4

35 7 7
                                    

ESOKNYA, Rahma berangkat sekolah. Sampai di tujuan, ia mendapati hampir setengah SMA telah gosong. Secara wajar sekolah ditutup hari itu juga sampai kondisi membaik, kurang lebih seminggu diliburkan. Namun bocah badung tak akan taat aturan.

Sebagai kamuflase untuk masuk TKP Rahma telah menyiapkan beberapa pakaian tertutup. Jubah coklat kebesaran, topi mancing ikan, masker, dan tak lupa kacamata hitam yang ia kenakan. Ia jelas mencurigakan bagi siapapun.

Ia sempat diringkus oleh beberapa polisi ditanya banyak hal seolah ia maling kepergok warga, namun dengan keberuntungan ia berhasil kabur. Kini bersembunyi di pohon rindang halaman sekolah.

"Si kunyit," napas si gadis terengah-engah. Habis tenaga dibuat lari. "belum nengok juga dia."

Kesal sebab sosok yang ditunggu tak juga muncul ia meraih ponsel mencoba untuk menelpon. Tak ada jawaban dari si penerima membuat makin geram. Ia coba spam telepon, masih tak dijawab.

"Itu anak maunya apa sih? Belum dijawab pun!" Geram Rahma menunggu balasan dari Rangga. Semenit kemudian si biang kerok menampilkan batang hidung, lewat begitu saja seolah tak sadar Rahma ada di pohon rindang.

"Woi! Mau kemana antum. Aku, Rahma di sini!" suara si gadis meninggi melihat cowok itu berjalan melewati.

Rangga mendelik, membalikan badan. Spontan tanpa bisa ditahan ia terkesiap melihat tampilan konyol dari si gadis. Bukan semacam terpesona. Ia terkekeh, bilang kalau tampilannya seratus persen mencurigakan dan memberikan saran minimal untuk lepas kacamata hitam.

Si gadis merengus. melepas kacamata hitam. Sudah terbukti ucapan si lelaki sebab ia baru saja diringkus polisi. "Sudah kulepas, puas!" serunya. "tak ada waktu lagi ... mari mulai investigasinya.."

Maka mereka pun memasuki area sekolah, berjalan di koridor yang kini penuh akan asap tak sedap. Bukti kuat mengarah ke kerusakan listrik yang berasal dari kabel OSIS atau korsleting, api berasal dari sana dan menyebar sepenjuru SMA. kurang lebih demikian hasil yang didapatkan.

Akankah listrik benar-benar korsleting atau tidak, Rahma akan memastikan.

"Kau bilang kita mau investigasi, macam detektif aja kita. Memang kecuali ambil foto apa yang mau kita lakukan?" tanya Rangga kedua tangan gesit memotret keadaan sekolah.

"Ada dua tahap; pertama cek arus listrik TKP kedua kita cari barang-barang mencurigakan."

"Itu lebih dari ilegal, bodoh."

"Tak ada kata ilegal untuk mencari kebenaran."

"Memang. Tapi kalau ketahuan orang bisa berabe nanti."

Merasa tak peduli Rahma makin bersemangat alih-alih menciut, ia berlari menuju ruangan OSIS.

***

Mereka sampai juga. Disambut dengan suasana gosong dan bau asap. Menutup hidung. "Bau," ujar secara bersamaan.

"Ingat tugasmu kawan, siapkan kamerana." Rahma berjalan ke arah gumpalan kabel di ruangan, sementara Rangga memfoto hampir kebanyakan ruangan. Mereka sibuk akan aktifitas masing-masing.

Ruangan hening untuk beberapa saat, Rahma meraba-raba kabel lalu memperhatikan. Menyadari sesuatu ia tersenyum.

"Kau sadar sesuatu. Mbak detektif?" Agaknya Rangga selesai dengan kegiatan memotret, berjongkok melihat si gadis yang memegang kabel. "gimana?"

"Sebelum itu mau kukatakan dengan tegas. Ini bukan hipotensi atau apa. Tapi perhatikan stok kontak seluruh ruangan dan kabel-kabel sekitar."

Mengikut instruktur si lelaki berambut acak-acakan dengan kemeja cream itu menatap sekeliling. "Bau gosong, bekas kebakaran, beberapa terpotong. Apa anehnya?"

"Kamu gak curiga dengan bagian kabel terpotong?" gadis bersurai coklat itu berdiri, menepuk topi yang penuh akan abu asap. "dan stop kontak, memang terbakar, tapi cuma bagian sisi saja. Tak terbakar bagian dalamnya."

"Hah! Maksud? Aku tak paham?"

"Ck! Dasar lelet." geram Rahma mengenakan topi kembali, ia menunjuk ke arah kabel. Terpotong. "bukankah itu terlalu rapi?"

Setelah dijelaskan, Rangga pun terkesiap. Mata terbuka lebar. "Ah jangan bilang!"

"Yup. Potongan di kabel terlalu rapi, dibuat secara terburu-buru. Katakanlah seseorang sengaja memotongnya. Untuk apa? Jawabnya agar membuat skenario Korsleting. Jelas pelaku masih awam, mengira korsleting cuma sekedar potongan kabel. Selanjutnya bagian stop kontak, memang terbakar tapi tak ada indikasi dari dalam. Terlebih tak ada satupun indikasi listrik digunakan melalui stop kontak.

"Ada satu lagi fakta yang menopang kuat gagasan ini. Kamu ingat aturan OSIS pasal yang keberapa itu?"

"'Setiap ruangan. Entah dimanapun selepas selesai, diwajibkan untuk mematikan listrik. Barangsiapa yang teledor akan kena denda'. Pasal 012. Itu maksudmu?"

"Yup. OSIS adalah tempat orang teladan. Pukul 15.00 dua hari sebelum itu jelas tidak ada kegiatan dari OSIS. Sumber resmi didapatkan dari ketos. Meskipun ada penggunaan listrik, para OSIS yang teladan pasti tak teledor untuk mematikan listrik. Jadi tak mungkin mereka meninggalkan ruangan dengan listrik menyala ... itu berarti korsleting jelas bukan sebab kebakaran."

Suasana lengang sejenak. Rahma yakin akan gagasan itu sementara Rangga masih menimbang-nimbang secara logika itu terdengar seperti angan-angan saja.

"Teori yang menarik." sebuah suara muncul membuat perhatian kedua orang itu menatap sumber suara. "kita satu pikiran." ia tersenyum. Tubuhnya tinggi, gagah, rambutnya menutup satu mata.

"Siapa?" tanya Rahma.

"Sial kita kepergok," ujar Rangga. Rahma menatapnya.

"Tenang saja, saya bukan orang mencurigakan. Saya cuma tertarik dengan gagasan si gadis itu." Masih tersenyum lelaki berbadan tinggi itu mendekat.

Rahma ingin berbicara akan kebingungan, namun batal atas tindakan mendadak dari Rangga. Rangga memegang tangan si gadis menuntun untuk keluar.

"Ayo pergi," kata Rangga terus memaksa Rahma berjalan.

"Tunggu tapi ..."

"Masalah foto sudah ratusan. Jadi aman." Rahma dapat melihat emosi Rangga yang naik, tak seperti biasa. Semenjak kedatangan lelaki misterius sahabatnya menjadi aneh, menjadi emosional.

Rahma tak tahu pasti, tapi lebih baik tak membuat keributan. Jadi ia mengangguk memutuskan setuju saja.

"Bukankah kamu terburu-buru. Nak" ucap lelaki misterius dengan senyuman.

Rahma makin dibuat bingung. Jadi mereka saling kenal.

"Itu bukan urusan anda."

"Masih banyak pertanyaan untukmu, sebenarnya. Tapi kamu terus bungkam. Padahal kami butuh kesaksianmu untuk korban—"

"Tutup bacotmu!" seru Rangga. "ayok cabut." ia pun bergegas pergi, meninggalkan lelaki itu yang malah tersenyum tak jelas.

Di koridor mereka berjalan. Akhirnya Rahma memutuskan bertanya, "kamu kenal dengan orang itu? Siapa dia?"

Sejenak menjadi hening. Langkah kaki berhenti. Situasi serius mencengkam, tatapan mata Rangga kian menajam. "Dia detektif Swasta yang menangani kasus ini. Pak Efendi."

Jejak Investigasi Edan RahmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang