Wajah Dimas yang memerah, membuat Dewi tanpa sadar malah membuat biodata Adit dan Dimas, untuk kedepannya.Kasih sayang yang melebihi sahabat terlintas begitu saja di kepala, rasanya sangat di sayangkan jika momen ciuman itu, tidak bisa di abadikan dalam sebuah gambar.
Maka tidak kaget, jikalau Adit yang gelisah akan sesuatu, Dewi langsung memberikan alamat rumah Dimas.
Terlebih Adit bertanya tentang Dimas, yang spontan saja Dewi memberinya dengan senyuman manis, yang penuh arti.
"Dewi, Dewi DEWI." Panggil Dimas berulang kali yang tidak di dapatkan respon, dari sang empunya.
Dewi terhanyut akan pikirannya sendiri, sehingga mau tidak mau Dimas mengguncangkan tubuh Dewi agar tersadarkan dari lamunannya.
"Eh a-ada apa?" Dewi tersenyum kaku, melihat Dimas mengerutkan keningnya.
"Dari tadi ku tanya, apakah udah selesai tugasnya?" Dimas menatap Dewi yang di anggap Dewi imut.
"Sial, imutnya!! Gimana ya ...suaranya kalau mendesah?" Batin Dewi mulai terhanyut dalam pikirannya.
"Oi." Panggil Dimas mulai kesal.
"Eh maaf, maaf." Dewi memegang kedua tangan Dimas, dengan wajah rasa bersalah.
"Eh, tadi ... tanya apa ya?"
Dimas menghela nafasnya pelan, mengulangi pertanyaannya.
"Udah kok, lihat aja kalau gak percaya." Dewi mengarahkan beberapa lembar kertas di hadapan Dimas, yang langsung di periksanya.
Beberapa menit kemudian.
"Oke,...bagus. Sekarang kita pulang." Dimas membereskan peralatannya bersiap pulang, yang di ikuti Dewi dengan peralatan masing-masing."Sampai jumpa?" Dimas melambaikan tangannya, saat sampai di parkiran.
"Tunggu mas, aku mau nanya, boleh gak?"
"Nanya apa?" Dimas berjalan ke arah Dewi.
Dewi terlihat gugup akan pertanyaannya, tapi kalau tidak bertanya ia akan penasaran hingga tidak bisa tidur.
"Jadi gini, ...Dimas kamu janji dulu jangan marah ya."
Dimas mengganggu mengiyakan."Pas Adit ke rumah mu, dia ngapain? Apa Adit nginap?"
Wajah Dimas memerah, ia teringat kejadian kemarin yang sempat menyuruh Adit menginap karena kesepian.
Dimas memalingkan wajahnya, menggelengkan kepalanya.
"Kalau tidak penting, aku permisi." Ia berjalan menuju halte bus seperti biasa, yang secara kebetulan bus datang. Dimas melambaikan tangannya singkat, sebelum ia menaiki bus.
"Gemes banget." Gumam Dewi.
Di sisi Adit, ia melamun di rumahnya hingga di tegur oleh Bunda.
"Ada apa Dit? Kok melamun terus Bunda lihat." Bunda duduk di dekat Adit.
"Adit juga gak tahu Bunda. Adit rasa... Adit gak normal, tapi juga normal. Maksudnya gimana sih Bunda ...Adit gak ngerti."
Sudah terlihat dari kusutnya wajah Adit, Bunda mengelus-elus punggung Adit seraya berkata hal-hal manis.
"Bunda gak tahu masalah kamu apa? Tapi ikutkan aja apa kata hati mu, Karena kebahagiaan itu bersama dengan seorang yang berharga." Bunda tersenyum manis.
"Eh, bukan tentang cinta kok Bunda." Elak Adit. Walau saat ini nasehat Bunda sangat tepat sasaran.
"Ayoloh~ kalau bukan tentang cinta memangnya apaan?" Bunda malah menggoda Adit dengan menaik turunkan alisnya.
"Ih, bukan Bunda." Wajah Adit sudah memerah, akan godaan Bundanya yang di balas oleh gelak tawa bahagia.
"Udah, jujur aja sama Bunda, Siapa orangnya?"
Adit tampak Bingung dengan perkataan Bundanya, padahal sudah di bilangin bukan, malah maksa.
"Pria atau wanita?" Tanya Bunda lagi, yang langsung saja sontak membuat Adit seketika melotot, ke arah Bundanya.
"Oh~ Bunda gak boleh tahu nih? ...Nanti Bunda tanyakan sama Dewi aja deh." goda Bunda, lebih lanjut.
"Ih Bunda. Di bilangin gak ada, ...gak usah tanya deh. Ngerepotin dia aja."
Wajah yang memerah semakin memerah akibat ulah Bundanya, Adit memutuskan untuk pergi ke kamarnya dari pada mendengarkan ocehan Bundanya lebih lanjut.
"Waduh anak Bunda udah dewasa." Bunda tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY Love {Adit × Dimas} (B×B)
RandomSebuah kisah Cinta yang berawal dari "Menyimpan sebuah Rahasia" Adit yang awalnya mengira dirinya Normal, entah kenapa berbalik arah ketika melihat wajah manis Dimas. Dimas juga sama dari awal bertemu dia sangat menyukai karakter Adit, tetapi gengs...