Bab 12

515 46 7
                                    

"Seperti dugaan mu, Nara." Tania tersenyum, melihat berbagai formulir tergeletak di atas meja.

"Ya dong, ...aku punya informan yang akurat." Senyuman terukir di bibirnya.

Saat ini Nara dan Tania berada di sebuah laboratorium, tempat membuat berbagai aktivitas gelap di dalamnya.

Tania merupakan salah satu petugas laboratorium, sedangkan Nara adalah ilmuwan termuda di sana.

Berkat campur tangan kedua orangtuanya, Nara sudah bisa sesuka hatinya melakukan hal yang di sukai, tanpa terkena masalah.

Eksperimennya lebih banyak mengakibatkan korban jiwa, hingga tidak jarang di temukan tulang belulang di sekitarnya.

Nara telah melakukan ini sejak kecil, orang tuanya tidak pernah sekalipun melarangnya, melainkan mendukungnya.

Cuma sebuah kebetulan saja, kakak Tania bekerja di sana untuk menghidupi kebutuhan keluarga, yang semakin menipis, semenjak Ayah Tania pengangguran.

Karena hobi mereka yang sama, membuat Tania betah di laboratorium, hingga begini lah situasinya.

"Mau kita lakukan sekarang saja?" Tania duduk di sebelah Nara, dengan melihat selembar kertas berisi biodata seseorang.

"Sabar dulu, penelitianku sedang di gunakan oleh para member VIP. Mereka juga menginginkan hal yang kita sukai." Nara sibuk dengan aktivitasnya, tanpa menoleh sang empunya.

Tania menghela nafasnya pelan, membersihkan peralatan sekitar meja, meletakkannya ketempat semula.

"Nara, aku mau dia hidup bagaimana pun caranya. Bukankah ada yang selamat dari ekperimen ini."

"Aku tau kamu khawatir, aku sedang berusaha agar dia gak mati. Aku ingin melihat hasilnya, Pasti menyenangkan sekali." Nara tersenyum membayangkannya, tapi ia tetap melakukan tugasnya.

"Iya, itu sebabnya aku ingin dia hidup."

..........

Sebuah kamar yang penuh akan figur anime, pakaian cosplay dan peralatan streaming. Yang di tepati oleh Tasya, adik Adit.

Tasya tersenyum memandangi sebuah foto yang tanpa di sengaja terambil, atau lebih tepatnya sesuai instingnya.

Fotonya kurang lebih hanya seorang pria yang di temuinya akhir-akhir ini, siapa lagi kalau bukan Dimas.

Seorang pria yang memiliki bola mata hitam pekat, dengan wajah yang mirip akan MC di anime. Putih bersih, tanpa pori-pori, siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona.

Tasya terus memandangi foto itu. Tanpa sadar pintu kamarnya yang tidak terkunci, terbuka oleh seseorang.

"Oi, ngapa senyum-senyum kayak gitu? ...memangnya, karakter mana lagi yang Tasya suka?" Tanyanya yang ternyata Adit.

"Ih Bang Adit mah, jangan main masuk-masuk kamar Tasya dong." Tasya meletakkan Foto itu di atas meja, mencoba mengusir Abangnya.

"Ya elah, tadi di panggil Bunda noh, suruh makan. Tasya nya aja, terlalu asik sama dunia sendiri."

Mendengar itu, Tasya buru-buru menemui Bunda sebelum Bunda memarahinya.

Adit menggeleng kepalanya atas tingkah Adiknya, saat akan menutup pintu, Adit iseng masuk kamar Tasya melihat gambar tadi.

Betapa kagetnya Adit melihat Foto Dimas yang terlihat keren, berbeda dengan yang biasa dilihatnya.

Wajahnya yang cantik, dengan pose ala pria membuat Adit terpesona. Entah kenapa dengannya saat ini.

Adit bingung sendiri dengan perasaannya, ia menyukai Rini tapi Dimas oke juga.

Wajahnya, bodynya, mirip dengan perempuan. Bahkan dia lebih imut ketimbang Rini, Adit terdiam.

Ia memutuskan untuk menyalin Foto itu, di hpnya agar bisa di lihat kapanpun yang ia mau. Lantas pergi dari kamar Tasya, bergabung ke dapur untuk makan bersama.

"Bunda tadi nanya ke Dewi, katanya kamu suka dengan seorang pria memangnya betul?" Bunda menyendok nasi ke piring Adit yang baru datang.

Adit seketika terbatuk mendengar perkataan Bundanya.

"Apaan sih Bunda, Adit tu masih normal." Adit duduk di meja makan, duduk di sebelah Tasya.

"Memangnya orangnya seperti apa Bun. Cantik apa ganteng?" Tanya Tasya memanaskan suasana.

"Gak usah lu tanya begituan." Adit menyenggol tangan adiknya.

"Ih, apaan sih Bang. Santai aja kali kalau suka pria mah, yang larang siapa juga. Tapi kalau dia Cantik Tasya setuju."

"Kalau jelek?" Tanya Bunda makin membuat hati Adit memanas dengan percakapan ini.

"Gak boleh lah!! Abang aja jelek, masa pasangan jelek juga. Mana mau Tasya punya kakak ipar begitu."

Bunda mengangguk setuju dengan perkataan Tasya.

"Udah lah, jangan bahas begitu. Abang Normal."

Bunda dan Tasya saling pandang, seolah berkata.
"Ye Normal, tapi kedepannya gak ada yang tahu."

MY Love {Adit × Dimas} (B×B)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang