EFENDI terkekeh, suara tawanya menggelar di depan gerbang. Beberapa murid melihatnya bagaikan menatap orang kurang waras, dan beberapa tampak mengerutkan kening, bergegas menjauh. Sementara remaja disampingnya berwajah datar.
Kedua orang itu kini berada di depan sekolah, gerbang ditutup dengan rapat.
"Apa yang lucu Pak Efendi?" tanya Rangga intonasi suaranya menggambarkan kemalasan dan kejenuhan.
"Kamu bilang apa yang lucu?" sahut Efendi ngakak tujuh turunan. "kita diusir! KITA DIUSIR! Nak ... Ini ... ini ...." Detektif itu mencoba menahan gelak tawa, namun agaknya percuma. Tawanya sekali lagi lepas, mengingat momen barusan. "sangat lucu, SMA-mu sangat lucu, Nak Rangga. Ini pertama kalinya saya diusir karena banyak bertanya."
Rangga menghela napas, memijat pelipis. "sebab Anda sudah berlebihan, Pak Efendi."
"Ini tidak berlebihan ... Sekolahmu justru menunjukan gerak-gerik mencurigakan. Ini artinya, boleh jadi, tidak! Aku yakin seratus persen bahwa sekolah ini menyembunyikan sesuatu." Selepas beberapa momen, Efendi berhenti tertawa. Kini ia menjadi lebih serius.
Rangga tertarik ingin menanyakan lebih lanjut mengenai apa yang Effendi curigai, tapi kesempatan itu berakhir.
Benda Efendi berbunyi, bergetar. Detektif itu mengambilnya dan mengangkat telepon. Terlebih mengetahui bahwa nama penelpon adalah dari asistennya—Ridwan.
"Ya, ada apa Ridwan?" Efendi tersenyum sebelum melanjutkan. "apa kamu menemukan sesuatu yang menarik?"
"Ya, tapi sebelum itu pastikan Anda bayar ganti rugi! Habis uang dan effort untuk ini!"
"Ya-ya, sama paham." Sahut Efendi dengan nada bergurau. Lantas ia mengubah suara menjadi lebih serius dan berat. "jadi apa saja yang kamu temukan?"
"Jadi begini ..." jelas Ridwan diseberang telepon.
**
Sudah lebih dari seminggu kejadian kebakaran terjadi, namun ruangan OSIS masihlah menjadi wilayah dilarang masuk. Terdapat sebuah tanda peringatan untuk jangan memasuki, terlebih ruangan juga masih gosong dengan aroma kebakaran menyerbak.
Gray berdiri, menatap lekat bekas-bekas kebakaran. Ruangan OSIS merupakan saksi bisu kematian Randika, dan Heina.
Gray bingung dan bimbang. Sebenarnya siapa hal dibalik ini? Ruangan sudah jelas ia tutup dan kunci. Tidak ada siapapun yang bisa masuk, terkecuali tim inti.
Eka Bela, Reza Arviansyah, dan Andika Rizki.
Lagi ia menghela napas. Ia tak mau mencurigai rekan sesama kerjanya.
Tap, tap.
Suara hentakan sepatu bergema, Gray menatap sosok yang muncul. Remaja berkacamata dengan rambut style ala korea, telah datang.
"Hendra kamu datang juga. Jadi apa yang hendak mau katakan?" tanya Gray, ia kembali teringat bahwa Hendra hendak berbicara dengannya.
"Aku bakal bicarain. Tapi kenapa malah milih lokasi ini? Ini ilegal btw!"
Gray tersenyum simpul. "Ilegal ya? Kudengar salah satu anggota Jurnalis juga melakukan hal yang sama, malah lebih parah. Menyusup saat hari libur, mengambil foto tanpa izin, bahkan hendak mencari-cari bukti seperti alat pembunuhan dll. Sekarang mana yang lebih ilegal?"
perkataan itu berhasil menohok Hendra, ia tersentak, lalu tertawa kecil, lalu grogi, lalu menundukkan kepala. Jelas ia tahu kelakuan siapa ini. "Maaf atas kebodohan juniorku."
"Sungguh pembawa masalah, aku hampir tidak bisa berkata-kata lagi. Jika pihak yang berkewajiban tahu, entah apa yang akan mereka katakan?"
"Sudah kubilang maaf!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Investigasi Edan Rahma
Teen FictionRuangan OSIS terbakar, ditemukan dua korban tak bernyawa. Pihak sekolah bilang disebabkan oleh korsleting listrik, namun beberapa bukti mengarah menuju kejadian pembunuhan. ❓ Siapakah pelaku di balik insiden kebakaran ini? Apa motifnya ? ❓ * .Orang...