania memberikan masakan yang di titipkan oleh ibunya kepada Abangnya.

"Bilang sama ibu, terima kasih." Deon menerimanya dengan senyuman manis.

Di jam segini, suami Abangnya tidak di rumah karena harus mencari nafkah untuk keluarganya. Yang menyebabkan Deon tinggal di rumah.

"Gak ada niatan Abang bikin makanan buat suami gitu?"

Deon keheranan apa lagi yang di ucapkan adiknya?

"Ya ampun, peka dikit jadi istri Napa sih bang. Udahlah aku ke sini mau lihat ponakanku, mana ponakanku." Tania celegak-celengguk melihat sekitar.

"Lagi tidur, udah sana pulang. Gak butuh aku pengasuh." Deon menarik tangan adiknya untuk keluar rumah.

"Lihatlah, nanti ku adukan sama suami Abang." Tania ngambek, ia langsung pergi meninggalkan rumah Abangnya.

Di sisi Adit dan Dimas.
Adit melihat Dimas tertidur akibat ulahnya tadi, tetapi libidonya malah naik melihat Dimas yang tertidur.

"Sial, gak bisa di ajak kerja sama." Dengan terpaksa, ia menyelesaikannya sendiri di kamar mandi, sambil membayangkan melakukannya dengan Dimas.

Jika ia masih nekat melakukannya dengan Dimas yang masih pingsan, ia akan mendapatkan risikonya. Dan risiko itu yang tidak ingin di tanggungnya.

Lambat dikit uploadnya gak ngaruh kali wirr
Vote woi selesai baca



MY Love {Adit × Dimas} (B×B)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang