8

25 4 1
                                    

CAFE di sudut jalan tampak ramai seperti biasa. Aroma kopi yang menggoda dan suara gemuruh percakapan memenuhi udara. Efendi duduk di pojok, menunggu seseorang sembari merenung akan perkembangan kasus kebakaran SMA Taruna Negara.

Ia merogoh saku, mengambil satu batang rokok lalu menyesapnya, kepulan asap ia keluarkan begitu saja. Sembari menikmati nikotin yang ia serap, otaknya memproses skenario beberapa hari lalu.

Kedua korban yang telah ditemukan; Randika Putra dan Heina Natalia. Sudah jelas dibunuh sebelum kebakaran terjadi, kematian kedua mayat pun berbeda selang waktu. Itu artinya mereka mati dengan waktu berbeda dan dibunuh di tempat berbeda pula.

Korban Heina Natalia diperkirakan meninggal pukul 01.00 malam. Satu hari sebelum kebakaran terjadi Tubuhnya penuh luka seolah tercabit-cabit oleh hewan buas. Sementara korban Randika Putra ditentukan meninggal dengan luka pukulan kuat di kepala. Menghembuskan napas terakhir pukul 13.00, beberapa jam sebelum insiden kebakaran.

Pelaku pasti menyimpan dua jasad korban ke suatu tempat, dugaan paling tepat kemungkinan ada di gudang sekolah. Lalu pelaku melakukan aksi, memindahkan dua mayat di ruang OSIS pada sebelum 15.00. Dan membakar ruangan OSIS.

Tapi ini sangat aneh! Membawa dua mayat jelas tindakan bodoh, terlalu mengundang perhatian. Sulit dikira jika seseorang tak menyadarinya. Atau barangkali para saksi mata berbohong? Situasi ditambah rumit dengan kerusakan CCTV.

Lalu kenapa harus ruangan OSIS? Apa pelaku mencoba menjadikan OSIS sebagai tersangka? Atau punya dendam? Dan kenapa harus dibakar? Jika ingin menghapus jejak seharusnya ada cara lebih halus, cara lebih tidak mencolot.

Katakanlah membuang mayat di suatu tempat lebih aman. Apa motif sebenarnya pelaku?

Semua kejanggalan di kasus ini memang membingungkan, namun jawaban dan analisis paling masuk akal adalah pelaku memiliki dendam dengan OSIS, jadi membuat mereka seorang tersangka, atau justru pelaku adalah anggota OSIS itu sendiri.

Clek! Tiba-tiba, suara pintu café yang berderit menyadarkannya dari lamunan. Seorang siswa dengan pakaian OSIS melangkah, meletakan tas dan duduk di hadapan Efendi.

"Maaf membuatmu menunggu," kata Gray selaku Ketua OSIS. "sekolah masih heboh, banyak yang kulakukan sebagai ketua OSIS. Terutama menutup mulut para siswa siswi."

Efendi tersenyum ramah, mengetuk puntung rokok di asbak. "Tidak perlu meminta maaf, Saya tahu kesibukan anak jaman sekarang, terlebih ini baru waktu pulang sekolah."

"Jadi," putus Gray. "ada apa mengundang saya? Saya pertegaskan saja. Kami para anggota OSIS tak terlibat apapun."

"Apa anda bisa menjamin? Nak Gray" Efendi tersenyum licik. "dua mayat ditemukan di ruangan OSIS. Wajar saya butuh penjelasan anda."

Gray menatap tak suka. Bukan berarti ia tak ingin membantu jalannya kasus, tapi seminggu ini ia telah ditanyakan banyak sumber. Baik media, reporter, dan para guru. Otaknya mulai jengah membahas ini.

"Pada hari itu, 1 April, hari kebakaran terjadi. Apa benar-benar tidak ada kegiatan di ruangan OSIS?" tanya Efendi.

Gray menggelengkan kepala. "Tidak ada sama sekali. Lagipula itu adalah April mop, jadi aku membiarkan anggotaku setidaknya bersenang-senang. "

Efendi menganggukan kepala, paham. "Anda ketua yang baik, mementingkan kesejahteraan anggota," ungkapnya. "Lalu pertanyaan selanjutnya. Kau bilang tidak ada agenda di ruang OSIS? Lalu bagaimana dengan hari sebelumnya?"

Gray menggelengkan kepala. "Dua hari tidak ada kegiatan apapun."

"Aku paham-paham."

Efendi menikmati rokok sambil berpikir Itu artinya pelaku memanfaatkan waktu kosong OSIS dan memindahkanya, kalau begitu pelaku memindahkan mayat pada tanggal 30 Maret ... Tidak logika ini malah makin aneh, tidak mungkin pihak sekolah tak sadar ada dua mayat terlebih di ruangan OSIS, tempat babu-babu mereka. Lupakan yang ini. Pelaku tetap memindahkan mayat di hari 1 April ... Efendi menggelengkan kepala, mengetuk puntung rokok ke asbak.

Jejak Investigasi Edan RahmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang