1

116 14 5
                                    

Ruangan OSIS terbakar diakibatkan oleh arus listrik yang tak stabil, katakanlah korsleting. SMA Taruna Negara menjadi ramai perbincangan, baik oleh media maupun gosip-gosip. Terlebih, penemuan dua mayat di ruang OSIS menambahkan keheranan publik.

*

KLUB Jurnalis lagi-lagi nganggur, tidak punya kerjaan. Kebanyakan anggota hanya merebahkan diri di kursi, bermain ponsel, beberapa lagi bergosip ria. Memang beda sekali, kebanyakan Klub di SMA Taruna Negara itu berprestasi, aktif, tak jarang membawa medali di sekolah.

Sekarang mari kita lihat. Apa prestasi yang didapatkan oleh Klub Jurnalis? Membicarakan gosip-gosip terbaru? Mereka dicap sebagai pembuangan dana terbesar sekolah.

Oleh sebab itu Klub Jurnalis kerap menjadi sasaran kebencian para murid dan guru-guru. Baru-baru ini pun mereka mendapatkan ancaman dari ketua OSIS.

“Bila terus begini, maka Klub kalian akan ditutup, sebab menghabiskan banyak dana,” ucapnya pada suatu hari.

Tapi bagaimanapun tak berefek. Mereka acuh tak acuh, sangat tak peduli.

Rahma menatap segelintir para anggota Klub yang bersantai-santai. Ia geram. Untuk apa ia masuk ke wadah organisasi tak berfaedah seperti ini? Ia menyukai segala jenis tulisan terutama hal yang berhubungan dengan peristiwa serta kejadian. sebab itu ia mengira masuk klub Jurnalis bisa mengapresiasi bakatnya, tapi nihil. Lihat saja anggota klub. Diisi 80% para pemalas.

“Mereka santai bukan main,” gerutunya. “Apa gak sadar kalau kita lagi kondisi kritis?”

“Kalem, kawan.” Rangga menegur temannya satu ini. Ia pun paham perasaan resah Rahma, tapi saat ini mereka cuma bisa bersabar.

Anggota klub rata-rata diisi oleh kelas 11, senior mereka. Junior seperti mereka cuma bisa ikut, bahkan Rahma dan Rangga masih dilarang untuk ikutan meliput berita jenis apapun. Masih Anggota baru Jangan ikut campur, dalih mereka.

Kendati demikian. Dua insan itu sadar bahwa mereka itu cukup tak disukai karena sikap yang sering dikatakan sok aktif.

“Kudengar nanti Kak Hendra datang, mau mengadakan rapat. Kita harapkan saja ketua bisa melakukan sesuatu.”

Mendengar ucapan itu, Rahma menganggukan kepala. Setuju. Selang lima belas menit, pintu terbuka. Kak Hendra masuk dalam klub.

Ia adalah pria berwajah tegas, tinggi dengan kulit putih, postur tubuhnya tegak, memakai kacamata bulat.

Melihat sang ketua menampakan batang hidung. Para anggota langsung berhenti bermain, duduk di kursi dengan rapi. siap dengan agenda rapat.

“Kurasa kalian sudah tahu dengan ancaman si Ketos?”

Semua anggota menganggukkan kepala.

“Baguslah. Kalau begini terus bisa-bisa klub Jurnalis bubar, oleh sebab itu aku ingin kalian meningkatkan kinerja kalian lebih dari sebelumnya. Kuharap tiap Divisi masing-masing bisa bekerja sama lebih baik.

“Menurut Perkataan Ketos. Kita masih diberikan kesempatan, untuk menjual majalah dan menerbitkan berita sebanyak-banyaknya.

“Divisi Reporter siapkan berita paling lambat minggu ini. Apapun itu boleh. Tentang siswi hamil, guru zina, korban tawuran, kuntilanak, kasus horor sekolah. Apapun boleh! Jangan alasan kalian minim informasi.”

Rahma selaku Divisi reporter menganggukkan kepala.

“Bagus kalau paham.” Hendra tersenyum. Lalu menatap Divisi lain. “Bagian dokumentasi, bantu Divisi Reporter untuk cari informasi. Siapkan kamera dan buat dokumentasi sebanyak-banyaknya.”

Jejak Investigasi Edan RahmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang