12

22 4 4
                                    

KEHARMONISAN keluarga, bila diberikan permintaan apapun oleh tuhan, bukan kekayaan, kekuatan, atau keabadian yang diminta. Alih-alih, Rangga berharap keluarganya kembali menjadi utuh.

Berasal dari keluarga broken home membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. Kedua orang tua dia cerai tepat saat ia telah dilahirkan, tepat setelah dia hidup di dunia. Menurut cerita ia mengikuti sang ibu, sementara sang Ayah—yang bahkan tidak ia ketahui wajahnya—pergi entah kemana. Tanpa jejak sama sekali.

Hubungan ibu dan sang Ayah memang tidak pernah baik sejak dulu, menurut cerita mereka menikah tidak berdasarkan cinta melainkan atas dasar keterpaksaan kondisi. Mereka hamil diluar nikah sehingga menyebabkan kedua insan itu mau tak mau harus menikah dalam kondisi tidak siap mental dan uang. Akibatnya hanya pertengkaran yang timbul hingga perceraian terjadi. Sehingga Rangga tidak pernah menikmati keluarga utuh, hanya hidup berdampingan dengan ibu.

Pernah suatu ketika ibunya bernama Anngreana Dhea, meminta maaf dalam lubuk hati terdalam, mengatakan bahwa ia telah gagal menjadi orang tua sebab melahirkan dalam kondisi tidak baik seperti ini. Namun Rangga hanya menggelengkan kepala, menjawab bahwa tidak apa-apa. Bagaimanapun ibunya adalah sosok terbaik yang ia punya. Detik itu pula Dhea menangis histeris, dan detik itu pula pelukan antara ibu dan anak terjadi.

Waktu berjalan cepat, anaknya kini berumur 15 tahun. Bersekolah di SMA. Dhea berpikir kini mungkin adalah saat yang tepat untuk berbicara, saat yang tepat untuk mengatakan suatu rahasia terbesar, rahasia bahwa dia punya saudara.

"Nak," panggil Dhea disuatu hari, saat pulang sekolah. Senja telah menyelimuti. Suasana tiba-tiba menjadi serius."

"Kenapa, Bu?" tanya Rangga menaikan kedua alis, setengah bingung dan menyadari suasana serius.

"Bisa minta waktunya sebentar? Ibu kau bicara."

Di ruang tamu yang sepi dan gerah itu, Rangga mendengarkan cerita Dhea secara seksama. Menurut pembicaraan, ia mempunyai seorang adik kembar perempuan dengan ciri-ciri fisik sebagai berikut: wajahnya putih laksana salju, rambut hitam lebam panjang, gigi ginjul, dan pipi yang lengsung. Heina Natalia Namanya.

Menurut cerita setelah kelahiran Rangga dan Heina. Ibu dan Ayah ribut merebutkan dua anaknya, dan keputusan akhir ditetapkan bahwa Dhea akan membawa Rangga sementara Sang Ayah akan bersama dengan Heina.

Mendengar penjelasan sang ibu, hati Rangga menjadi seduh. Derai air mata berjatuhan begitu saja. Dhea—yang menyaksikan itu menjadi panik, mencoba menghibur. Namun. Ia salah. Itu bukan tangisan sedih, melainkan tangisan bahagia.

"Jadi aku punya adik?" rasa tenang menyelimuti hati kecilnya. Jelas sekali ia merasa sangat kesepian, ia merasa sendiri sejak dulu. Kabar punya saudara tentu kabar baik.

Melihat tingkah dari anaknya, Dhea menghela napas. Sangat lega.

Setelah mendengar kabar lebih lanjut tentang Adik kembar. Ternyata sangat kebetulan sekali atau barangkali ini bisa disebut dengan takdir. Ternyata Heina Natalia berada satu sekolah dengannya. Di SMA Taruna Negara.

Hal ini tentu saja menjadi kabar baik untuknya. Ia diselimuti perasaan bahagia saat mengetahui mengenai kabar tersebut.

Bahkan ia terus-terus tersenyum selama masa pembelajaran. Ia punya adik, ia tak sendirian, itu membuatnya begitu senang.

***

Rangga pertama kali bertemu dengan Heina di cafe dekat rumah. pada hari minggu. Saat ia terbangun di alarm yang mengganggu waktu tidur, tiba-tiba saja ia mendapatkan pesan dari seseorang. Awalnya Rangga mencoba untuk mengabaikan saja, namun nama yang tertara di pesan membuat dia tidak bisa pangling.

Heina Natalia. Ia adalah pengirim pesan tersebut—entah tahu darimana dia tentang nomor Rangga. Namun yang pasti perasaan senang menyelimuti hatinya. Mungkin sama sepertinya, Heina barangkali mendapatkan kabar dari sang Ayah bahwa ia mempunyai saudara kembar pula.

Pesan yang tertulis sebagai berikut :

Apa benar ini dengan Kak Rangga (?)

Kalau benar, apa anda punya waktu? Ada yang ingin kubicarakan denganmu.

Bagaikan bocah yang mendapatkan mainan ia sangat senang, dengan gerakan gesit ia mengetik jawaban. Ya, saya punya waktu. Dan dengan percakapan singkat tersebut ditetapkan bahwa mereka akan bertemu di cafe.

Ini adalah pertama kalinya bertemu dengan saudara kandung, Rangga menyiapkan berbagai pakaian menarik. Ia jelas ingin membuat kesan keren di pandangan pertama, berbagai cara ia lakukan. Menggeledah dan menyelusuri satu persatu pakaian. Namun bagaimanapun tak menemukan yang cocok, ia akan mendecakan lidah, emosi, mengumpat, bilang sialan. Lalu melempar pakaian ke sembarang arah.

Ibu Dhea melihat tingkah laku anak semata wayangnya bagaikan menatap bocah kasmaran. Ia bertanya apa ia ingin pergi kencan dengan seseorang? Melihat tumpukan pakaian yang amat menggunung, si ibu hanya berpikir demikian.

Lantas, wajah Rangga memberang. Memerah laksana tomat, dengan gerakan ragu ia menggelengkan kepala. Kaparat, mana ada kencan dengan saudara kandung, sendiri?. Pikirnya, namun tingkah laku yang ia lakukan sangat mencurigakan hingga Dhea tergelak, tertawa, ngakak tujuh turunan.

Jelas sekali ibu ini salah paham. Namun Rangga tak punya niatan untuk membenahi kesalah pahaman yang terjadi. Sebab ... pertemuan ini dibuat rahasia, tak boleh seorang pun tahu! Itu yang diinginkan adiknya sendiri.

Mengabaikan segala kemungkinan yang terjadi, Dhea dengan naluri keibuan menduga bahwa anaknya telah jadi lelaki tulen, hendak mengajak cewek pergi sendirian. Memang tidak salah, namun jelas salah paham! Ia pun mendekati Rangga meski si bocah berseru dengan wajah merah, menyuruh menjauh.

Namun tak diindahkah, malah dimulai pelajaran oleh pemateri ibu Dhe. Ibu itu menjelaskan berbagai tata kesopanan saat berkencan dengan anak gadis, penataan rambut, dan style pakaian. Sangat panjang lebar beliau menjelaskan. Waktu terlewat tiga puluh menit.

Pada akhirnya. Pakaian untuk Rangga telah disiapkan. Kemeja hitam, kaos oversize polos, celana jeans, dan topi serta masker. Awalnya Rangga sempat menolak, ini berlebihan, namun Dhea menggelengkan kepala. Bilang pasti cocok. Anak itu pun memutuskan mengalah.

"Sial," umpat Rangga sesampainya di cafe. "Ini berlebihan. Entah ini perasaanku atau apa, orang kok pada lihat ke sini, ya?"

Jelas sekali itu bukan perasaan. Barangkali ia tak sadar bahwa ia telah menjadi sorotan perhatian ketika menginjakan kaki di sini, mata-mata menujunya tanpa henti. Sebab Rangga sangat berbeda dengan biasanya, ia lebih seperti papan film atas.

Kendati demikian kelakuan nya tak menggambarkan sosok kelas atas tersebut. Pertama ia gelisah, terus menghentakan kaki. Kedua, ia terus menatap ponsel, menunggu pesan dari Heina.

"Belum dibales, pun. Kemana si tu bocah?" desahnya. Mata terus melotot ponsel berharap balasan segera muncul.

Penantiannya terbilang cukup lama. Tapi membuahkan hasil, dalam waktu kurang lebih 15 menit. Pintu berdesis, bel berdering. sosok gadis memasuki ruangan Cafe. Sejenak netra mata Rangga memandang gadis itu, pun demikian dengan sang gadis. Mereka saling bertatapan dalam beberapa detik.

Rambut hitam panjangnya terurai indah, berkilauan di bawah cahaya lampu kafe. Ia mengenakan dress putih yang sederhana namun terlihat elegan, dipadukan dengan sepatu flat yang membuat tampak anggun. Senyuman manis terpancar di wajahnya, pipi merona. Heina Natalia, telah datang.

Untuk awalan saling bertemu mereka tidak terlalu banyak diam. Keduanya tak saling berbicara hanya melirik dan mengalihkan pandangan, memesan minuman. Tak terlalu banyak hal yang terjadi, dan tak terlalu istimewa. Namun, bagaikan hubungan kakak adik. Hanya saling berdampingan membuat mereka saling nyaman.

Itulah pertama kali Heina dan Rangga saling mengenal.

Jejak Investigasi Edan RahmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang